Beranda

Sunday, September 16, 2018

Fisiologi Hewan: Sistem Ekskresi


Nutrisi yang terkandung dalam makanan yang  masuk ke dalam tubuh hewan tidak semuanya akan diserap oleh tubuh. Pada proses metabolisme,zat sisa yang dihasilkan dari beberapa nutrisi seperti karbon dioksida yang dihasilkan oleh karbohidrat dan lemak akan dikeluarkan melalui proses pernapasan. Namun bagaimana dengan zat sisa lainnya seperti air dan senyawa lainnya yang tidak bisa disimpan oleh tubuh dalam jumlah banyak? Hal tersebut yang akan menjadi fokus utama dari sistem ekskresi. Sistem ekskresi adalah salah satu bagian dari proses homeostasis. Dikatakan demikian karena pada sistem ekskresi terjadi pembuangan limbah hasil metabolisme dan ion-ion tertentu yang tidak dibutuhkan oleh tubuh, hal ini bertujuan untuk mempertahankan kondisi homeostasis tubuh.
A.      Ragam Sistem Ekskresi pada Hewan
Sistem ekskresi yang beraneka ragam merupakan variasi dari suatu tema tubular. Berikut adalah sistem ekskresi yang ada pada invertebrata dan vertebrata.
1.         Ekskresi pada Invertebrata
a.         Vakuola Kontraktil
Vakuola kontraktil merupakan organel berbentuk bulat yang berisi cairan dan dibatasi oleh membran. Vakuola kontraktil dimiliki oleh dua kelompok hewan, yaitu binatang karang (sponge) dan protozoa. Semua protozoa air tawar memiliki vakuola kontraktil. Mekanisme masuknya cairan ke dalam vakuola belum diketahui sepenuhnya. Proses pemasukan air ke vakuola maupun pengosongan vakuola diduga merupakan proses yang memerlukan ATP. Dugaan tersebut didukung oleh adanya kenyataan bahwa vakuola kontraktil dikelilingi oleh sejumlah mitokondria (khususnya pada Amoeba proteus). Kemungkinan, ATP diperlukan untuk mentranspor ion melewati membran vakuola agar konsentrasi ion berubah. Hal inilah yang diduga menyebabkan terjadinya pergerakan air secara osmosis (Isnaeni, 2006).
b.        Protonefridia (Sistem Bola Api/Flame Bulb System)
Cacing pipih mempunyai sistem ekskresi tubuler yang disebut sebagai protonefridia. Protonefridium adalah suatu jaringan kerja tubula tertutup yang tidak mempunyai pembukaan internal. Tubula itu bercabang di seluruh tubuh , dan cabang paling kecil ditudungi oleh unit seluler yang di sebut sebagai sebuah bola-api (flame bulb). Bola-api itu mempunyai berkas silia atau rambut getar yang menjulur ke dalam tubula. Pergerakan rambut getar itu memberikan gaya yang akan menarik air dan zat terlarut dari cairan interstisial melalui bola-api dan masuk ke dalam sistem tubula. Rambut getar atau silia yang bergetar itu juga mendorong cairan di sepanjang tubula itu, dan menjauhi bola-api. Urin dari sistem tubula tersebut  mengalir ke lingkungan eksternal melalui lubang yang di sebut sebagai nefridiopori. Cairan yang di ekskresikan itu sangat encer dalam kasus cacing pipih air tawar, yang membantu menyeimbangkan pengambilan air secara osmotic dari lingkungannya. Ternyata tubula itu menyerap kembali sebagian besar zat terlarut dari cairan itu sebelum cairan itu keluar dari tubuh (Campbell dkk, 2004).
Sistem bola-api cacing pipih air tawar  tampaknya terutama berfungsi dalam osmoregulasi; sebagian besar limbah metabolism berdifusi keluar dari permukaan tubuh atau diekskresikan ke dalam rongga gastrovaskuler dan di keluarkan melaluimulut. Akan tetapi pada beberapa cacing pipih parasite, yang isoosmotik dengan cairan di sekitar organisme inangnya, fungsi utama protonefridia adalah dalam ekskresi, dan membuang limbah bernitrogen. Perbedaan dalam fungsi ini menggambarkan bagaimana struktur yang sama bagi suatu kelompok organisme dapat di adaptasikan  dalam berbagai cara yang beragam melalui evolusi dalam lingkungan yang berbeda-beda. Protonefridia juga di temukan pada rotifer, beberapa cacing annelida, larva moluska, dan lancelet, yang merupakan hewan kordata invertebrata (Campbell dkk, 2004).
Gambar 21. Anatomi protonefridia pada cacing pipih
(Sumber: Isnaeni, 2006)
c.          Metanefridia
Jenis lain sistem ekskresi tubuler, yaitu metanefridium (jamak: metanefridia), mempunyai lubang internal yang mengumpulkan cairan tubuh. Metanefridia ditemukan pada sebagian besar cacing annelida, termasuk cacing tanah. Masing-masing segmen seekor cacing mempunyai sepasang metanefridia, yang merupakan tubula yang terendam dalam cairan selomik dan terbungkus oleh suatu jaringan kapiler. Lubang pembukaan metanefridium di kelilingi oleh corong bersilia, atau nefrostom, yang mengumpulkan cairan dari selom (coelom) (Campbell dkk, 2004).
Gambar 22. Letak metanefridia pada anatomi cacing Annelida
(Sumber: Isnaeni, 2006)
Metanefridia seekor cacing tanah yang mempunyai fungsi pengaturan ekskresi dan osmoregulasi. Ketika cairan bergerak di sepanjang tubula, epitelium transport yang membatasi lumen menyerap kembali sebagian besar zat terlarut dari tubula, dan zat terlarut terebut masuk kembali ke darah yang beredar dalam kapiler. Limbah bernitrogen tetap berada dalam tubula itu. Cacing tanah menempati tempat lembap dan umumnya mengambil air secara keseluruhan melalui osmosis (Campbell dkk, 2004). Seperti halnya organ pengeluaran lainnya, metanefridia melakukan ultrafiltrasi, juga reabsorpsi, dan sekresi. Proses ultrafiltrasi, juga reabsorpsi, dan sekresi pada metanefridia akan menghasilkan “urin” encer, yang bersifat hipoosmotik terhadap cairan tubuhnya (Isnaeni, 2006).
d.        Tubulus Malpighi
Organ ekskresi serangga dan artropoda darat lain di sebut sebagai tubulus malpighi. Organ-organ tersebut mengeluarkan limbah bernitrogen dari hemolimfa (cairan sirkulasi) dan juga berfungsi dalam osmoregulasi. TubulusMalpighi membuka ke dalam saluran pencernaan dan ujungnya terendam dalam hemolimfa buntu. Epitelium transpor yang melapisi tubula itu mengekskresi zat-zat terlarut tertentu, termasuk limbah bernitrogen, dari hemolimfa ke dalam lumen tubula. Air mengikuti zat terlarut itu masuk ke dalam tubula dengan cara osmosis, dan cairan di dalam tubula itu kemudian lewat ke dalam rektum, di mana sebagian zat terlarut dipompakan kembali ke dalam hemolimfa. Sekali lagi air mengikuti zat terlarut, dan limbah bernitrogen dikeluarkan sebagai bahan yang nyaris kering bersama-sama dengan feses. Sistem ekskresi serangga adalah satu adaptasi yang telah berkontribusi terhadap keberhasilan besar hewan tersebut di darat, di mana penghematan air sangat penting dalam kelangsungan hidup (Campbell dkk, 2004).
Gambar 23. Letak tubulus malpighi pada insekta. Arah pergerakan air ditunjukkan oleh arah anak panah
(Sumber: Wilson (1979) dan Nielsen (1991) dalam Isnaeni (2006))

e.         Kelenjar Hijau (kelenjar antena)
Kelenjar hijau adalah organ pengeluaran yang dimiliki krustasea dan terletak di daerah kepala. Kelenjar hijau memiliki suatu kantong berujung buntu, yang disebut the end-sac (pundi-pundi). Pundi-pundi tersebut berhubungan dengan saluran nefridia dan berakhir pada kandung kemih. Selama mengalir di sepanjang saluran nefridia, air dan berbagai macam zat direabsorbsi, hingga akhirnya terbentuk urin yang akan ditampung dalam kandung kemih. Kandung kemih berhubungan dengan lingkungan sekitar melalui lubang pengeluaran yang terletak di dekat dasar antena (Isnaeni, 2006).
Gambar 24. Susunan kelenjar hijau pada kepala Krustasea
(Sumber: Kay (1998) dalam Isnaeni (2006)).

2.         Ekskresi pada Hewan Vertebrata
Vertebrata berkembang dari sekelompok kordata invertebrata. Hagfish, yang merupakan salah satu di antara vertebrata yang hidup paling primitif, mempunyai ginjal dengan tubula ekskresi yang tersusun secara segmental dan kemungkinan besar struktur ekskresi vertebrata paling primitif juga tersusun secara segmental. Sebaliknya, ginjal sebagian besar vertebrata adalah organ padat yang mengandung banyak sekali tubula yang tidak tersusun secara segmental. Suatu jaringan padat kapiler yang sangat terkait dengan tubula merupakan bagian dari ginjal. Pada vertebrata yang mengadakan osmoregulasi, ginjal berfungsi dalam ekskresi maupun osmoregulasi (Campbell dkk, 2004).
Nefron adalah organ fungsional terkecil penyusun ginjal yang merupakan organ pengeluaran utama pada vertebrata. Pengeluaran pada vertebrata juga dapat terjadi melalui saluran pernapasan dan kulit. Pada ginjal vertebrata dapat ditunjukkan beberapa bagian ginjal yaitu korteks, medula, pelvis ginjal , papila ginjal, dan ureter. Ginjal tersusun atas sejumlah besar nefron (Campbell dkk, 2004).
Pada mamalia, ginjal adalah organ berbentuk biji kacang merah (pada manusia panjangnya sekitar 10 cm). Darah memasuki masing-masing ginjal melalui arteri renal dan meninggalkan masing-masing ginjal melalui vena renal. Meskipun ginjal manusia hanya meliputi sekitar 1% bobot tubuh, ginjal menerima sekitar 20% dari darah yang dipompakan dalam setiap denyutan jantung. Urin keluar meninggalkan ginjal melalui duktus yang disebut ureter. Ureter kedua ginjal tersebut mengosongkan isinya ke dalam kandung kemih (urinary bladder). Selama urinasi, urin meninggalkan tubuh dari kandung kemih melalui saluran yang disebut dengan uretra, yang mengosongkan isinya dekat vagina pada perempuan atau melalui penis pada laki-laki. Otot sfingter yang dekat dengan persambungan uretra dan kandung kemih mengontrol proses urinasi atau pengeluaran urin (Campbell dkk, 2004).
Ginjal melakukan fungsi-fungsi spesifik berikut, yang sebagian besar membantu mempertahankan stabilitas lingkungan cairan internal (Sherwood, 2009).
a.         Mempertahankan keseimbangan H2O di tubuh.
b.        Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh yang sesuai, terutama melalui regulasi keseimbangan H2O. Fungsi ini penting untuk mencegah fluks-fluks osmotik masuk atau keluar sel, yang masing-masing dapat menyebabkan pembengkakan atau penciutan sel yang merugikan.
c.         Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES, termasuk natrium (Na+), klorida (Cl-), kalium (K+), kalsium (Ca2+), ion hidrogen (H+), bikarbonat (HCO3-), fosfat (PO43-), sulfat (SO42-), dan magnesium (Mg2+). Bahkan fluktuasi kecil konsentrasi sebagian elektrolit ini dalam CES dapat berpengaruh besar. Sebagai contoh, perubahan konsentrasi K+ CES dapat menyebabkan disfungsi jantung yang mematikan.
d.        Mempertahankan volume plasma yang tepat, yang penting dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui peran regulatorik ginjal dalam keseimbangan garam (Na+ dan Cl-) dan H2O.
e.         Membantu mempertahankan keseimbangan asam-basa tubuh yang tepat dengan menyesuaikan pengeluaran H+ dan HCO3+ di urin.
f.         Mengeluarkan (mengekskresikan) produk-produk akhir (sisa) metabolisme tubuh, misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk maka bahan-bahan sisa ini menjadi racun, terutama bagi otak.
g.        Mengeluarkan banyak senyawa asing, misalnya obat, aditif makanan, pestisida, dan bahan eksogen non-nutritif lain yang masuk ke tubuh.
h.        Menghasilkan eritropoietin, suatu hormon yang merangsang produksi sel darah merah.
i.          Menghasilkan renin, yaitu hormon enzim yang memicu suatu reaksi berantai yang penting dalam penghematan garam oleh ginjal.
j.          Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya.

Gambar 25. Bagian-bagian nefron
(Sumber: Sherwood, 2009)

Selain ginjal, organ lainnya yang berperan dalam sistem ekskresi adalah paru-paru, dan kulit. Paru-paru merupakan organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia karena tanpa paru-paru manusia tidak dapat hidup. Dalam sistem ekskresi, paru-paru berfungsi untuk mengeluarkan karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O). Di dalam paru-paru terjadi proses pertukaran antara gas oksigen dan karbondioksida. Setelah membebaskan oksigen, sel-sel darah merah menangkap karbondioksida sebagai hasil metabolisme tubuh yang akan dibawa ke paru-paru. Di paru-paru karbondioksida dan uap air dilepaskan dan dikeluarkan dari paru-paru melalui hidung. Untuk mekanisme selengkapnya dibahas pada (Balai Teknologi Informasi LIPI, 2009).
Hati merupakan “kelenjar” terbesar yang terdapat dalam tubuh manusia. Letaknya di dalam rongga perut sebelah kanan. Berwarna merah tua dengan berat mencapai 2 kilogram pada orang dewasa. Hati terbagi menjadi dua lobus, kanan dan kiri. Zat racun yang masuk ke dalam tubuh akan disaring terlebih dahulu di hati sebelum beredar ke seluruh tubuh. Hati menyerap zat racun seperti obat-obatan dan alkohol dari sistem peredaran darah. Hati mengeluarkan zat racun tersebut bersama dengan getah empedu. Hati merupakan organ yang sangat penting, berfungsi untuk (Balai Teknologi Informasi LIPI, 2009):
a.         menghasilkan empedu yang berasal dari perombakan sel darah merah.
b.        menetralkan racun yang masuk ke dalam tubuh dan membunuh bibit penyakit.
c.         mengubah zat gula menjadi glikogen dan menyimpannya sebagai cadangan gula.
d.        membentuk protein tertentu dan merombaknya.
e.         tempat untuk mengubah pro vitamin A menjadi vitamin.
f.         tempat pembentukan protrombin yang berperan dalam pembekuan darah.
Zat warna empedu hasil perombakan sel darah merah yang telah rusak tidak langsung dikeluarkan oleh hati, tetapi dikeluarkan melalui alat pengeluaran lainnya. Misalnya, akan dibawa oleh darah ke ginjal dan dikeluarkan bersamasama di dalam urin.  Sebagai alat ekskresi hati menghasilkan empedu yang merupakan cairan jernih kehijauan, di dalamnya mengandung zat warna empedu (bilirubin), garam empedu, kolesterol dan juga bakteri serta obat-obatan. Zat warna empedu terbentuk dari rombakan eritrosit yang telah tua atau rusak akan ditangkap histiosit selanjutnya dirombak dan haemoglobinnya dilepas (Balai Teknologi Informasi LIPI, 2009).
Seluruh permukaan tubuh kita terbungkus oleh lapisan tipis yang sering kitasebut kulit. Kulit merupakan benteng pertahanan tubuh kita yang utamakarena berada di lapisan anggota tubuh yang paling luar dan berhubunganlangsung dengan lingkungan sekitar.Fungsi kulit antara lain sebagai berikut (Balai Teknologi Informasi LIPI, 2009).
a.         Mengeluarkan keringat (yang didalamnya terlarut berbagai macam garam).
b.        Pelindung tubuh.
c.         Menyimpan kelebihan lemak.
d.        Mengatur suhu tubuh.
e.         Tempat pembuatan vitamin D dari pro vitamin D dengan bantuan sinar matahari yang mengandung ultraviolet.

B.       Mekanisme Kerja pada Sistem Ekskresi
Sistem ekskresi sangat beraneka ragam, tetapi semuanya mempunyai kemiripan fungsional. Secara umum, ekskresi menghasilkan urin melalui dua proses utama, filtrasi cairan tubuh dan penyulingan larutan cairan yang dihasilkan dari filtrasi. Pertama selama filtrasi, darah dan cairan tubuh lain, bergantung pada jenis sistem ekskresi, terpapar ke suatu perkakas penyaringan yang terbuat dari membran epitelium transpor yang besar lainnya dalam cairan tubuh, tekanan hidrostatik (tekanan seperti garam, gula, asam amino, dan limbah bernitrogen, melewati perkakas itu dan masuk ke dalam sistem ekskresi. Larutan cairan dalam sistem ekskresi disebut sebagai filtrat (Campbell dkk, 2004).
Sistem ekskresi menghasilkan urin dari filtrat melalui dua mekanisme, dan keduanya melibatkan transport aktif. Transport elektif air dan zat-zat terlarut penting, seperti glukosa, garam, dan asam amino, dari filtrat dan kembali ke dalam cairan tubuh di sebut sebagai reabsorpsi. Karena filtrasi bersifat nonselektif, sangatlah penting bahwa molekul kecil yang esensial bagi tubuh akan di kembalikan ke cairan tubuh. Dalam sekresi, zat-zat terlarut misalnya (kelebihan garam dan toksin) di keluarkan dari cairan tubuh hewan dan di tambahkan ke dalam filtrate. Keseluruhan pengaruh filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi analog dengan pembersihan cairan tubuh dengan pertama-tama mengeluarkan barang-barang kecil, seperti filtrasi, reabsorpsi, sekresi, dan ekskresi (Campbell dkk, 2004). Adapun proses-proses pembentukan urin dalam ginjal akan dijelaskan sebagai berikut.
1.         Penyaringan (filtrasi)
Filtrasi terjadi pada kapiler glomerulus pada kapsul Bowman. Pada glomerulus terdapatsel-sel endotelium, kapiler yang berpori (podosit) sehingga mempermudah prosespenyaringan. Beberapa faktor yang mempermudah proses penyaringan adalah tekananhidrolik dan permeabilitas yang tinggi pada glomerulus. Selain penyaringan, diglomelurus terjadi pula pengikatan kembali sel-sel darah, keping darah, dan sebagianbesar protein plasma. Bahan-bahan kecil terlarut dalam plasma, seperti glukosa, asamamino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam lain, dan urea melewati saringan danmenjadi bagian dari endapan. Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat glomerulus(urin primer) yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung protein.Pada filtrat glomerulus masih dapat ditemukan asam amino, glukosa, natrium, kalium,dan garam-garam lainnya (Santoso, 2009).
2.         Penyerapan kembali (Reabsorpsi)
Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtratglomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadipenambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi yang masihberguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihangaram, dan bahan lain pada filtrat dikeluarkan dalam urin. Tiap hari tabung ginjalmereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besardari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali. Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akanmenghasilkan urin sekunder yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer (Santoso, 2009).
Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi.Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah,misalnya ureum dari 0,03%, dalam urin primer dapat mencapai 2% dalam urinsekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam aminomeresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osmosis. Reabsorbsiair terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal (Santoso, 2009).
3.         Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubuluskontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5%garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsimemberi warna dan bau pada urin (Santoso, 2009).
Gambar 26. Sistem kemih. (a) Komponen sistem kemih. Sepasang ginjal membentuk urin, yang dibawa oleh ureter ke kandung kemih. Urin disimpan di kandung kemih dan secara berkala dikeluarkan melalui uretra. (b) Potongan longitudinal sebuah ginjal. Ginjal terdiri dari korteks ginjal di sebelah luar yang tampak granular dan medula ginjal di sebelah dalam yang tampak bergaris-garis. Pelvis ginjal di inti bagian dalam medial ginjal mengumpulkan urin yang telah terbentuk.
(Sumber: Sherwood, 2009)

C.      Ekskresi Senyawa Bernitrogen
Senyawa bernitrogen yang merupakan salah satu hasil dari metabolisme tubuh merupakan senyawa beracun yang harus segera dikeluarkan dari tubuh. Nitrogen diperoleh dari hasil penguraian protein dan asam nukleat dalam proses perolehan energi.
Di dalam tubuh, protein dihidrolisis menjadi asam amino. Namun, karena hewan tidak mampu menyimpan kelebihan asam amino mengakibatkan zat tersebut harus segera dikeluarkan dari tubuh atau mengalami metabolisme lebih lanjut. Metabolisme asam amino sendiri disebut deaminasi. Proses ini menghasilkan zat sisa berupa amonia. Amonia merupakan senyawa yang sangat toksik. Oleh karena itu, hewan harus berusaha untuk mengeluarkan amonia dari dalam tubuhnya. Pengeluaran amonia dapat dilakukan dengan salah satu dari tiga pilihan cara berikut, yaitu (1) mengeluarkan tanpa mengubahnya, (2) mengubahnya terlebih dahulu menjadi urea dan kemudian mengeluarkannya, atau (3) mengubahnya terlebih dahulu menjadi asam urat dan mengeluarkannya (Isnaeni, 2006). Mengekskresikan amonia secara langsung merupakan cara yang efisien karena sama sekali tidak mengeluarkan energi, tetapi banyak hewan terlebih dahulu mengubah amonia menjadi senyawa seperti urea dan asam urat yang kurang toksik namun memerlukan energi dalam bentuk ATP untuk menghasilkannya. Jenis limbah yang diekskresikan hewan bergantung pada sejarah evolusi dan habitat hewan tersebut (Campbell dkk, 2004).
1.         Amonia
Amonia sebagai buangan bernitrogen diekskresikan oleh sebagian besar hewan akuatik. Molekul amonia sangat larut dalam air dan dengan mudah dilewatkan melalui membran. Pada banyak invertebrata, amonia berdifusi melewati keseluruhan permukaan tubuh ke dalam air dan sekelilingnya. Pada ikan, sebagian besar amonia hilang sebagai ion amonium (NH4+) melewati epitelium insang, dan ginjal hanya menyekresikan sejumlah kecil limbah bernitrogen. Pada ikan air tawar, epitelium insang mengambil Na+ dari air sebagai pengganti NH4+, yang membantu mempertahankan konsentrasi Na+ dalam cairan tubuhnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi Na+ dalam air di sekelilingnya (Campbell dkk, 2004).
2.         Urea
Ekskresi amonia tidak sesuai untuk pembuangan limbah bernitrogen di darat, amonia sedemikian toksiknya sehingga hanya dapat diangkut dalam seekor hewan dan diekskresikan dalam larutan yang sangat encer, dan hewan terrestrial benar-benar tidak dapat membuangnya dengan cepat. Sehingga, sebagian besar amfibia dewasa, dan banyak ikan laut serta kura-kura mengekskresikanurea, bahan yang kira-kira 100.000 kali lebih rendah kadar toksiknya dibandingkan dengan amonia. Urea dihasilkan dalam hati vertebrata melalui siklus metabolisme yang menggabungkan amonia dengan karbon dioksida. Sistem transport membawa urea ke organ ekskresi, yaitu ginjal. Sebagian besar hewan dapat mentolerir konsentrasi urea yang tinggi, dan dengan mengekskresikan larutan pekat produk buangan ini seekor hewan dapat menghemat air, yang merupakan adaptasi penting bagi kehidupan di darat atau di laut (hewan yang hidup di kedua lingkungan tersebut cenderung kehilangan air ke lingkungannya) (Campbell dkk, 2004).
3.         Asam Urat
Asam urat diekskresikan oleh keong darat, serangga, burung, dan banyak reptilia sebagai limbah bernitrogen utama. Karena kelarutan asam urat ribuan kali lebih rendah dalam air dibandingkan dengan amonia atau urea, asam urat dapat diekskresikan dalam bentuk yang mirip pasta dengan kehilangan air yang sangat sedikit (Campbell dkk, 2004).


No comments:

Post a Comment