Sistem endokrin
disebut juga sistem kelenjar buntu, yaitu kelenjar yang tidak mempunyai saluran
khusus untuk mengeluarkan sekretnya. Sekret dari kelenjar endokrin dinamakan
hormon. Hormon berperan penting untuk mengatur berbagai aktivitas dalam tubuh
hewan, antara lain aktivitas pertumbuhan, reproduksi, osmoregulasi, pencernaan,
dan integrasi serta koordinasi tubuh (Isnaeni, 2006). Sistem endokrin terdiri
dari sekelompok organ (kadang disebut sebagai kelenjar sekresi internal), yang
fungsi utamanya adalah menghasilkan dan melepaskan hormon-hormon secara langsung
ke dalam aliran darah karena kelenjarnya tidak memiliki saluran spesifik.
Hormon berperan sebagai pembawa pesan untuk mengkoordinasikan kegiata berbagai
organ tubuh (Santoso, 2009).
A.
Fungsi
Sistem Endokrin
Sistem endokrin atau sistem hormon
bersama dengan sistem saraf membuat kontrol dan sistem koordinasi pada hewan.
Ada dua perbedaan yang tegas antara sistem endokrin dengan sistem saraf
berkenaan dengan cara kerjanya. Pertama sistem endokrinbekerja dengan
mendistribusikan sinyal kimia sedangkan saraf dengan sinyal–sinyalelektrik
(meskipun sistem saraf menggunakan perintah bahan kimia pada sinapsis).Kedua
sistem endokrin memiliki waktu respon yang lebih lambat dibandingkan
dengansistem saraf. Aksi kerja saraf dapat berlangsung dalam periode singkat
sekitar 2-3 ms,sedangkan aksi hormon mungkin memerlukan waktu beberapa menit
atau beberapa jam.Dengan demikian aksi endokrin memiliki durasi respon yang
lebih panjang. Bandingkandengan proses pertumbuhan yang untuk menyelesaikannya
melibatkan sistem hormon,proses ini memerlukan waktu tahunan (Santoso, 2009).
Tabel
1. Daftar
aktivitas tubuh yang dikendalikan oleh hormon dan hormon yang mengendalikannya
No
|
Aktivitas
Tubuh
|
Hormon
yang mengendalikan
|
1
|
Pencernaan dan
fungsi metabolik yang terkait
|
-
Sekretin, gastrulin, insulin,
glukagon, noradrenalin, tiroksin, dan hormon dari korteks adrenal
|
2
|
Osmoregulasi,
pengeluaran, dan metabolisme air serta garam
|
-
Prolaktin, vasopresin, aldosteron
|
3
|
Metabolisme
kalsium
|
-
Paratiroid, kalsitonin
|
4
|
Pertumbuhan
dan perubahan morfologis
|
-
Hormon pertumbuhan, androgen dari
korteks adrenal
-
Tiroksin (untuk metamorfosis amfibi)
-
MSH (perubahan warna amfibi)
|
5
|
Organ dan
proses reproduksi
|
-
FSH, LH, estrogen, progesteron,
prolaktin, dan testosteron.
|
(Sumber: Isnaeni, 2006)
Gambar
12.
Sistem Endokrin
(Sumber:
Sherwood, 2009)
Adapun fungsi
keseluruhan sistem endokrin adalah sebagai berikut (Sherwood, 2009).
1.
Mengatur metabolisme
organik serta keseimbanganHrO dan elektrolit, yang secara kolektif penting
dalammempertahankan lingkungan internal yang konstan
2.
Menginduksi perubahan
adaptif untuk membantu rubuhmenghadapi situasi stres
3.
Mendorong tumbuh
kembang yang lancar dan berurutan
4.
Mengontrol reproduksi
5.
Mengatur produksi sel
darah merah
6.
Bersama sistem saraf
otonom, mengontrol dan mengintegrasikan sirkulasi dan pencernaan serta
penyerapan makanan.
B.
Hormon
Hormon
merupakan sekret dari kelenjar endokrin yang memiliki fungsi utama sebagai
pengatur berbagai macam aktivitas yang ada di dalam tubuh hewan, meliputi
aktivitas pertumbuhan dan perubahan morfologis, osmoregulasi, pencernaan,
reproduksi, serta koordinasi. Cara mudah memahami mekanisme kerja hormon adalah
bahwa hormon berikatan dengan reseptor yang ada di pada sel hewan dengan
mekanisme yang menyerupai penggabungan anak kunci dan gembok, kemudian melewati
serangkaian proses biokimia hingga akhirnya timbul respons biologis dari sel
tersebut.
1.
Klasifikasi
Hormon
Secara kimiawi, hormon bisa dibedakan
menjadi 2 kelompok utama, yaitu hormon yang larut dalam lemak dan hormon yang
larut dalam air. Klasifikasi secara kimiawi ini juga berguna secara fungsional
karena kedua kelompok memberikan efek yang berbeda satu sama lain (Tortora dkk,
2016).
Tabel 2.
Pengelompokkan hormon berdasarkan kelarutannya.
Hormon
yang larut dalam lemak
|
Hormon
yang larut dalam air
|
1.
Hormon
Steroid, merupakan turunan dari kolesterol.
tiap hormon steroid unik karena memiliki kelompok kimia yang berbeda yang terikat
di berbagai tempat pada empat cincin yang ada di inti strukturnya.
2.
Dua
hormon tiroid (T3 dan T4), disintesis dengan
cara mengikatkan iodin ke tirosin asam amino. Kehadiran 2 cincin benzena
dalam molekul T3 atau T4 membuat molekul ini sangat
larut dalam lemak.
3.
Gas
oksida nitrat(NO), berfungsi sebagai
hormon dan neurotransmitter. Sintesisnya dikatalisis oleh sintase oksida
nitrat.
|
1.
Hormon
amino, disintesis dengan cara dekarboksilasi
(menghilangkan sebuah molekul CO2) dan juga memodifikasi asam
amino tertentu.
2.
Hormon
Peptida dan Hormon Protein, merupakan polimer
asam amino. Hormon peptida yang paling kecil terdiri dari 3 sampai 49 rantai
asam amino; hormon protein yang lebih besar terdiri dari 50 sampai 200 asam
amino.
3.
Hormon
Eikosanoid, 2 tipe utamanya adalah
prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT).
|
(Sumber: Tortoro dkk,
2016).
Sedangkan,
berdasarkan struktur kimianya, hormon dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu
hormon peptida dan protein, steroid, dan turunan tirosin. Selain itu, terdapat
pula sejumlah zat kimia yang menyerupai hormon (Isnaeni, 2009).
Tabel
3. Jenis hormon berdasarkan struktur
kimianya.
Steroid
|
Peptida dan Protein
Besar
|
Turunan Tirosin
|
|
Peptida
|
Protein Besar
|
||
- Testosteron
- Estrogen
- Progesteron
- Kortikosteroid
- Vitamin
D-3
|
- Hormon
hipotalamus
- Angiotensin
- Somatostatin
- Gastrin
- Sekretin
- Glukagon
- Kalsitonin
- Insulin
- Parathormon
|
- Hormon
pertumbuhan
- Prolaktin
- LH
- FSH
- TSH
|
- Katekolamin,
meliputi: Noradrenalin dan Adrenalin
- Hormon
tiroid, meliputi: Tiroksin (T4) dan Triiodotironin (T3)
|
(Sumber:
Schmidt (1991) dalam Isnaeni (2009)).
Zat kimia lain
yang kerjanya menyerupai hormon antara lain bradikinin, eritropuitin, histamin,
kinin, renin, prostaglandin, dan hormon thymic.
Hormon thymic adalah hormon dari
kelenjar timus yang berperan untuk memengaruhi perkembangan sel limfosit B
menjadi selplasma, yaitu sel penghasil antibodi. Diduga, hormon thymic juga memengaruhi sekresi hormon
reproduktif dari hipofisis. Kemudian, bradikinin merupakan suatu polipeptida
yang dihasilkan oleh kelenjar yang sedang aktif, contohnya kelenjar keringat
dan kelenjar ludah pada saat aktif. Bradikinin bekerja sebagai vasodilator kuat
yang dapat meningkatkan aliran darah kuat secara signifikan sehingga merangsang
pengeluaran keringat dan air ludah dalam jumlah banyak (Isnaeni, 2009).
Eritropuitin
merupakan glikoprotein yang proses sintesisnya melibatkan hati dan ginjal.
Pembentukan eritropuitin dirangsang oleh rendahnya kadar oksigen dalam darah
atau jaringan, contohnya pada saat kita sedang giat beraktivitas (misalnya
sedang berolahraga). Selanjutnya eritropuitin akan merangsang pusat pembentukan
sel darah merah dalam jumlah yang lebih banyak. Hal ini akan sangat bermanfaat
untuk meningkatkan jumlah oksigen yang dapat diangkut oleh darah (Isnaeni, 2009).
Berbagai
senyawa kimia seperti prostaglandin, eritropuitin, histamin, kinin, dan renin
dapat disintesis secara luas oleh berbagai jaringan atau organ yang sebenarnya
tidak berfungsi sebagai organ endokrin. Senyawa kimia yang mirip hormon semacam
itu bersama-sama disebut sebagai hormon jaringan. Selain hormon jaringan, terdapat juga feromon. Feromon
adalah suatu senyawa kimia spesifik yang dilepaskan oleh hewan ke lingkungannya
dan dapat menimbulkan respons perilaku (memengaruhi tingkah laku), respons perkembangan,
atau respons reproduktif (Isnaeni, 2009).
2.
Mekanisme Kerja Hormon
Mengapa hormon
yang ada dalam sirkulasi darah hanya memengaruhi sel-sel tertentu saja,
walaupun hormon tersebut beredar di seluruh cairan tubuh? Penjelasan atas
pertanyaan tersebut adalah karenakekhususan kerja hormon dapat diketahui dari
kenyataan bahwa suatu jenis hormon hanya dapat memengaruhi sel tertentu.
Kemampuan suatu hormon untuk memengaruhi sel sasaran ditentukan oleh keberadaan
reseptor khusus untuk hormon tersebut pada sel. Apabila tidak memiliki reseptor
khusus untuk suatu jenis hormon, suatu sel tidak akan tanggap terhadap hormon
yang dimaksud, sekalipun hormon tersebut ada di dekatnya (Isnaeni, 2006).
Hormon terikat
kepada reseptor di permukaan sel atau di dalam sel. Ikatanantara hormon dan
reseptor akan mempercepat, memperlambat atau mengubah fungsi sel.Pada akhirnya
hormon mengendalikan fungsi dari organ secara keseluruhan misalnya (Santoso,
2009):
1.
Hormon
mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan, perkembangbiakan dan ciri-ciri
seksual.
2.
Hormon
mempengaruhi cara tubuh dalam menggunakan dan menyimpan energi.
3.
Hormon
juga mengendalikan volume cairan dan kadar air dan garam di dalam darah.
Berdasarkan letaknya, reseptor hormon dibedakan menjadi dua macam,
yaitu reseptor hormon yang terletak di membran sel dan reseptor hormon yang
terletak di sitoplasma. Dengan demikian, reseptor hormon suatu sel dapat
terletak di 2 lokasi, yaitu pada membran atau pada sitoplasma. Reseptor yang
terletak di membran sendiri biasanya merupakan reseptor hormon peptida atau
protein. Cara kerjanya, apabila telah sampai di dekat sel sasaran, hormon akan
segera berikatan dengan reseptornya dan membentuk ikatan kompleks
hormon-reseptor, pembentukan ikatan tersebut terjadi dengan mekanisme yang
menyerupai penggabungan anak kunci dan gembok, apabila kuncinya sesuai, tentu
kunci akan cocok dengan gemboknya.Setelah terbentuknya ikatan hormon-reseptor,
dengan melalui serangkaian reaksi bio-kimia yang terjadi di dalam sel, maka
akan timbul tanggapan biologis (Isnaeni, 2006).
Sedangkan, hormon yang reseptornya terletak di dalam sel sasaran
adalah hormon steroid dan hormon turunan asam amino. Selama beredar di dalam
darah yang mengalir ke seluruh tubuh, diduga hormon tersebut berikatan dengan
beberapa jenis molekul pengemban untuk bisa sampai ke sel sasaran, karena
sifatnya yang mudah larut dalam lipid, maka hormon akan mudah menembus membran
sel dan masuk ke dalam sitoplasma. Dalam sitoplasma sel sasaran, hormon
berkombinasi dengan reseptor khusus sehingga menghasilkan kompleks
hormon-reseptor yang aktif. Setelah masuk ke inti sel hormon akan segera
bergabung dengan DNA, sehingga mengawali terjadinya transkripsi DNA (Isnaeni,
2006).
Gambar 13. Mekanisme aksi
dari hormon yang larut dalam lemak (hormon steroid dan tiroid) saat berikatan
dengan reseptor di dalam sel
(Sumber: Tortoro dkk, 2016)
Gambar 14. Mekanisme aksi
dari hormon yang larut dalam air (hormon amino, peptida, protein, dan
eikosanoid) saat berikatan dengan reseptor di membran plasma sel
(Sumber: Tortoro dkk, 2016)
Beberapa hormon hanya mempengaruhi 1 atau 2 organ, sedangkan hormon
yanglainnya mempengaruhi seluruh tubuh. Misalnya, TSH (tiroid stimulating hormone)dihasilkan oleh kelenjar hipofisa dan
hanya mempengaruhi kelenjar tiroid. Sedangkanhormon tiroid dihasilkan oleh
kelenjar tiroid, tetapi hormon ini mempengaruhi sel-sel diseluruh tubuh.
Insulin dihasilkan oleh sel-sel pankreas dan mempengaruhi metabolismegula,
protein serta lemak di seluruh tubuh. Jika kelenjar endokrin mengalami kelainan
fungsi, maka kadar hormon di dalamdarah bisa menjadi tinggi atau rendah,
sehingga mengganggu fungsi tubuh.Untuk mengendalikan fungsi endokrin, maka
pelepasan setiap hormon harus diaturdalam batas-batas yang tepat. Tubuh perlu
merasakan dari waktu ke waktu apakahdiperlukan lebih banyak atau lebih sedikit
hormon (Santoso, 2009).
Hipotalamus dan kelenjar hipofisa melepaskan hormonnya jika
terdeteksi bahwakadar hormon lain yang dikontrolnya terlalu tinggi atau terlalu
rendah. Hormon hipofisalalu masuk ke dalam aliran darah untuk merangsang
aktivitas di kelenjar target. Jikakadar hormon kelenjar target dalam darah
mencukupi, maka hipotalamus dan kelenjarhipofisa mengetahui bahwa tidak
diperlukan perangsangan lagi dan mereka berhentimelepaskan hormon. Sistem umpan
balik ini mengatur semua kelenjar yang beradadibawah kendali hipofisa. Hormon
tertentu yang berada dibawah kendali hipofisamemiliki fungsi yang dengan jadwal
tertentu. Misalnya, suatu siklus menstruasi wanitamelibatkan peningkatan
sekresi LH dan FSH oleh kelenjar hipofisa setiap bulannya.Hormon estrogen dan
progesteron pada indung telur juga kadarnya mengalami turunnaiksetiap
bulannya.Mekanisme pasti dari pengendalian oleh hipotalamus dan hipofisa
terhadapbioritmik ini masih belum dapat dimengerti. Tetapi jelas terlihat bahwa
organmemberikan respons terhadap semacam jam biologis (Santoso, 2009).
3.
Interaksi antar Hormon
Responsivitas sel target terhadap hormon bergantung pada: (1)
konsentrasi hormon di dalam darah, (2) kelimpahan reseptor hormon pada sel
target, dan (3) pengaruh yang diberikan oleh hormon lain (Tortoro dkk, 2016).
Sehingga dapat diketahui bahwa efek suatu hormon dipengaruhi tidak saja oleh
konsentrasi hormon itu sendiri tetapi juga oleh konsentrasi hormon lain yang
berinteraksi dengannya. Karena hormon tersebar luas di seluruh darah maka sel
sasaran dapat menerima banyak hormon secara bersamaan, sehingga menimbulkan
banyak interaksi hormon kompleks di sel sasaran. Hormon sering mengubah
reseptor untuk hormon jenis lain sebagai bagian dari aktivitas fisiologi
normalnya. Suatu hormon dapat mempengaruhi aktivitas hormon lain di sel sasaran
tertentu melalui satu dari tiga cara: permissiveness,
sinergisme, dan antagonisme (Sherwood,
2009).
a.
Permissiveness
Pada permissiveness, satu
hormon harus ada dalam jumlah memadai agar hormon lain dapat berefek secara
penuh. Pada hakikatnya, hormon pertama, dengan meningkatkan kepekaan sel sasaran
terhadap hormon lain, "mengizinkan' hormon lain ini menimbulkan efek
penuhnya. Sebagai contoh, hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor untuk
epinefrin di sel sasaran epinefrin, meningkatkan efektivitas epinefrin. Tanpa
hormon tiroid, efektivitas epinefrin hanya marginal (rendah)(Sherwood, 2009).
b.
Sinergisme
Sinergisme terjadi jika kerja beberapa hormon bersifat saling
melengkapi dan efek kombinasi mereka lebih besar daripada penjumlahan efek
masing-masing. Satu contoh adalah kerja sinergistik follicle+timulating hormone dan testosteron, di mana keduanya dibutuhkan
untuk mempertahankan laju normal produksi sperma. Sinergisme terjadi karena
pengaruh masing-masing hormon terhadap jumlah atau afinitas reseptor hormon
yang lain(Sherwood, 2009).
c.
Antagonisme
Ketika satu hormon menentang aksi dari hormon lainnya, kedua hormon
tersebut dikatakan memiliki efek antagonis (berlawanan) (Tortoro dkk, 2016). Antagonisme
terjadi ketika suatu hormon menyebabkan berkurangnya reseptor untuk hormon
lain, mengurangi efektivitas hormon kedua. Sebagai gambaran, progesteron (suatu
hormon yang disekresikan selama kehamilan yang mengurangi kontraksi uterus)
menghambat kepekaan uterus terhadap estrogen (hormon lain yang dikeluarkan
selama kehamilan yang meningkatkan kontraksi uterus). Dengan menyebabkan
penurunan reseptor estrogen di otot polos uterus, progesteron mencegah estrogen
melaksanakan efek eksitatoriknya selama kehamilan dan menjaga lingkungan uterus
tetap tenang (tidak berkontraksi) agar janin dapat berkembang(Sherwood, 2009).
Contoh lainnya adalah insulin yang mendorong sintesis glikogen pada sel hati,
dan glukagon, yang justru merangsang pemecahan glikogen di hati (Tortoro dkk,
2016).
C.
Sistem Endokrin pada Invertebrata dan Vertebrata
1.
Sistem Endokrin pada Invertebrata
Sejumlah invertebrata tidak mempunyai organ khusus untuk sekresi
hormon sehingga sekresinya dilaksanakan oleh sel neurosekretori. Jadi, sel
neurosekretori tampaknya merupakan sumber utama pada invertebrata. Sel
neurosekretori dapat ditemukan pada semua Metazoa (hewan bersel banyak), antara
lain Coelenterata, Platihelminthes, Annelida, Nematoda, dan Moluska (Isnaeni,
2006).
a.
Coelenterata
Contoh hewan dari golongan ini adalah Hydra (hidra). Hidra
mempunyai sejumlah sel yang mampu
menghasilkan senyawa kimia yang berperan dalam proses reproduksi, pertumbuhan,
dan regenerasi. Apabila kepala hydra dipotong, sisa tubuhnya akan mengeluarkan
molekul peptida yang disebut aktivator kepala. Zat tersebut menyebabkan sisa
tubuh hydra dapat membentuk mulut dan tentakel dan selanjutnya membentuk daerah
kepala.
b.
Platihelminthes
Hewan ini dapat menghasilkan hormon yang berperan penting dalam
proses regenerasi. Hormon yang dihasilkan juga terlihat dalam regulasi osmotik
dan ionik, serta dalam proses reproduksi.
c.
Nematoda
Sejumlah nematoda dapat mengalami gantil (molting) hingga empat kali dalam siklus hidupnya. Hewan ini
mempunyai struktur khusus yang berfungsi untuk sekresi neurohormon, yang
berkaitan erat dengan sistem saraf. Struktur khusus tersebut terdapat pada
ganglion di daerah kepala dan beberapa diantaranya terdapat pada korda saraf.
d.
Annelida
Sejumlah annelida seperti Poliseta (misalnya Neris), Oligoseta (misalnya Lumbricus),
dan Hirudinae (misalnya lintah) sudah memperlihatkan adanya derajat sefalisasi
yang memadai. Otak hewan tersebut memiliki sejumlah besar sel saraf yang
berfungsi sebagai sel sekretori. Hewan ini juga telah memiliki sistem sirkulasi
yang berkembang sangat baik dapat terpenuhi. Sistem endokrin annelida berkaitan
erat dengan aktivitas pertumbuhan, perkembangan, regenerasi, dan reproduksi.Contoh
yang baik untuk hal tersebut ialah perubahan bentuk cacing poliseta dewasa,
yang dikenal dengan istilah epitoki. Epitoki adalah perubahan sejumlah ruas
tubuh menjadi struktur reproduksi. Dalam proses tersebut, beberapa ruas tubuh
annelida yang mengalami perubahan bentuk akan terlepas dari tubuh utamanya, dan
berkembang menjadi organisme yang hidup bebas.
e.
Moluska
Moluska mempunyai sejumlah besar sel neuroendokrin yang terletak
pada ganglia penyusun sistem saraf pusat. Hewan ini juga memiliki organ
endokrin klasik, senyawa yang dilepaskan menyerupai protein yang berperan
penting dalam mengendalikan osmoregulasi, pertumbuhan, dan reproduksi. Pada
hewan protandri, ditemukan adanya hormon yang merangsang pelepasan telur dari
gonad dan pengeluaran telur dari tubuh, pada Chepalopoda, proses reproduksi
dikendalikan oleh endokrin, terutama kelenjar optik yang diduga sangat penting
karena menyekresi beberapa hormon yang diperlukan untuk perkembangan sel dan
telur.
f.
Krustasea
Sistem endokrin pada krustasea berupa sistem neuroendokrin yang
mengendalikan osmoregulasi, laju denyut jantung, komposisi darah, pertumbuhan,
dan pergantian kulit. Organ neuroendokrin krustasea terdapat pada tiga daerah
utama, yaitu kompleks kelenjar sinus, organ post-komisural,
dan organ perikardial. Terdapat pula sejumlah kecil sel endokrin klasik, yaitu
organ Y (diduga memengaruhi proses molting)
dan kelenjar mandibula. Contoh hormon pada krustasea adalah hormon peptida yang
dihasilkan oleh kompleks kelenjar sinus, hormon ini mempengaruhi kromatofor
(sel pembawa pigmen) sehingga menyebabkan pigmen mengumpul atau menyebar, yang
merupakan mekanisme dari perubahan warna kulit krustasea.
g.
Insekta
Sistem endokrin pada isnekta berfungsi untuk mengendalikan berbagai
aktivitas, antara lain aktivitas pertumbuhan yang meliputi pengelupasan rangka
luar/kulit (metamorfosis). Pada sistem saraf insekta terdapat tiga kelompok sel
neuroendokrin yang utama yaitu sel neurosekretori medialis, neurosekretori lateralis,
dan neurosekretori subesofageal.
Terdapat pula organ endokrin klasik lainnya yaitu kelenjar protoraks.
2.
Sistem Endokrin pada Vertebrata
Sistem endokrin vertebrata dapat dibedakan menjadi tiga kelompok
kelenjar utama, yaitu hipotalamus, hipofisis atau pituitari, dan kelenjar
endokrin tepi. Hipotalamus dan pituitari adalah organ endokrin pusat pada
vertebrata. Hipotalamus juga disebut sebagai kelenjar induk (master of gland) karena berfungsi
mengendalikan kelenjar pituitari, sementara pituitari juga bertanggung jawab
dalam mengendalikan kelenjar endokrin lainnya. Hormon yang dikeluarkan oleh
hipotalamus akan dibawa ke pituitari. Ada dua jenis hormon dari hipotalamus,
yaitu hormon yang dilepaskan ke pituitari depan (adenohipofisis) dan hormon yang dilepas ke pituitari belakang (neurohipofisis).
Selain hipotalamus dan pituitari, terdapat pula organ endokrin
tepi. Organ endokrin tepi merupakan kumpulan dari semua organ endokrin kecuali
hipotalamus dan pituitari. Pada saat ini, semakin banyak ditemukan organ
endokrin tepi pada vertebrata. Telah diketahui pula bahwa jantung mampu
menghasilkan hormon yang disebut atrial
naturetic peptide (ANP). Hormon
ini berkaitan erat dengan pengaturan ion natrium di ginjal
Untuk memudahkan dalam mengingat kelenjar endokrin yang
mensekresikan, sel sasaran, serta fungsi utamanya, berikut disajikan tabel
ringkasan dari hormon-hormon utama.
Tabel 4. Hormon-hormon
utama pada vertebrata
Kelenjar Endokrin
|
Hormon
|
Sel Sasaran
|
Fungsi Utama Hormon
|
Hipotalamus
|
Releasing
hormone dan inhibiting horrnone (TRH, CRH, GnRH, GHRH, GHIH, PRH, PIH)
|
Hipofisis
anterior
|
Mengontrol
pengeluaran hormon-hormon hipofisis anterior
|
Hipofisis posterior (hormon disimpan di sini)
|
Vasopresin
(hormon antidiuretik)
|
Tubulus
ginjal
|
Meningkatkan
absorpsi H2O
|
Ateriol
|
Menyebabkan
vasokonstriksi
|
||
Oksitosin
|
Uterus
|
Meningkatkan
kontraktilitas
|
|
Kelenjar
mamalia (payudara)
|
Menyebabkan
penyemprotan susu
|
||
Hipofisis anterior
|
Thyroid-stimulating
hormone (TSH)
|
Sel
folikel tiroid
|
Merangsang
sekresi T3 dan T4
|
Adrenacorticotropic
hormone (ACTH)
|
Zona
fasikulata dan zona retikularis korteks adrenal
|
Merangsang
sekresi kortisol
|
|
Hormon
Pertumbuhan
|
Tulang
jaringan lunak
|
Esensial
tetapi pertumbuhan tidak hanya bergantung padanya; merangsang pertumbuhan
tulang dan jaringan lunak; efek metabolik mencakup anabolisme protein,
mobilisasi lemak, dan penghematan glukosa
|
|
Hati
|
Merangsang
sekresi somatomedin
|
||
Folicle-stimulating hormone
(FSH)
|
Wanita:
folikel ovarium
|
Mendorong
pertumbuhan dan perkembangan folikel; merangsang sekresi estrogen
|
|
Folicle-stimulating hormone
(FSH)
|
Pria:
tubulus seminiferus di testis
|
Merangsang
produksi sperma
|
|
Luteinizing
hormone (LH) (interstitial
cell-stimulatinghormone, ICSH)
|
Wanita:
folikel ovarium dan korpus luteum
|
Merangsang
ovulasi, perkembangan korpus luteum, dan sekresi estrogen dan progesteron
|
|
Pria:
sel interstitium Leydig di testis
|
Merangsang
sekresi testosteron
|
||
Prolaktin
|
Wanita:
kelenjar mamalia
|
Mendorong
perkembangan payudara; merangsang sekresi susu
|
|
Pria
|
Tidak
jelas
|
||
Kelenjar pineal
|
Melatonin
|
Otak;
hipofisis anterior;
organ
reproduksi; sistem imun; kemungkinan yang lain
|
Mensinkronkan
irama biologis tubuh sistem dengan sinyal eksternal; menghambat gonadotropin,
penurunannyamungkin merupakan pemicu pubertas; bekerja
sebagai
antioksidan; meningkatkan
imunitas
|
Sel folikel kelenjar tiroid
|
Tetraiodotironin
(T4 atau tiroksin); triiodotironin (T3)
|
Sebagian
besar sel
|
Meningkatkan
laju metabolik; esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan saraf
|
Sel C kelenjar tiroid
|
Kalsitonin
|
Tulang
|
Menurunkan
Konsentrasi Ca2+plasma
|
Korteks adrenal
-
Zona glomerulosa
-
Zona fasikulata dan
zona retikularis
|
Aidosteron
(mineralokortikoid)
|
Tubulus
ginjal
|
Meningkatkan
reabsorpsi Na+ dan sekresi K+
|
Kortisol
(glukokortikoid)
|
Sebagian
besar sel
|
Meningkatkan
glukosa darah dengan mengorbankan simpanan lemak dan protein; berperan dalam
adaptasi stres
|
|
Androgen
(dehidroepiandrosteron)
|
Wanita:
otak dan tulang
|
Berperan
dalam lonjakan pertumbuhan masa pubertas dan dorongan seks pada wanita.
|
|
Medula
Adrenal
|
Epinefrin
dan norepinefrin
|
Reseptor
simpatis di seluruh tubuh
|
Memperkuat
sistem saraf simpatis; berperan dalam adaptasi stres dan regulasi tekanan
darah
|
Pankreas
endokrin (Pulau Langerhans)
|
Insulin
(sel
|
Sebagian
besar sel
|
Mendorong
penyerapan, pemakaian, dan penyimpanan nutrien oleh sel
|
Glukagon
(sel
|
Sebagian
besar sel
|
Penting
untuk mempertahankan kadar nutrien dalam darah selama masa pasca absorpsi
|
|
Somatostatin
(sel D)
|
Sistem
Pencernaan
|
Menghambat
pencernaan dan penyerapan nutrien
|
|
Sel
islet pankreas
|
Menghambat
sekresi semua hormon pankreas
|
||
Kelenjar
paratiroid
|
Hormon
paratiroid (PTH)
|
Tulang,
ginjal, usus
|
Meningkatkan
konsentrasi Ca2+ plasma; menurunkan konsentrasi PO43- plasma; merangsang
pengaktifan vitamin D
|
Gonad
-
Wanita: ovarium
-
Pria: testis
-
Testis dan Ovarium
|
Estrogen
(estradiol)
|
Organ
seks wanita; tubuh secara keseluruhan
|
Mendorong
perkembangan folikel; mengatur perkembangan karakteristik seks sekunder,
merangsang pertumbuhan uterus dan payudara
|
Tulang
|
Mendorong
penutupan lempeng epifisis
|
||
Progesteron
|
Uterus
|
Mempersiapkan
organ ini untuk kehamilan
|
|
Testosteron
|
Organ
seks pria: tubuh secara keseluruhan
|
Merangsang
produksi sperma; mengatur perkembangan karakteristik seks sekunder;
menimbulkan dorongan seks
|
|
Tulang
|
Meningkatkan
lonjakan pertumbuhan masa pubertas; mendorong penutupan lempeng epifisis
|
||
Inhibin
|
Hipofisis
anterior
|
Menghambar
sekresi follicle-stimulating hormone
|
|
Plasenta
|
Estrogen
(estriol); progesterone
|
Organ
seks wanita
|
Membantu
mempertahankan kehamilan, mempersiapkan payudara untuk menyusui
|
Gonadotropin
korion
|
Korpus
luteum ovarium
|
Mempertahankan
korpus luteum kehamilan
|
|
Ginjal
|
Renin
(-+ angiotensin)
|
Zona
glomerulosa korteks
adrenal
(dipengaruhi oleh
angiotensin,
yang diaktifkan
oleh
renin)
|
Merangsang
sekresi aldosteron
|
Eritropoietin
|
Sumsum
tulang
|
Merangsang
produksi eritropoietin
|
|
Lambung
|
Gastrin
|
Kelenjar
eksokrin dan otot polos saluran cerna; pankreas; hati; kandung empedu
|
Mengontrol
motilitas dan sekresi untuk mempermudah proses pencernaan dan penyerapan
|
Duodenum
|
Sekretin;
kolesistokinin
|
Kelenjar
eksokrin dan otot polos saluran cerna; pankreas; hati; kandung empedu
|
Mengontrol
motilitas dan sekresi untuk mempermudah proses pencernaan dan penyerapan
|
Peptida
insulinotropik dependen glukosa
|
Pankreas
endokrin
|
Merangsang
sekresi insulin
|
|
Hati
|
Somatomedin
(faktor pertumbuhan mirip insulin; insulin-like growth factor, IGF)
|
Tulang;
jaringan Iunak
|
Mendorong
pertumbuhan
|
Trombopoietin
|
Sumsum
tulang
|
Merangsang
produksi trombosit
|
|
Kulit
|
Vitamin
D
|
Usus
|
Meningkatkan
penyerapan Ca2* dan PO43-
|
Timus
|
Timosin
|
Limfosit
T
|
Meningkatkan
proliferasi dan fungsi limfosit T
|
Jantung
|
Peptida
natriuretrik atrium
|
Tubulus
ginjal
|
Menghambat
reabsorpsi Na*
|
Jaringan
Lemak
|
Leptin
|
Hipotalamus
|
Menekan
nafsu makan; penting dalam kontrol jangka panjang berat badan
|
Adipokin
lain
|
Berbagai
tempat
|
Berperan
dalam metabolisme dan peradangan
|
(Sumber:
Sherwood, 2009)
D. Gangguan pada Sistem
Endokrin
Gangguan
pada sistem endokrin salah satunya disebabkan oleh hiposekresi (keadaan di mana
pelepasan hormon yang tidak mencukupi) atau hipersekresi (pelepasan hormon yang
berlebihan). Di lain kasus, masalahnya terdapat pada reseptor hormon, jumlah
reseptor hormon yang sedikit, atau kerusakan pada sistem perantara hormon
(Tortora dkk, 2016). Disfungsi endokrin juga dapat terjadi karena sel sasaran
tidak merespons secara akurat terhadap hormon, meskipun konsentrasi efektif
hormon dalam plasma normal. Kekurang-pekaan ini dapat disebabkan, misalnya,
oleh ketiadaan bawaan reseptor untuk hormon, seperti pada sindrom feminisasi
testis. Pada keadaan ini reseptor untuk testosteron, hormon maskulinisasi yang
diproduksi oleh testis pria, tidak dibentuk karena defeks genetik spesifik.
Meskipun kadar testosteron akurat namun tidak terjadi maskulinisasi seolah-olah
tidak terdapat testosteron. Kelainan responsivitas juga dapat terjadi jika sel
sasaran untuk hormon tertentu tidak memiliki enzim yang esensial untuk
melaksanakan respons (Sherwood, 2009). Dikarenakan hormon berdistribusi di
dalam darah menuju sel target di seluruh daerah tubuh, gangguan yang
berhubungan dengan sistem endokrin bisa saja tersebar luas.
Ketika
aktivitas hormon terlalu rendah atau terlalu tinggi, akan mengakibatkan
beberapa kelainan yang dapat dilihat pada sebagai berikut.
Tabel
5. Cara timbul penyakit endokrin.
No
|
Aktivitas
Hormon Terlalu Rendah
|
Aktivitas
Hormon Terlalu Tinggi
|
1
|
Jumlah
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar endokrin terlalu sedikit (hiposekresi)*
|
Jumlah
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar endokrin terlalu banyak (hipersekresi)*
|
2
|
Peningkatan
pembuangan hormon dari darah
|
Pengurangan
pengikatan hormon ke protein plasma (hormon bebas yang aktif secara biologis
meningkat)
|
3
|
Kelainan
responsivitas jaringan terhadap hormone
|
Berkurangnya
pembersihan hormon dari darah
|
4
|
Tidak
adanya reseptor sel sasaran
|
Berkurangnya
inaktivasi
|
5
|
Tidak
adanya satu enzim yang esensial bagi respons sel sasaran
|
Berkurangnya
ekskresi
|
*Kausa
tersering disfungsi endokrin
|
(Sumber:
Sherwood, 2009)
Adapun
beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh kelainan pada beberapa kelenjar
pensekresi hormon adalah sebagai berikut (Tortora dkk, 2016).
1.
Kelenjar Pituitari
Kelenjar pituitari diketahui
mensekresikan beberapa hormon, seperti hormon pertumbuhan dan hormon
antidiuretik. Akibat yang akan ditimbulkan jika terjadi hiposekresi hormon
pertumbuhan adalah dwarfisme/kekerdilan
pada manusia maupun hewan, sedangkan jika terjadi hipersekresi hormon
pertumbuhan pada masa anak-anak dapat menyebabkan terjadinya gigantisme, dan
saat masa dewasa dapat menyebabkan acromegaly.
Lain halnya jika terjadi hiposekresi hormon antidiuretik yang dapat menyebabkan
penderita mengidap diabetes insipidus.
2.
Kelenjar Tiroid
Hiposekresi hormon tiroid dapat
menyebabkan kelainan yang disebut congenital
hypothyroidism, yaitu cacat bawaan sejak lahir, contohnya seperti
kekerdilan. Jika kekurangan hormon tiroid terjadi saat individu berada pada
masa dewasa, dapat menyebabkan timbulnya pembengkakan yang disebut myxoedema.
3.
Kelenjar paratiroid
Hiposekresi hormon yang
disekresikan oleh kelenjar paratiroid dapat menyebabkan defisiensi Ca2+ dalam
darah. Hal ini dapat menyebabkan terjadinyakejang dan tetanus pada otot rangka.
Jika yang terjadi adalah hipersekresi, maka dapat menyebabkan tumbuhnya tumor
pada salah satu kelenjar paratiroid. Selain itu, kadar tinggi hormon paratiroid
menyebabkan penyerapan kembali matriks tulang, meningkatkan kadar ion kalsium
dan fosfat dalam darah, sehingga membuat tulang menjadi lunak dan mudah retak.
4.
Kelenjar Adrenal
Cushing’s
Syndrome terjadi karena adanya tumor pada
kelenjar adrenal yang mensekresikan kortisol, atau tumor pada kelenjar manapun
yang mensekresikan ACTH, sehingga terjadi hiposekresi hormon. Ciri-ciri
penderita sindrom ini adalah pada individu terjadi penurunan kadar protein
otot, pembagian kembali lemak tubuh, membuat tangan dan kaki menjadi kurus dan
panjang, disertai dengan “moon face”,
“punuk banteng” di punggung, dan daerah perut yang menggantung.
5.
Pankreas (Pulau
Langerhans)
Diabetes mellitus disebabkan oleh sistem imun
penderita yang menyerang sel β pankreas, sehingga pankreas memproduksi sedikit
bahkan sama sekali tidak memproduksi (hiposekresi) insulin. Gejalanya: polyuria, peningkatan produksi urin
akibat dari ketidakmampuan ginjal melakukan reabsorspi air; polydipsia, mudah haus; polyphagia, adanya keinginan untuk
terus-menerus makan. Selain hiposekresi, hipersekresi hormon insulin juga dapat
menyebabkan menurunnya kadar gula darah. Gejalanya: gelisah, berkeringat,
tremor, meningkatnya intensitas detak jantung, lapar, dan gejala lemah lainnya.
Untuk melihat daftar pustaka/sumber referensi dan materi Fisiologi Hewan lainnya, silahkan klik link di bawah ini:
No comments:
Post a Comment