Nutrisi yang terkandung dalam makanan yang masuk ke dalam tubuh hewan tidak semuanya
akan diserap oleh tubuh. Pada proses metabolisme,zat sisa yang dihasilkan dari
beberapa nutrisi seperti karbon dioksida yang dihasilkan oleh karbohidrat dan
lemak akan dikeluarkan melalui proses pernapasan. Namun bagaimana dengan zat
sisa lainnya seperti air dan senyawa lainnya yang tidak bisa disimpan oleh
tubuh dalam jumlah banyak? Hal tersebut yang akan menjadi fokus utama dari
sistem ekskresi. Sistem ekskresi adalah salah satu bagian dari proses
homeostasis. Dikatakan demikian karena pada sistem ekskresi terjadi pembuangan
limbah hasil metabolisme dan ion-ion tertentu yang tidak dibutuhkan oleh tubuh,
hal ini bertujuan untuk mempertahankan kondisi homeostasis tubuh.
A.
Ragam Sistem Ekskresi pada Hewan
Sistem ekskresi yang beraneka ragam merupakan variasi dari suatu
tema tubular. Berikut adalah sistem ekskresi yang ada pada invertebrata dan
vertebrata.
1.
Ekskresi pada Invertebrata
a.
Vakuola Kontraktil
Vakuola kontraktil merupakan
organel berbentuk bulat yang berisi cairan dan dibatasi oleh membran. Vakuola
kontraktil dimiliki oleh dua kelompok hewan, yaitu binatang karang (sponge) dan protozoa. Semua protozoa air
tawar memiliki vakuola kontraktil. Mekanisme masuknya cairan ke dalam vakuola
belum diketahui sepenuhnya. Proses pemasukan air ke vakuola maupun pengosongan
vakuola diduga merupakan proses yang memerlukan ATP. Dugaan tersebut didukung
oleh adanya kenyataan bahwa vakuola kontraktil dikelilingi oleh sejumlah
mitokondria (khususnya pada Amoeba proteus).
Kemungkinan, ATP diperlukan untuk mentranspor ion melewati membran vakuola agar
konsentrasi ion berubah. Hal inilah yang diduga menyebabkan terjadinya
pergerakan air secara osmosis (Isnaeni, 2006).
b.
Protonefridia (Sistem Bola Api/Flame Bulb System)
Cacing pipih mempunyai sistem
ekskresi tubuler yang disebut sebagai protonefridia. Protonefridium adalah suatu jaringan kerja tubula tertutup yang tidak
mempunyai pembukaan internal. Tubula itu bercabang di seluruh tubuh , dan cabang paling kecil ditudungi
oleh unit seluler yang di sebut sebagai sebuah bola-api (flame bulb).
Bola-api itu mempunyai berkas silia atau rambut getar yang menjulur ke dalam
tubula. Pergerakan rambut getar itu memberikan gaya yang akan menarik air dan
zat terlarut dari cairan interstisial melalui bola-api dan masuk ke dalam
sistem tubula. Rambut getar atau silia yang bergetar itu juga mendorong cairan
di sepanjang tubula itu, dan menjauhi bola-api. Urin dari sistem tubula
tersebut mengalir ke lingkungan eksternal melalui lubang yang di sebut
sebagai nefridiopori. Cairan yang di ekskresikan itu sangat encer dalam kasus
cacing pipih air tawar, yang membantu menyeimbangkan pengambilan air secara
osmotic dari lingkungannya. Ternyata tubula itu menyerap kembali sebagian besar
zat terlarut dari cairan itu sebelum cairan itu keluar dari tubuh (Campbell dkk, 2004).
Sistem bola-api cacing pipih air
tawar tampaknya terutama berfungsi dalam osmoregulasi; sebagian besar
limbah metabolism berdifusi keluar dari permukaan tubuh atau diekskresikan ke
dalam rongga gastrovaskuler dan di keluarkan melaluimulut. Akan tetapi pada
beberapa cacing pipih parasite, yang isoosmotik dengan cairan di sekitar
organisme inangnya, fungsi utama protonefridia adalah dalam ekskresi, dan
membuang limbah bernitrogen. Perbedaan dalam fungsi ini menggambarkan bagaimana
struktur yang sama bagi suatu kelompok organisme dapat di adaptasikan
dalam berbagai cara yang beragam melalui evolusi dalam lingkungan yang
berbeda-beda. Protonefridia juga di temukan pada rotifer, beberapa cacing
annelida, larva moluska, dan lancelet, yang merupakan hewan
kordata invertebrata (Campbell dkk, 2004).
Gambar 21. Anatomi protonefridia pada
cacing pipih
(Sumber: Isnaeni,
2006)
c.
Metanefridia
Jenis lain sistem ekskresi tubuler, yaitu metanefridium (jamak:
metanefridia), mempunyai lubang internal yang mengumpulkan cairan tubuh.
Metanefridia ditemukan pada sebagian besar cacing annelida, termasuk cacing
tanah. Masing-masing segmen seekor cacing mempunyai sepasang metanefridia, yang
merupakan tubula yang terendam dalam cairan selomik dan terbungkus oleh suatu
jaringan kapiler. Lubang pembukaan metanefridium di kelilingi oleh corong
bersilia, atau nefrostom, yang mengumpulkan cairan dari selom (coelom) (Campbell dkk, 2004).
Gambar 22. Letak metanefridia pada anatomi
cacing Annelida
(Sumber: Isnaeni, 2006)
Metanefridia seekor cacing tanah yang mempunyai fungsi pengaturan ekskresi
dan osmoregulasi. Ketika cairan bergerak di sepanjang tubula, epitelium
transport yang membatasi lumen menyerap kembali sebagian besar zat terlarut
dari tubula, dan zat terlarut terebut masuk kembali ke darah yang beredar dalam
kapiler. Limbah bernitrogen tetap berada dalam tubula itu. Cacing tanah
menempati tempat lembap dan umumnya mengambil air secara keseluruhan melalui
osmosis (Campbell dkk, 2004). Seperti halnya organ pengeluaran
lainnya, metanefridia melakukan ultrafiltrasi, juga reabsorpsi, dan sekresi.
Proses ultrafiltrasi, juga reabsorpsi, dan sekresi pada metanefridia akan
menghasilkan “urin” encer, yang bersifat hipoosmotik terhadap cairan tubuhnya
(Isnaeni, 2006).
d.
Tubulus Malpighi
Organ ekskresi serangga dan artropoda darat lain di sebut sebagai tubulus
malpighi. Organ-organ tersebut mengeluarkan limbah bernitrogen dari hemolimfa
(cairan sirkulasi) dan juga berfungsi dalam osmoregulasi. TubulusMalpighi
membuka ke dalam saluran pencernaan dan ujungnya terendam dalam hemolimfa
buntu. Epitelium transpor yang melapisi tubula itu mengekskresi zat-zat
terlarut tertentu, termasuk limbah bernitrogen, dari hemolimfa ke dalam lumen
tubula. Air mengikuti zat terlarut itu masuk ke dalam tubula dengan cara
osmosis, dan cairan di dalam tubula itu kemudian lewat ke dalam rektum, di mana
sebagian zat terlarut dipompakan kembali ke dalam hemolimfa. Sekali lagi air
mengikuti zat terlarut, dan limbah bernitrogen dikeluarkan sebagai bahan yang
nyaris kering bersama-sama dengan feses. Sistem ekskresi serangga adalah satu
adaptasi yang telah berkontribusi terhadap keberhasilan besar hewan tersebut di
darat, di mana penghematan air sangat penting dalam kelangsungan hidup (Campbell dkk, 2004).
Gambar 23. Letak tubulus malpighi pada
insekta. Arah pergerakan air ditunjukkan oleh arah anak panah
(Sumber: Wilson (1979) dan Nielsen (1991) dalam Isnaeni (2006))
e.
Kelenjar Hijau (kelenjar antena)
Kelenjar hijau adalah organ
pengeluaran yang dimiliki krustasea dan terletak di daerah kepala. Kelenjar
hijau memiliki suatu kantong berujung buntu, yang disebut the end-sac (pundi-pundi). Pundi-pundi tersebut berhubungan dengan
saluran nefridia dan berakhir pada kandung kemih. Selama mengalir di sepanjang
saluran nefridia, air dan berbagai macam zat direabsorbsi, hingga akhirnya
terbentuk urin yang akan ditampung dalam kandung kemih. Kandung kemih
berhubungan dengan lingkungan sekitar melalui lubang pengeluaran yang terletak
di dekat dasar antena (Isnaeni, 2006).
Gambar 24. Susunan kelenjar
hijau pada kepala Krustasea
(Sumber: Kay (1998) dalam Isnaeni
(2006)).
2.
Ekskresi pada Hewan Vertebrata
Vertebrata berkembang dari sekelompok kordata invertebrata. Hagfish, yang
merupakan salah satu di antara vertebrata yang hidup paling primitif, mempunyai
ginjal dengan tubula ekskresi yang tersusun secara segmental dan kemungkinan
besar struktur ekskresi vertebrata paling primitif juga tersusun secara
segmental. Sebaliknya, ginjal sebagian besar vertebrata adalah organ padat yang
mengandung banyak sekali tubula yang tidak tersusun secara segmental. Suatu
jaringan padat kapiler yang sangat terkait dengan tubula merupakan bagian dari
ginjal. Pada vertebrata yang mengadakan osmoregulasi, ginjal berfungsi dalam
ekskresi maupun osmoregulasi (Campbell dkk, 2004).
Nefron adalah organ fungsional terkecil penyusun ginjal yang merupakan
organ pengeluaran utama pada vertebrata. Pengeluaran pada vertebrata juga dapat
terjadi melalui saluran pernapasan dan kulit. Pada ginjal vertebrata dapat
ditunjukkan beberapa bagian ginjal yaitu korteks, medula, pelvis ginjal ,
papila ginjal, dan ureter. Ginjal tersusun atas sejumlah besar nefron (Campbell dkk, 2004).
Pada mamalia, ginjal adalah organ berbentuk biji kacang merah (pada manusia
panjangnya sekitar 10 cm). Darah memasuki masing-masing ginjal melalui arteri
renal dan meninggalkan masing-masing ginjal melalui vena renal. Meskipun ginjal
manusia hanya meliputi sekitar 1% bobot tubuh, ginjal menerima sekitar 20% dari
darah yang dipompakan dalam setiap denyutan jantung. Urin keluar meninggalkan
ginjal melalui duktus yang disebut ureter. Ureter kedua ginjal tersebut
mengosongkan isinya ke dalam kandung kemih (urinary bladder). Selama urinasi,
urin meninggalkan tubuh dari kandung kemih melalui saluran yang disebut dengan
uretra, yang mengosongkan isinya dekat vagina pada perempuan atau melalui penis
pada laki-laki. Otot sfingter yang dekat dengan persambungan uretra dan kandung
kemih mengontrol proses urinasi atau pengeluaran urin (Campbell dkk, 2004).
Ginjal
melakukan fungsi-fungsi spesifik berikut, yang sebagian besar membantu
mempertahankan stabilitas lingkungan cairan internal (Sherwood, 2009).
a.
Mempertahankan
keseimbangan H2O di tubuh.
b.
Mempertahankan
osmolaritas cairan tubuh yang sesuai, terutama melalui regulasi keseimbangan H2O.
Fungsi ini penting untuk mencegah fluks-fluks osmotik masuk atau keluar sel,
yang masing-masing dapat menyebabkan pembengkakan atau penciutan sel yang
merugikan.
c.
Mengatur
jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES, termasuk natrium (Na+),
klorida (Cl-), kalium (K+), kalsium (Ca2+),
ion hidrogen (H+), bikarbonat (HCO3-), fosfat
(PO43-), sulfat (SO42-), dan
magnesium (Mg2+). Bahkan fluktuasi kecil konsentrasi sebagian
elektrolit ini dalam CES dapat berpengaruh besar. Sebagai contoh, perubahan
konsentrasi K+ CES dapat menyebabkan disfungsi jantung yang
mematikan.
d.
Mempertahankan
volume plasma yang tepat, yang penting dalam pengaturan jangka panjang tekanan
darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui peran regulatorik ginjal dalam
keseimbangan garam (Na+ dan Cl-) dan H2O.
e.
Membantu
mempertahankan keseimbangan asam-basa tubuh yang tepat dengan menyesuaikan
pengeluaran H+ dan HCO3+ di urin.
f.
Mengeluarkan
(mengekskresikan) produk-produk akhir (sisa) metabolisme tubuh, misalnya urea,
asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk maka bahan-bahan sisa ini
menjadi racun, terutama bagi otak.
g.
Mengeluarkan
banyak senyawa asing, misalnya obat, aditif makanan, pestisida, dan bahan
eksogen non-nutritif lain yang masuk ke tubuh.
h.
Menghasilkan
eritropoietin, suatu hormon yang merangsang produksi sel darah merah.
i.
Menghasilkan
renin, yaitu hormon enzim yang memicu suatu reaksi berantai yang penting dalam
penghematan garam oleh ginjal.
j.
Mengubah
vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Gambar 25. Bagian-bagian
nefron
(Sumber:
Sherwood, 2009)
Selain ginjal, organ lainnya yang berperan dalam sistem ekskresi
adalah paru-paru, dan kulit. Paru-paru merupakan organ yang sangat vital bagi
kehidupan manusia karena tanpa paru-paru manusia tidak dapat hidup. Dalam
sistem ekskresi, paru-paru berfungsi untuk mengeluarkan karbondioksida (CO2)
dan uap air (H2O). Di dalam paru-paru terjadi proses pertukaran
antara gas oksigen dan karbondioksida. Setelah membebaskan oksigen, sel-sel
darah merah menangkap karbondioksida sebagai hasil metabolisme tubuh yang akan
dibawa ke paru-paru. Di paru-paru karbondioksida dan uap air dilepaskan dan
dikeluarkan dari paru-paru melalui hidung. Untuk mekanisme selengkapnya dibahas
pada (Balai Teknologi Informasi LIPI, 2009).
Hati merupakan “kelenjar” terbesar yang terdapat dalam tubuh
manusia. Letaknya di dalam rongga perut sebelah kanan. Berwarna merah tua
dengan berat mencapai 2 kilogram pada orang dewasa. Hati terbagi menjadi dua
lobus, kanan dan kiri. Zat racun yang masuk ke dalam tubuh akan disaring terlebih
dahulu di hati sebelum beredar ke seluruh tubuh. Hati menyerap zat racun
seperti obat-obatan dan alkohol dari sistem peredaran darah. Hati mengeluarkan
zat racun tersebut bersama dengan getah empedu. Hati merupakan organ yang
sangat penting, berfungsi untuk (Balai Teknologi Informasi LIPI, 2009):
a.
menghasilkan
empedu yang berasal dari perombakan sel darah merah.
b.
menetralkan
racun yang masuk ke dalam tubuh dan membunuh bibit penyakit.
c.
mengubah
zat gula menjadi glikogen dan menyimpannya sebagai cadangan gula.
d.
membentuk
protein tertentu dan merombaknya.
e.
tempat
untuk mengubah pro vitamin A menjadi vitamin.
f.
tempat
pembentukan protrombin yang berperan dalam pembekuan darah.
Zat warna
empedu hasil perombakan sel darah merah yang telah rusak tidak langsung
dikeluarkan oleh hati, tetapi dikeluarkan melalui alat pengeluaran lainnya.
Misalnya, akan dibawa oleh darah ke ginjal dan dikeluarkan bersamasama di dalam
urin. Sebagai alat ekskresi hati
menghasilkan empedu yang merupakan cairan jernih kehijauan, di dalamnya
mengandung zat warna empedu (bilirubin), garam empedu, kolesterol dan juga bakteri
serta obat-obatan. Zat warna empedu terbentuk dari rombakan eritrosit yang
telah tua atau rusak akan ditangkap histiosit selanjutnya dirombak dan haemoglobinnya
dilepas (Balai Teknologi Informasi LIPI, 2009).
Seluruh
permukaan tubuh kita terbungkus oleh lapisan tipis yang sering kitasebut kulit.
Kulit merupakan benteng pertahanan tubuh kita yang utamakarena berada di
lapisan anggota tubuh yang paling luar dan berhubunganlangsung dengan
lingkungan sekitar.Fungsi kulit antara lain sebagai berikut (Balai Teknologi
Informasi LIPI, 2009).
a.
Mengeluarkan
keringat (yang didalamnya terlarut berbagai macam garam).
b.
Pelindung
tubuh.
c.
Menyimpan
kelebihan lemak.
d.
Mengatur
suhu tubuh.
e.
Tempat
pembuatan vitamin D dari pro vitamin D dengan bantuan sinar matahari yang
mengandung ultraviolet.
B.
Mekanisme Kerja pada Sistem Ekskresi
Sistem ekskresi
sangat beraneka ragam, tetapi semuanya mempunyai kemiripan fungsional. Secara
umum, ekskresi menghasilkan urin melalui dua proses utama, filtrasi cairan
tubuh dan penyulingan larutan cairan yang dihasilkan dari filtrasi. Pertama
selama filtrasi, darah dan cairan tubuh lain, bergantung pada jenis sistem
ekskresi, terpapar ke suatu perkakas penyaringan yang terbuat dari membran
epitelium transpor yang besar lainnya dalam cairan tubuh, tekanan hidrostatik
(tekanan seperti garam, gula, asam amino, dan limbah bernitrogen, melewati
perkakas itu dan masuk ke dalam sistem ekskresi. Larutan cairan dalam sistem
ekskresi disebut sebagai filtrat (Campbell dkk, 2004).
Sistem ekskresi menghasilkan urin dari filtrat
melalui dua mekanisme, dan keduanya melibatkan transport aktif. Transport
elektif air dan zat-zat terlarut penting, seperti glukosa, garam, dan asam
amino, dari filtrat dan kembali ke dalam cairan tubuh di sebut sebagai
reabsorpsi. Karena filtrasi bersifat nonselektif, sangatlah penting bahwa
molekul kecil yang esensial bagi tubuh akan di kembalikan ke cairan tubuh.
Dalam sekresi, zat-zat terlarut misalnya (kelebihan garam dan toksin) di
keluarkan dari cairan tubuh hewan dan di tambahkan ke dalam filtrate. Keseluruhan pengaruh
filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi analog dengan pembersihan cairan tubuh dengan
pertama-tama mengeluarkan barang-barang kecil, seperti filtrasi, reabsorpsi,
sekresi, dan ekskresi (Campbell dkk, 2004). Adapun proses-proses pembentukan
urin dalam ginjal akan dijelaskan sebagai berikut.
1.
Penyaringan
(filtrasi)
Filtrasi terjadi pada kapiler glomerulus pada kapsul Bowman. Pada
glomerulus terdapatsel-sel endotelium, kapiler yang berpori (podosit) sehingga
mempermudah prosespenyaringan. Beberapa faktor yang mempermudah proses
penyaringan adalah tekananhidrolik dan permeabilitas yang tinggi pada
glomerulus. Selain penyaringan, diglomelurus terjadi pula pengikatan kembali
sel-sel darah, keping darah, dan sebagianbesar protein plasma. Bahan-bahan
kecil terlarut dalam plasma, seperti glukosa, asamamino, natrium, kalium,
klorida, bikarbonat, garam lain, dan urea melewati saringan danmenjadi bagian
dari endapan. Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat glomerulus(urin
primer) yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung
protein.Pada filtrat glomerulus masih dapat ditemukan asam amino, glukosa,
natrium, kalium,dan garam-garam lainnya (Santoso, 2009).
2.
Penyerapan
kembali (Reabsorpsi)
Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena
itu, 99% filtratglomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus
kontortus proksimal dan terjadipenambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus
kontortus distal. Substansi yang masihberguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan
ke darah. Sisa sampah kelebihangaram, dan bahan lain pada filtrat dikeluarkan
dalam urin. Tiap hari tabung ginjalmereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200
g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besardari zat-zat ini direabsorbsi
beberapa kali. Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akanmenghasilkan urin
sekunder yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer (Santoso, 2009).
Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan
ditemukan lagi.Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat
racun bertambah,misalnya ureum dari 0,03%, dalam urin primer dapat mencapai 2%
dalam urinsekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan
asam aminomeresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa
osmosis. Reabsorbsiair terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal
(Santoso, 2009).
3.
Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai
terjadi di tubuluskontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat
ureter adalah 96% air, 1,5%garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya
pigmen empedu yang berfungsimemberi warna dan bau pada urin (Santoso, 2009).
Gambar 26. Sistem kemih.
(a) Komponen sistem kemih. Sepasang ginjal membentuk urin, yang dibawa oleh
ureter ke kandung kemih. Urin disimpan di kandung kemih dan secara berkala
dikeluarkan melalui uretra. (b) Potongan longitudinal sebuah ginjal. Ginjal
terdiri dari korteks ginjal di sebelah luar yang tampak granular dan medula
ginjal di sebelah dalam yang tampak bergaris-garis. Pelvis ginjal di inti
bagian dalam medial ginjal mengumpulkan urin yang telah terbentuk.
(Sumber:
Sherwood, 2009)
C.
Ekskresi
Senyawa Bernitrogen
Senyawa bernitrogen yang merupakan
salah satu hasil dari metabolisme tubuh merupakan senyawa beracun yang harus
segera dikeluarkan dari tubuh. Nitrogen diperoleh dari hasil penguraian protein
dan asam nukleat dalam proses perolehan energi.
Di dalam tubuh, protein
dihidrolisis menjadi asam amino. Namun, karena hewan tidak mampu menyimpan
kelebihan asam amino mengakibatkan zat tersebut harus segera dikeluarkan dari
tubuh atau mengalami metabolisme lebih lanjut. Metabolisme asam amino sendiri
disebut deaminasi. Proses ini menghasilkan zat sisa berupa amonia. Amonia
merupakan senyawa yang sangat toksik. Oleh karena itu, hewan harus berusaha untuk
mengeluarkan amonia dari dalam tubuhnya. Pengeluaran amonia dapat dilakukan
dengan salah satu dari tiga pilihan cara berikut, yaitu (1) mengeluarkan tanpa
mengubahnya, (2) mengubahnya terlebih dahulu menjadi urea dan kemudian
mengeluarkannya, atau (3) mengubahnya terlebih dahulu menjadi asam urat dan
mengeluarkannya (Isnaeni, 2006). Mengekskresikan amonia secara langsung
merupakan cara yang efisien karena sama sekali tidak mengeluarkan energi,
tetapi banyak hewan terlebih dahulu mengubah amonia menjadi senyawa seperti
urea dan asam urat yang kurang toksik namun memerlukan energi dalam bentuk ATP
untuk menghasilkannya. Jenis limbah yang diekskresikan hewan bergantung pada
sejarah evolusi dan habitat hewan tersebut (Campbell dkk, 2004).
1.
Amonia
Amonia sebagai buangan bernitrogen
diekskresikan oleh sebagian besar hewan akuatik. Molekul amonia sangat larut
dalam air dan dengan mudah dilewatkan melalui membran. Pada banyak
invertebrata, amonia berdifusi melewati keseluruhan permukaan tubuh ke dalam
air dan sekelilingnya. Pada ikan, sebagian besar amonia hilang sebagai ion
amonium (NH4+) melewati epitelium insang, dan ginjal hanya menyekresikan
sejumlah kecil limbah bernitrogen. Pada ikan air tawar, epitelium insang
mengambil Na+ dari air sebagai pengganti NH4+, yang membantu mempertahankan
konsentrasi Na+ dalam cairan tubuhnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
konsentrasi Na+ dalam air di sekelilingnya (Campbell dkk, 2004).
2.
Urea
Ekskresi amonia tidak sesuai untuk
pembuangan limbah bernitrogen di darat, amonia sedemikian toksiknya sehingga
hanya dapat diangkut dalam seekor hewan dan diekskresikan dalam larutan yang
sangat encer, dan hewan terrestrial benar-benar tidak dapat membuangnya dengan
cepat. Sehingga, sebagian besar amfibia dewasa, dan banyak ikan laut serta
kura-kura mengekskresikanurea, bahan yang kira-kira 100.000 kali lebih rendah
kadar toksiknya dibandingkan dengan amonia. Urea dihasilkan dalam hati
vertebrata melalui siklus metabolisme yang menggabungkan amonia dengan karbon
dioksida. Sistem transport membawa urea ke organ ekskresi, yaitu ginjal.
Sebagian besar hewan dapat mentolerir konsentrasi urea yang tinggi, dan dengan
mengekskresikan larutan pekat produk buangan ini seekor hewan dapat menghemat
air, yang merupakan adaptasi penting bagi kehidupan di darat atau di laut
(hewan yang hidup di kedua lingkungan tersebut cenderung kehilangan air ke
lingkungannya) (Campbell dkk, 2004).
3.
Asam Urat
Asam urat diekskresikan oleh keong
darat, serangga, burung, dan banyak reptilia sebagai limbah bernitrogen utama.
Karena kelarutan asam urat ribuan kali lebih rendah dalam air dibandingkan dengan
amonia atau urea, asam urat dapat diekskresikan dalam bentuk yang mirip pasta
dengan kehilangan air yang sangat sedikit (Campbell dkk, 2004).
Untuk melihat daftar pustaka/sumber referensi dan materi Fisiologi Hewan lainnya, silahkan klik link di bawah ini:
No comments:
Post a Comment