Beranda

Friday, June 19, 2015

Laporan Praktikum Mikrobiologi - Teknik Isolasi



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Dalam teknik biakan murni tidak saja diperlukan bagaimana memperoleh suatu biakan yang murni, tetapi juga bagaimana memelihara serta mencegah pencemaran dari luar. Media untuk membiakkan bakteri haruslah steril sebelum digunakan. Pemindahan biakan mikroba yang dibiakkan harus sangat hati-hati dan mematuhi prosedur laboratorium agar tidak terjadi kontaminasi. Oleh karena itu, diperlukan teknik-teknik dalam pembiakan mikroorganisme. Medium akan menstimulir pertumbuhan mikroba yang dipelihara karena mengandung komponen-komponen yang dibutuhkan oleh mikroba tersebut seperti senyawa-senyawa organik (protein, karbohidrat, lemak, mineral dan vitamin) sehingga akan memperoleh biakan mikroorganisme yang murni dan dapat melihat mikroorganisme yang ada disekitar kita (Hastowo, 2002).
Inokulasi Penanaman Bakteri atau biasa disebut juga Inokulasi adalah pekerjaan memindahkan bakteri dari medium yang lama ke medium yang baru dengan tingkat ketelitian yang sangat tinggi, sedangkan Isolasi merupakan cara memisahkan mikroorganisme tertentu dari lingkungan, sehingga dapat diperoleh biakan yang sifatnya murni dan biakan tersebut disebut Kultur Murni (Hadioetomo, 1991).
Beberapa metode isolasi yang dapat digunakan yaitu isolasi tabur, isolasi gores, isolasi sebar, isolasi tuang, sedangkan metode inokulasi yaitu medium agar miring, medium agar tegak, dan medium cair (Hastowo, 2002).
Pentingnya mengisolasi suatu mikroba dari lingkungan kita seperti pada makanan (subtrat padat), minuman (subtrat cair) atau pada diri kita sendiri karena banyaknya mikroba/bakteri yang sulit untuk diamati atau dibedakan secara langsung oleh panca indera. Sehingga dengan isolasi akan mempermudah kita untuk melihat dan mengamati bentuk-bentuk pertumbuhan mikroba pada beberapa medium yang berbeda-beda serta melihat morfologi dari mikroba tersebut (Hadioetomo, 1991).

1.2  Tujuan
Adapun tujuan dilaksanakannya praktikum Teknik Isolasi yaitu untuk melatih mahasiswa agar mampu memisahkan mikroorganisme dari suatu subtrat ke subtrat lain atau dari suatu biakan campuran hingga diperoleh biakan murni.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian
Mikroorganisme di alam tersebar luas, mulai dari tempat terdingin di kutub sampai di dalam tubuh kita, termasuk mulut, saluran pencernaan, dan kulit. Hal tersebut mengakibatkan sulitnya pengamatan mikroba secara spesifik. Populasi mikroorganisme tersebut pada umumnya terdapat dalam populasi campuran. Amat jarang mikroorganisme tersebut dijumpai sebagai satu spesies tunggal. Di sisi lain, untuk mencirikan dan mengidentifikasikan suatu spesies mikroorganisme tertentu, yang pertama harus dilakukan adalah memisahkannya dari organisme lain, hingga diperoleh biakan murni. Biakan murni adalah biakan yang sel-selnya berasal dari pembelahan satu sel tunggal (Hadioetomo, 1991).
Proses pemisahan/pemurnian dari mikroorganisme lain perlu dilakukan karena semua pekerjaan mikrobiologis, misalnya menelaah dan identifikasi mikroorganisme, memerlukan suatu populasi yang hanya terdiri dari satu macam mikroorganisme saja. Teknik tersebut dikenal dengan Teknik Isolasi Mikroba (Dwidjoseputro, 1994).
Teknik isolasi adalah cara untuk memisahkan atau memindahkan mikroba tertentu dari lingkungannya, sehingga diperoleh kultur murni atau biakan murni. Kultur murni adalah kultur yang sel-selnya berasal dari pembelahan dari satu sel tunggal. Biakan murni diperlukan karena semua metode mikrobiologis yang digunakan untuk menelaah dan mengidentifikasi mikroba, termasuk penelaahan ciri-ciri kultur, morfologis, fisiologis, maupun serologis memerlukan suatu populasi yang terdiri dari satu macam mikroba saja (Dwidjoseputro, 1994).
Menurut (Zaraswati, 2004), berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam isolasi mikroba:

1.    Tempat hidup atau asal dari mikroba
2.    Sifat spesies mikroba
3.    Medium yang tepat sebagai tempat pertumbuhan mikroba
4.    Cara membiakkan mikroba
5.    Cara inkubasi
6.    Uji kemurnian mikroba
7.    Cara memelihara agar kemurniannya terjaga.

2.2 Metode Isolasi Mikroba
1.      Metode Piringan Goresan (Streak Plate)
Medium agar dicairkan, didinginkan pada suhu 45 , dituang ke dalam cawan petri steril (cawan gelas dengan garis tengah 3 inci) dan dibiarkan sampai menjadi padat. Kemudian dengan kawat gelang penginokulasi yang penuh dengan biakan campuran, goresan dilakukan diatas permukaan agar. Ada beberapa metode penggoresan yang berbeda, namun semua metode bertujuan untuk meletakkan sebagian besar organisme pada beberapa goresan pertama. Apabila sebaran dilakukan dengan menggerakkan kawat gelang kian kemari dari satu bagian kebagian lain cawan petri, bakteri yang tertinggal pada kawat gelang semakin berkurang. Jika dilakukan secara sempurna, goresan akhir akan meninggalkan bakteri individual cukup terpisah satu sama lain. Sehingga setelah mengalami pertumbuhan, koloni yang berasal dari bakteri individual akan benar-benar terpisah satu sama lain. Kemudian, koloni tunggal dapat dipindahkan kemedium steril, dan akan tumbuhlah biakan murni (Zaraswati, 2004).
2.      Metode Tuang (Pour Plate Method)
Terdiri atas penginokulasian biakan campuran kedalam tabung uji yang mengandung agar cair yang telah didinginkan pada suhu 45 . Isinya diaduk untuk memencarkan bakteri keseluruh medium. Campuran itu kemudian dituangkan kedalam cawan petri steril dan dibiarkan padat. Pertumbuhan koloni terjadi baik dalam medium. Tujuan pada kedua prosedur ialah untuk memisahkan bakteri satu sama lain sehinga sel-sel itu akan tumbuh menjadi koloni yang terpisah dalam medium yang padat. Kemudian dapat diambil sel-sel dari satu koloni untuk mendapatkan biakan murni. Dalam praktek, sering piringan kedua digores kembali dengan organisme yang berasal dari koloni yang diisolasi untuk menjamin bahwa hasil yang diperoleh adalah biakan murni (Zaraswati, 2004).
3.      Metode Pengenceran (Dilution)
Cara ini pertama kali dilakukan oleh Lister (1865) yang berhasil membiakan secara murni bakteri Streptococcus lactis yang diisolasi dari susu masam. Cara mengisolasinya dengan mengencerkan sampel susu sampai beberapa tingkat kemudian susu hasil pengenceran terakhir dipipet 100 l untuk ditanam sebar pada medium kultur padat. Hasil kultivasinya diperoleh beberapa koloni terpisah yang masing-masing dapat dipelihara pada medium lain sebagai biakan murni (Dwidjoseputro, 1994).
4.      Metode Penyebaran (Spread Plate)
Cara penyebaran dilakukan dengan menyiapkan sampel bahan dan medium kultur padat. Sampel bahan diambil menggunakan pipet kemudian diteteskan diatas medium kultur yang telah membeku dan tetesan sampel bahan diratakan di permukaan atas medium kultur menggunakan gelas perata. Hasil kultivasinya diperoleh beberapa koloni terpisah yang masing-masing dapat dipelihara pada medium lain sebagai biakan murni (Dwidjoseputro, 1994).
5.      Metode Pengucilan Sel Tunggal (Single Cell Isolation)
Cara pengucilan sel tunggal dilakukan menggunakan alat khusus yang dapat mengambil hanya satu sel mikroorganisme. Alat pengambilnya disebut mikropipet yang ditempatkan pada mikromanipulator. Pengambilan sel diawali dengan membuat tetesan bergantung pada gelas penutup preparat atau dalam gelas preparat cekung. Pengambilan sel dengan mikropipet dilakukan menggunakan mikroskop kemudian sel dipindah ke dalam medium kultur. Kultivasi ini menghasilkan koloni yang berasal dari keturunan satu sel (Dwidjoseputro, 1994).

Wednesday, June 17, 2015

Laporan Praktikum Mikrobiologi - Respirasi Bakteri



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Oksigen bebas dari udara sangatlah penting bagi bakteri untuk respirasi sel, namun keperluan bakteri akan oksigen bebas tersebut sangatlah berbeda, tergantung pada adanya sistem enzim biooksidatif yang ada pada tiap spesies, sehingga dikenal adanya respirasi aerob dan anaerob. Respirasi yang menggunakan oksigen bebas sebagai penerima elektron disebut respirasi aerob, dan yang menggunakan senyawa anorganik sebagai penerima elektron disebut respirasi anaerob (Dwidjoseputro, 1994).
Pengamatan terhadap kelompok bakteri yang mempunyai perbedaan sifat respirasi dapat dilakukan pada media pertumbuhan bakteri baik media padat maupun media cair, untuk memperjelas pengamatan terhadap sifat respirasi bakteri biasanya menggunakan media cair. Dalam media cair pertumbuhan bakteri tersebut dapat diamati lebih jelas dengan mengamati akumulasi dari sel-sel bakteri yang tumbuh. Bakteri aerob akan berada dipermukaan atas karena ia akan mengambil oksigen bebas dari udara, bakteri anaerob akan berada didasar jauh dari permukaan, bakteri yang anaerob fakultatif akan tumbuh tersebar pada medium cair tersebut, sebagai bakteri mikroaerofil akan tumbuh sedikit dibawah permukaan (Suriawiria, 1986).
Maka dari itu, untuk mengetahui jenis respirasi yang dilakukan bakteri, praktikum ini perlu dilakukan, agar para mahasiswa/praktikan dapat mengetahui secara langsung bakteri yang diuji melakukan respirasi yang seprti apa.

1.2  Tujuan
Adapun tujuan dilaksanakannya praktikum dengan judul Respirasi Bakteri ini adalah agar mahasiswa mengetahui sifat respirasi bakteri, dan agar mahasiswa dapat mengidentifikasi bakteri berdasarkan sifat respirasinya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Respirasi Bakteri
Respirasi didefinisikan sebagai penggunaan rantai angkut elektron untuk mengantarkan elektron ke penerima elektron anorganik akhir. Energi diperoleh melalui fosforilasi oksidatif tetapi prosesnya dapat menggunakan oksigen sebagai penerima elektron terakhir (respirasi aerob) atau senyawa anargonik lainnya (respirasi anaerob) (Pelczar, 1986).
Gas-gas utama yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri adalah oksigen dan karbon dioksida. Bakteri memperlihatkan keragaman yang luas dalam hal respon terhadap oksigen bebas dan atas dasar tersebut maka mudah sekali untuk membagi mereka menjadi empat kelompok yaitu aerobik, anaerob, anaerob fakultatif, dan mikroanaerob, dan kelompok ini dapat dibedakan menurut pola pertumbuhan didalam tabung-tabung reaksi (Pelczar, 1986).
Menurut (Dwidjoseputro, 1994), faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri yaitu:
1.      Temperatur, umumnya bakteri tumbuh baik pada suhu antara 25-35 . Kelembaban, lingkungan lembab dan tingginya kadar air sangat menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri.
2.      Sinar matahari, sinar ultraviolet yang terkandung dalam sinar matahari dapat mematikan bakteri.
3.      Zat kimia, antibiotik, logam berat dan senyawa-senyawa kimia tertentu dapat menghambat bahkan mematikan bakteri.

2.2 Macam-Macam Akumulasi Bakteri
2.2.1 Respirasi Aerob
Banyak organisme dapat menggunakan oksigen sebagai penerima hidrogen terakhir, dalam hal demikian, tidak perlu mereduksi hasil antara lain seperti halnya pada fermentasi, hasil semacam itu dapat dioksidasi secara sempurna menjadi CO2 Dan H2O. Hal ini merupakan keuntungan luar biasa bagi organisme itu karena banyaknya energi yang tersedia dari oksidasi sempurna molekul glukosa lebih besar dari pada energi yang diperoleh dari fermentasi glukosa. Hal ini terjadi karena jalan bertahap setiap pasangan elektron dari NADH ke oksigen melalui serangkaian pengangkutan tiga molekul ATP (Pelczar, 1986).

2.2.2 Respirasi Anaerob
Organisme anaerobik atau anaerob adalah setiap organisme yang tidak memerlukan oksigen untuk tumbuh. Anaerob obligat akan mati bila terpapar pada oksigen dengan kadar atmosfer ().
Ada kelompok organisme terakhir yang terpisahkan karena organisme ini bukan pula fermentatif. Bakteri ini adalah anaerob obligat, tetapi bukannya menggunakan hasil antara mtabolismenya, organisme tersebut menggunakan ion-ion anorganik sebagai penerima elektron terakhir. Organisme semacam ini dapat dibagi lagi menjadi tiga tipe: pereduksi netrat, pereduksi sulfat, pereduksi metan (Suriawiria, 1986).

2.2.3 Respirasi Mikroaerofilik
Mikroaerofilik respirasi bagi organisme yang dapat menggunakan oksigen, tetapi hanya pada konsentrasi yang rendah (rentang mikromolar rendah), pertumbuhannya dihambat oleh level oksigen yang normal (sekitar 200 mikromolar) (Wheeler, 1993).

2.2.4 Respirasi Fakultatif Anaerob
Anaerob fakultatif dapat menggunakan oksigen jika tersedia.
Organisme aerotoleran dapat hidup walaupun terdapat oksigen di sekitarnya, tetapi mereka tetap anaerobik karena mereka tidak menggunakan oksigen sebagai terminal electron acceptor (akseptor elektron terminal) (Wheeler, 1993).

Mikrobiologi - Pengecatan/Pewarnaan Bakteri



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Mikroorganisme yang ada di alam ini mempunyai morfologi, struktur dan sifat-sifat yang khas, begitu pula dengan bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan kontras dengan air, dimana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan. Salah satu cara untuk mengamati bentuk sel bakteri sehingga mudah untuk diidentifikasi ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan. Hal tersebut juga berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya, yaitu mengetahui reaksi dinding sel bakteri melalui serangkaian pengecatan (Hastowo, 2002).
Mikroorganisme sulit dilihat dengan mikroskop cahaya, karena tidak mengadsorpsi ataupun membiaskan cahaya. Alasan inilah yang menyebabkan zat warna digunakan untuk mewarnai mikroorganisme ataupun latar belakangnya. Zat warna mengadsorpsi dan membiaskan cahaya sehingga kontras mikroorganisme disekelilingya ditingkatkan. Penggunaan zat warna memungkinkan pengamatan struktur sel seperti spora dan bahan infeksi yang mengandung zat pati dan granula fosfat. Pewarnaan yang digunakan untuk melihat salah satu struktur sel disebut pewarnaan khusus. Sedangkan pewarnaan yang digunakan untuk memilahkan mikroorganisme disebut pewarnaan diferensial yang memilahkan bakteri menjadi kelompok gram positif dan gram negatif. Pewarnaan diferensial lainnya ialah pewarnaan Ziehl Neelsen yang memilihkan bakterinya menjadi kelompok-kelompok tahan asam dan tidak tahan asam (Dwidjoseputro, 1994).
Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah salah satu teknik pewarnaan yang paling penting dan luas yang digunakan untuk mengidentifikasi bakteri. Dalam proses ini, olesan bakteri yang sudah terfiksasi dikenai larutan-larutan berikut: zat pewarna kristal violet, larutan yodium, larutan alkohol (bahan pemucat), dan zat pewarna tandingannya berupa zat warna safranin atau air fuchsin (Hastowo, 2002).
1.2  Tujuan
Adapun tujuan dilaksanakannya praktikum Pengecatan/Pewarnaan Bakteri ini adalah untuk mengamati morfologi bakteri, untuk mengamati dan membedakan struktur yang terdapat dalam sel dan juga untuk membedakan kelompok bakteri berdasarkan reaksinya terhadap warna yang sekaligus menunjukkan sifat bakteri tersebut, serta untuk mempelajari pewarnaan spora bakteri.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pewarnaan Bakteri
Pengenalan bentuk mikroba, kecuali mikroalgae harus dilakukan pewarnaan terlebih dahulu agar dapat diamati dengan jelas. Tujuan dari pewarnaan adalah untuk mempermudah pengamatan bentuk sel bakteri, memperluas ukuran jasad, mengamati struktur dalam dan luar sel bakteri, dan melihat reaksi jasad terhadap pewarna yang diberikan sehingga sifat fisik atau kimia jasad dapat diketahui (Hadioetomo, 1991).
Pada umumnya bakteri bersifat tembus cahaya, hal ini disebabkan karena banyak bakteri yang tidak mempunyai zat warna (Hastowo, 2002).
Metode pengecatan pertama kali ditemukan oleh Christian Gram pada tahun 1884. Dengan metode ini. Bakteri dapat dikelompokkan menjadi dua yatu, bakteri gram positif dan bakteri gram negatif, yang didasarkan dari reaksi atau sifat bakteri terhadap cat tersebut. Reaksi atau sifat bakteri tersebut ditentukan oleh komposisi dinding selnya sehingga pengecatan gram tidak bisa dilakukan pada mikroorganisme yang tidak mempunyai dinding sel seperti Mycoplasma sp (Hadioetomo, 1991).
Berhasil tidaknya suatu pewarnaan sangat ditentukan oleh waktu pemberian warna dan umur biakan yang diwarnai (umur biakan yang baik adalah 24 jam). Umumnya zat warna yang digunakan adalah garam-garam yang dibangun oleh ion-ion yang bermuatan positif dan negatif dimana salah satu ion tersebut berwarna (Hadioetomo. 1991).

2.2 Macam-Macam Pewarnaan Bakteri
Pewarnaan pada bakteri dibagi menjadi tiga, yaitu :
1.  Pewarnaan Sederhana
Pewarnaan sederhana merupakan teknik pewarnaan yang paling banyak digunakan. Disebut sederhana karena hanya menggunakan satu jenis zat warna untuk mewarnai organisme tersebut. Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarnaan-pewarnaan sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofilik (suka dengan basa). Zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkolin. Dengan pewarnaan sederhana dapat mengetahui bentuk dan rangkaian sel-sel bakteri. Pewarna basa yang biasa digunakan untuk pewarnaan sederhana ialah metilen biru, kristal violet, dan karbol fuchsin yang mana pewarnaan sederhana ini dibagi lagi menjadi dua jenis pewarnaan (Dwidjoseputro, 1994).
a.       Pewarnaan Asam
Merupakan pewarnaan yang menggunakan satu macam zat warna dengan tujuan hanya untuk melihat bentuk sel. Adapun zat warna yang dipakai dalam pewarnaan positif adalah metilen biru dan air fuchsin (Dwidjoseputro, 1994).
b.      Pewarnaan Basa
Pewarnaan basa atau negatif merupakan metode pewarnaan untuk mewarnai bakteri tetapi mewarnai latar belakangnya menjadi hitam gelap. Pada pewarnaan ini mikroorganisme kelihatan transparan (tembus pandang). Teknik ini berguna untuk menentukan morfologi dan ukuran sel. Metode ini menggunakan tinta cina (Dwidjoseputro, 1994).

2.  Pewarnaan Diferensial (Gram)
Pewarnaan gram atau metode gram adalah suatu metode empiris untuk membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok besar, yakni gram positif dan gram negatif, berdasarkan sifat kimia dan fisik dinding sel mereka. Metode ini diberi nama berdasarkan penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian Gram (1853–1938) yang mengembangkan teknik ini pada tahun 1884 untuk membedakan antara pneumokokus dan bakteri Klebsiella pneumoniae. Bakteri gram-negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu pada metode pewarnaan gram. Bakteri gram positif akan mempertahankan zat warna metil ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara bakteri gram negatif tidak. Pada uji pewarnaan gram, suatu pewarna penimbal (counterstain) ditambahkan setelah metil ungu, yang membuat semua bakteri gram negatif menjadi berwarna merah atau merah muda. Pengujian ini berguna untuk mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini berdasarkan perbedaan struktur dinding sel mereka (Hastowo, 2002).
Menurut (Hadioetomo, 1991), dalam pewarnaan gram diperlukan empat reagen yaitu:
a.         Zat warna utama (violet kristal)
b.         Mordan (larutan Iodin) yaitu senyawa yang digunakan untuk mengintensifkan warna utama. Pencuci/peluntur zat warna (alkohol/aseton) yaitu solven organic yang digunakan untuk melunturkan zat warna utama.
c.         Zat warna kedua/cat penutup (safranin) digunakan untuk mewarnai kembali sel-sel yang telah kehilangan cat utama setelah perlakuan dengan alkohol.
Bakteri gram negatif memiliki 3 lapisan dinding sel. Lapisan terluar yaitu lipoposakarida (lipid) kemungkinan tercuci oleh alkohol, sehingga pada saat diwarnai dengan safranin akan berwarna merah. Bakteri gram positif memiliki selapis dinding sel berupa peptidoglikan yang tebal. Setelah pewarnaan dengan kristal violet, pori-pori dinding sel menyempit akibat dekolorisasi oleh alkohol sehingga dinding sel tetap menahan warna biru (Hadioetomo, 1991).
Sel bakteri gram positif mungkin akan tampak merah jika waktu dekolorisasi terlalu lama. Sedangkan bakteri gram negatif akan tampak ungu bila waktu dekolorisasi terlalu pendek (Hadioetomo, 1991).
Pewarnaan Ziehl Neelsen. Larutan karbol fuchsin 0,3% dituang pada seluruh permukaan sediaan, kemudian dipanaskan diatas nyala api sampai keluar asap tetapi tidak sampai mendidih atau kering selama 5 menit. Sediaan kemudian dibiarkan dingin selama 5-7 menit lalu kelebihan zat warna dibuang dan dicuci dengan air yang mengalir perlahan. Setelah itu larutan asam alkohol 3% (hydrochloric acid-ethanol) dituang pada sediaan dan dibiarkan 2-4 menit kemudian dicuci dengan air mengalir selama 1-3 menit, kelebihan larutan dibuang. Larutan methylene blue 0,1% dituang sampai menutup seluruh permukaan, dibiarkan 1 menit lalu larutan dibuang dan dicuci dengan air mengalir (Zaraswati, 2004).

3. Pewarnaan Khusus
Pewarnaan khusus merupakan metode pewarnaan untuk mewarnai struktur khusus atau tertentu dari bakteri seperti bagian spora, kapsul, flagel dsb. Contoh pewarnaan khusus: Pewarnaan Endospora anggota dari genus Clostridium, Desulfomaculatum, dan Bacillus adalah bakteri yang memproduksi endospora dalam siklus hidupnya. Endospora merupakan bentuk dorman dari sel vegetatif, sehingga metabolismenya bersifat inaktif dan mampu bertahan dalam tekanan fisik dan kimia seperti panas, kering, dingin, radiasi, dan bahan kimia. Tujuan dilakukannya pewarnaan endospora adalah membedakan endospora dengan sel vegetatif, sehingga pembedaannya tampak jelas. Endospora tetap dapat dilihat di bawah mikroskop meskipun tanpa pewarnaan dan tampak sebagai bulatan transparan. Namun jika dengan pewarnaan sederhana, endospora sulit dibedakan dengan badan inklusi (Hastowo, 2002).
a.  Pewarnaan Kapsul                                              
Pewarnaan ini menggunakan larutan kristal violet panas, lalu larutan tembaga sulfat sebagai pembilasan menghasilkan warna biru pucat pada kapsul, karena jika pembilasan dengan air dapat melarutkan kapsul. Garam tembaga juga memberi warna pada latar belakang yang berwana biru gelap (Hastowo, 2002).
b.  Pewarnaan Spora
Dinding spora relatif tidak permeable, namun zat warna bisa menembusnya dengan cara memanaskan preparat (Hastowo, 2002).

c.  Pewarnaan Flagel
Pewarnaan flagel dengan memberi suspensi koloid garam asam tanat yang tidak stabil, sehingga terbentuk presipitat tebal pada dinding sel dan flagel (Hastowo, 2002).
d.  Pewarnaan Nukleoid
Pewarnaan nukleoid menggunakan pewarna fuchsin yang khusus untuk DNA (Hastowo, 2002).

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Mikrobiologi dengan judul Pengecatan/Pewarnaan Bakteri dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 9 Desember 2013 pada pukul 13.20 WIB hingga selesai. Praktikum ini bertempat di Laboratorium Biologi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah Palembang.

3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan yaitu:
1.         Object Glass
2.         Tisu
3.         Jarum Ose
4.         Mikroskop
5.         Bunsen
6.         Nampan
7.         Rak dari Kawat
8.         Penaras Air

3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan yaitu:
1.         Akuades
2.         Metilen Blue
3.         Gentian Violet
4.         Larutan Iodium
5.         Alkohol 96%
6.         Larutan Safranin
7.         Bakteri yang akan diuji

3.3. Cara Kerja
3.3.1        Pewarnaan sederhana
a.    Pewarnaan sederhana positif
1)        Bersihkan object glass dengan kapas.
2)        Jika perlu tuliskan kode atau nama bakteri pada sudut object glass.
3)        Bila menggunakan biakan cair pindahkan setetes biakan dengan pipet tetes atau dapat juga dipindahkan dengan jarum inokulum. Jangan lupa biakan dikocok terlebih dahulu. Jika digunakan biakan padat, maka biakan dipindahkan dengan jarum inokulum, satu ulasan saja kemudian diberi aquades dan disebarkan supaya sel merata.
4)        Keringkan ulasan tersebut sambil memfiksasinya dengan api bunsen (lewatkan pada api 2-3 kali).
5)        Setelah benar-benar kering dan tersebar selanjutnya ditetesi dengan pewarna (dapat digunakan methylen blue, safranin, crystal violet) dan tunggu kurang lebih 30 detik.
6)        Cuci dengan aquades kemudian keringkan dengan kertas tisu.
7)        Periksa dengan mikroskop (perbesaran 100 x 10).
b.      Pewarnaan sederhana negatif
1)      Ambil dua object glass, teteskan nigrosin atau tinta cina diujung kanan salah satu object glass.
2)      Biakan diambil lalu diulaskan atau diteteskan dalam tetesan nitrogen tadi, lalu dicampurkan.
3)      Tempelkan sisi object glass yang lain kemudian gesekkan kesamping kiri.
4)      Biarkan preparat mengering diudara, jangan difiksasi atau dipanaskan diatas api.

3.3.2        Pewarnaan gram
Cara kerja
Hasil atau dampak
Buat preparat ulas (smear) yang telah difiksasi dari bakteri gram positif misal Bacillus subtilis  dan gram negatif misal Escherichia coli.
Sel bakteri tertempel pada permukaan kaca (object glass).
Teteskan kristal violet sebagai pewarna utama pada kedua preparat, usahakan semua ulasan terwarnai dan tunggu selama lebih kurang 1 menit.
Kristal ungu akan mewarnai seluruh permukaan bakteri gram positif dan gram negatif.
Cuci dengan aquades mengalir.

Teteskan mordan (lugol’s iodin) lalu tunggu kurang lebih 1 menit.
Adanya lugol’s iodin menyebabkan adanya ikatan CV dengan iodin  yang akan meningkatkan afinitas pengikatan zat warna oleh bakteri. Pada gram positif  dapat terbentuk CV iodin ribonukleat pada dinding sel.
Cuci dengan aquades mengalir.

Beri larutan pemucat (alkohol 96%/aseton) setetes demi setetes sehingga etanol yang jatuh berwarna jernih. Jangan sampai terlalu banyak (overdecolorize)
Penetesan etanol absolut menyebabkan terbentuknya pori-pori pada gram negatif yang memiliki banyak lapisan lemak (lipid larut dalam etanol), sehingga CV-iodine akan lepas dari permukaan sel gram negatif, sedangkan pada gram positif CV-iodin tetap menempel pada dinding sel, sel gram negatif menjadi bening.
Cuci dengan aquades mengalir.

Teteskan counterstain (safranin) dan tunggu selama kurang lebih 45 detik.
Safranin akan mewarnai sel gram negatif menjadi berwarna merah, sedangkan gram positif tidak terpengaruh. Counterstain hanya berfungsi sebagai pengontras saja.
Cuci dengan aquades mengalir.

Keringkan preparat dengan kertas tisu yang ditempelkan disisi ulasan (jangan sampai merusak ulasan) lalu biarkan mengering diudara.


3.3.3        Pewarnaan Spora
a.         Sediakan object glass yang bersih, lalu fiksasi.
b.        Teteskan setetes aquades steril diatas kaca object glass tersebut.
c.         Ambil bakteri yang akan diuji dengan menggunakan jarum ose (inokulasi), lalu letakkan diatas tetesan aquades itu, ratakan pelan-pelan.
d.        Ambil object glass yang lainnya yang bersih, lalu letakkan diatas object glass sediaan tersebut sehingga membentuk sudut 450.
e.         Geser object glass, sehingga sediaan menjadi tipis dan merata, biarkan hingga kering
f.         Fiksasi dengan cara melewatkan sediaan diatas nyala api bunsen dengan cepat.
g.        Teteskan larutan hijau metalik diatas apusan bakteri tersebut, lalu panskan diatas uap air mendidih selama 5 menit. Jagalah jangan sampai apusan mengering, jika mengering tambahkan kembali larutan hijau metalik.
h.        Cuci dengan air mengalir.
i.          Teteskan dengan larutan safranin pada apusan sehingga seluruh apusan tertutup biarkan selama 1-2 menit.
j.          Cuci dengan air mengalir, lalu keringkan dengan menggunakan kertas hisap atau tisu.
k.        Amati dengan menggunakan mikroskop dengan minyak imersi. Sel vegetatif akan berwarna merah muda dan spora akan berwarna hijau.
l.          Gambar sel dengan sporanya.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Bentuk
Warna
Gambar
Batang/Basil
Ungu
Bacillus subtilis
(Gram Positif)
Bulat
Merah Muda
Serratia marcescens
(Gram Negatif)

4.2 Pembahasan
Pewarnaan gram merupakan pewarnaan yang digunakan untuk mengelompokan bakteri gram positif dan gram negatif. Bakteri gram positif akan mempertahankan zat warna kristal violet dan akan tampak berwarna ungu tua di bawah mikroskop. Adapun bakteri gram negatif akan kehilangan zat warna kristal violet setelah dicuci dengan alkohol, dan sewaktu diberi zat pewarna air fuchsin atau safranin akan tampak berwarna merah. Perbedaan zat warna ini disebabkan oleh perbedaan dalam struktur kimiawi dinding selnya. Pewarna yang digunakan dalam pewarnaan gram antara lain: kristal violet, alkohol, safranin, dan iodin (Lay, 1994).
Fuchsin carbon, merupakan campuran fuchsin fenol dan dasar yang digunakan dalam prosedur pewarnaan bakteri. Hal ini umumnya digunakan dalam pewarnaan mikrobateria karena memiliki ketertarikan untuk asam mycolic yang ditemukan di dinding sel mikroba, carbol fuchsin juga digunakan sebagai antiseptik tropikal (Lay, 1994).
Crystal violet atau ungu gentian digunakan sebagai histologis noda dalam metode gram klasifikasi bakteri. Crystal violet memiliki sifat sifat anti bakteri, jamur dan obat cacing, dan sebelumnya penting sebagai antiseptik topikal (Pelczar, 1986).
Nigrosin adalah campuran dari pewarna sintesis hitam yang dibuat dengan memanaskan campuran nitrobenzena, anilin, dan hidroklorida. Industri utamanya adalah sebagai pewarna untuk lak, pernis, dan tinta penanda pena. Didalam biologi, nigrosin digunakan untuk pewarnaan negatif bakteri. Bentuk dan organisme yang terlihat sebagai warna bebas menguraikan terhadap latar belakang gelap. Keuntungan dari menggunakan metode ini daripada noda positif biasa seperti fuchsin, metilen blue, atau carbol, ialah bahwa fiksasi sebelumnya oleh panas atau alkohol tidak diperlukan sehingga organisme terlihat. Selain itu pewarnaan negatif dengan nigrosin dapat mengungkapkan beberapa mikroorganisme yang tidak dapat diwarnai dengan  metode biasa (Lay, 1994).
Lugol’s yodium, juga dikenal sebagai solusi lugol, merupakan solusi dari iodium dan iodida dalam air. Larutan iodium lugol digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan, dan untuk desinfikasi darurat air minum, dan sebagai reagen untuk deteksi pasti di dalam laboratorium, pewarnaan dan tes medis (Dwidjoseputro, 1994).
Safranin dalah noda biologis yang digunakan dalam histologi dan sitologi. Safranin digunakan sebagai conterstain dalam beberapa protokol pewarnaan. Persiapan safranin komersial sering mengandung campuran dari kedua jenis. Safranin juga digunakan sebagai indikator redok dalam kimia analitik (Dwidjoseputro, 1994).
Fiksasi adalah suatu metode persiapan untuk menyiapkan suatu sampel agar tampak realistik dengan menggunakan grutaldehid dengan proses pembakaran. Fiksasi bertujuan untuk mematikan bakteri dan melekatkan sel bakteri pada objek glass tanpa merusak struktur selnya (Lay, 1994).
Pada praktikum kali ini para praktikan menggunakan larutan pewarnaan yang telah jadi, namun tetap harus diketahui bagaimana cara pembuatan larutan pewarnaan secara manual. Untuk larutan kristal violet sebanyak 100 gram, dibutuhkan alkohol  sebanyak 20 ml, amonium oksalat 0,8 gram, dan aquades 80 ml yang kemudian harus di homogenkan menggunakan hot plate. Lalu untuk larutan lugol komposisinya yaitu iodium sebanyak 3 gram, kalium iodin 0,6 gram, dan aquades 100 ml, yang kemudian juga dihomogenkan terlebih dahulu mnggunakan hot plate. Larutan ketiga yaitu aseton alkohol yang merupakan campuran dari aseton sebanyak 30% dan alkohol sebanyak 70%, campuran larutan ini tidak perlu di homogen kan menggunakan hot plate, karena mereka sudah sama-sama homogen. Larutan yang terakhir yaitu safranin, untuk larutan ini digunakan safranin serbuk sebanyak 0,5 gram, etanol 10 ml, dan aquades 100 ml, yang selanjutnya di homogenkan menggunakan hot plate.
Pada praktkum di dapati hasil bahwa pada pewarnaan bakteri Bacillus subtilis dengan pengamatan mikroskop pada perbesaran 4x10 bentuk bakterinya basil/batang, lalu warna yang tetap menempel adalah warna ungu, sehingga diketahui bahwa Bacillus subtilis merupakan gram positif. Sedangkan pada bakteri Serratia marcescens yang diamati dengan mikroskop pada perbesaran 4x10 juga, bakteri berbentuk bulat/kokus dan tetap mempertahankan warna merah muda, yang berarti Serratia marcescens merupakan gram negatif.
Hal ini diperkuat oleh (Pelczar, 1986). Beberapa perbedaan sifat yang dapat dijumpai antara bakteri gram positif dan bakteri gram negatif yaitu bakteri gram-positif  adalah bakteri yang  mempertahankan zat warna metil ungu sewaktu proses pewarnaan gram. Bakteri jenis ini akan berwarna biru atau ungu dibawah mikroskop, sedangkan bakteri gram-negatif akan berwarna merah atau merah muda. Perbedaan klasifikasi antara kedua jenis bakteri ini terutama didasarkan pada perbedaan struktur dinding sel bakteri.
Menurut (Lay, 1994). Bakteri gram-negatif  tidak mempertahankan zat warna metil ungu pada metode pewarnaan gram. Bakteri gram-positif akan mempertahankan warna ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara bakteri gram-negatif tidak. Pada uji pewarnaan gram, suatu pewarna penimbal (counterstain) ditambahkan setelah metil ungu, yang membuat semua bakteri gram-negatif menjadi berwarna merah atau merah muda.