Beranda

Sunday, September 16, 2018

Fisiologi Hewan: Transport di Dalam Tubuh


Sistem transport pada hewan memindahkan substansi dari tempat mereka tersimpan menuju ke tempat mereka dibutuhkan untuk tujuan kegiatan metabolik dan fisiologis lainnya. Sistem transportasi diperlukan karena difusi melalui sistem fluida adalah proses yang lamban, akibatnya sel tunggal pun tidak dapat hanya mengandalkan proses ini untuk distribusi bahan metabolik secepat yang  dibutuhkan. Hewan paling kecil sekalipun harus memiliki sarana untuk mengangkut zat-zat termasuk molekul makanan, gas pernafasan, produk limbah, dan lain-lain di dalam tubuhnya. Sebagai contoh, oksigen harus berpindah dari lingkungan luar ke dalam tubuh dan ke setiap sel hewan untuk respirasi. Di saat yang bersamaan hasil pembuangan dari proses metabolisme yang meliputi karbon dioksida, air, energi panas, dll, harus dibuang dari sel dan dilepaskan ke lingkungan luar tubuh hewan (Okonkwo, 2015).
Kebanyakan sel pada organisme multiseluler tidak bisa berpindah untuk memperoleh oksigen dan nutrien atau mengeluarkan karbon dioksida dan buangan lainnya. Sebagai gantinya, dua tugas ini dilakukan oleh 2 cairan: darah dan cairan interstitial. Darah adalah jaringan penghubung cair yang terdiri dari sel-sel yang terapit oleh cairan matriks ekstraseluler yang disebut plasma darah. Plasma darah menampung berbagai macam sel dan keping sel. Cairan interstitial adalah cairan yang membasuh sel-sel tubuh dan senantiasa diperbaharui oleh darah. Darah mengangkut oksigen dari paru-paru dan nutrien dari saluran pencernaan, yang kemudian berdifusi dari darah ke dalam cairan interstitial menuju sel-sel tubuh. Karbon dioksida dan zat buangan lainnya berpindah ke arah sebaliknya, yaitu dari sel-sel tubuh ke dalam cairan interstitial dan selanjutnya menuju darah. Darah kemudian mengangkut limbah tersebut menuju berbagai organ (paru-paru, ginjal, dan kulit) untuk dikeluarkan/dibuang dari tubuh (Tortora dkk, 2016).
Selain darah, terdapat macam cairan lainnya yang berfungsi sebagai salah satu media transport di dalam tubuh. Perlu diketahui, pada semua hewan multiseluler, cairan tubuh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. Komposisi air di dalam tubuh hewan berkisar di 70%, di mana 45% berada di dalam sel (intrasel) dan 25% sisanya berada di luar sel (ekstrasel). Kali ini, kita hanya akan menuliskan tentang cairan ekstraseluler, yang mana terbagi menjadi empat cairan ekstraseluler, yaitu cairan jaringan (cairan ekstrasel), limfe, darah, dan hemolimfe.
Sistem transportasi di dalam tubuh yang paling dikenal adalah sistem sirkulasi darah, hal ini tidak terlepas dari salah satu fungsi darah yaitu berperan dalam transportasi di dalam tubuh. Darah dalam sistem sirkulasi merupakan komponen fisiologis yang menjadi penyokong substansial bagi keberlangsungan proses-proses fisiologis lainnya seperti respirasi, reproduksi dan sistem-sistem lain. Darah merupakan jaringan ikat dengan matriks berupa cairan plasma dan mengandung komponen selular berupa sel-sel darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit).
Komponen atau substansi-substansi yang sangat membutuhkan darah dalam proses transportasinya adalah (Santoso, 2009):
1.        gas-gas respirasi (oksigen dan karbondioksida).
2.        nutrien-nutrien yang ditransportasikan dari saluran gastrointestinal ke organorgan penyimpanan dan ke jaringan atau sel yang membutuhkan.
3.        produk-produk sisa, misalnya urea yang ditransportasikan dari hepar ke ren atau ginjal dan CO2 yang ditransportasikan dari jaringan ke paru-paru untuk dibuang keluar tubuh.
4.        sel-sel darah yang terspesialisasi, misalnya leukosit yang berperan dalam pertahanan imunitas serta trombosit atau paltelet yang berperan penting dalam hemostasis (pembekuan darah).
5.        hormon-hormon yang sangat tergantung kepada darah dalam proses transportasinya ke sel target. Dalam banyak hal, terkadang hormon membutuhkan molekul protein pengangkut spesifik yang mengikatnya di dalamdarah sehingga dapat ditransportasikan secara optimal ke sel target.
6.        panas tubuh ditransfer dari organisme ke lingkungannya atau sebaliknya, juga melibatkan mekanisme aliran dalam vaskular darah di kulit.

A.      Transportasi Melalui Membran
Transpor zat melalui membran dapat terjadi dengan dua cara, yaitu secara pasif (difusi atau osmosis) dan aktif (menggunakan energi dari sel) (Isnaeni, 2006). Sel-sel dan bagian-bagiannya memperoleh bahan-bahan yang diperlukan dan mengirimkan berbagai bahan hasil sintesisnya, melalui membran dan sistem cairan sel. Bila suatu senyawa masuk atau keluar sel (melalui membran) tanpa memerlukan energi secara khusus, maka proses ini dikatakan sebagai proses pasif. Bila untuk perpindahan senyawa tersebut diperlukan energi atau usaha khusus, hal ini dikatakan sebagai proses aktif (Rumanta, 2009).
1.         Proses transportasi pasif
Transportasi pasif dapat terjadi karena terdapat perbedaan kadar zat atau energi antara kedua bagian yang bersebelahan pada membran atau dalam bagian-bagian yang berbeda di dalam suatu larutan.
a.         Difusi
Difusi ialah perpindahan molekul/partikel zat terlarut dari larutan yang pekat (konsentrasi zat terlarut lebih tinggi) ke larutan yang lebih encer (konsentrasi zat terlarut lebih rendah) (Isnaeni, 2004). Tenaga utama dalam proses difusi berasal dari keadaan molekul-molekul yang selalu bergerak, hingga terjadi tumbukan antara molekul atau tumbukan antara molekul dengan membran. Bila di satu bagian dalam suatu larutan terdapat zat lebih banyak (lebih pekat) maka frekuensi tumbukan di bagian tersebut akan lebih tinggi. Akibatnya, zat terlarut tersebut akan terlempar dan tersebar ke bagian yang kurang pekat konsentrasinya, hingga pada satu saat, di setiap bagian larutan tersebut terkandung kadar zat yang sama (larutan homogen). Pada larutan yang telah homogen, tumbukan atau gerakan partikel di setiap bagian akan sama ke setiap arah(Rumanta, 2009).
Misalkan terdapat membran yang membatasi daerah lebih pekat dengan daerah kurang pekat. Membran dapat dilewati zat terlarut. Tumbukan molekul-molekul zat terlarut akan lebih banyak di daerah yang lebih pekat. Karena membran dapat dilewati zat terlarut, maka gerakan molekul dapat melewati membran ke arah daerah yang kurang pekat. Dikatakan zat tersebut berdifusi melewati membran ke arah bagian larutan dengan konsentrasi yang lebih rendah. Bila konsentrasi larutan di kedua sisi membran telah sama, maka gerakan zat ke setiap arah akan seimbang. Bila ukuran molekul-molekul zat yang berdifusi lebih kecil maka difusi akan berlangsung lebih cepat, karena molekul demikian bergerak lebih cepat dan terlempar lebih jauh akibat dari tumbukan. Contoh difusi terbaik adalah pertukaran gas O2 dan CO2 di paru-paru(Rumanta, 2009).

Gambar 15. Difusi pada membran plasma
b.        Osmosis
Proses ini serupa dengan difusi tetapi yang bergerak melalui membran hanya air, sedangkan zat lain tidak dapat melewati membran. Membran demikian dikatakan sebagai membran yang semipermeabel, hanya dapat dilewati air saja, sedang molekul lain tidak dapat lewat. Gerakan air berasal dari daerah yang mengandung kadar air lebih tinggi ke daerah yang mengandung kadar air lebih rendah. Di sini terdapat perbedaan kadar air karena perbedaan kadar zat yang terlarut. Pada suatu larutan yang mengandung senyawa terlarut lebih banyak, dikatakan memiliki kandungan air lebih rendah di dalam volume tertentu(Rumanta, 2009).
Sel menganut sistem osmotik karena membran sel bersifat semi-permeabilitas. Bila sebuah sel diletakkan di dalam larutan tertentu, sehingga molekul-molekul air akan bergerak melalui membran dan gerakannya dapat keluar maupun ke dalam sel dalam kecepatan yang sama. Hal ini berarti, sel ditempatkan di dalam larutan yang isotonis atau isosmotis (iso=sama). Bila sel berada di dalam larutan yang mempunyai kadar zat terlarut lebih rendah dibandingkan dengan kadar di dalam sel, sel berada di dalam larutan yang hipotonis (hipo-osmotis). Dalam keadaan ini molekul-molekul air bergerak lebih cepat ke dalam sel daripada keluar sel, karena kadar air di luar sel lebih besar. Sel tersebut akan mengembang dan mungkin pecah, bila kekuatan membran terlampaui. Keadaan sebaliknya terjadi bila sebuah sel berada dalam larutan yang hipertonis (hiper-osmotis). Dalam keadaan demikian, kadar air di dalam sel lebih tinggi daripada di luar sel, sehingga terjadi aliran air keluar sel, menyebabkan sel berkerut. Dari kejadian-kejadian tersebut di atas jelaslah bahwa sangat diperlukan adanya mekanisme pengaturan di dalam tubuh, meliputi pengaturan zat terlarut di dalam cairan tubuh agar sel-sel tidak menggembung maupun mengkerut, sebagai akibat dari masuk atau keluarnya air yang berlebihan ke dan dari sel(Rumanta, 2009).

Gambar 16. Osmosis pada sel darah merah dan sel tumbuhan.
c.         Difusi dipermudah (facilitated diffusion)
Difusi dipermudah ialah proses pengangkutan zat terlarut dari larutan yang lebih pekat ke larutan yang lebih encer, dengan dibantu protein pembawa (karier = pengemban) yang terdapat pada membran. Dalam difusi dipermudah, zat yang akan ditranspor harus dapat berikatan dengan protein karier pada membran, kemudian membentuk kompleks substrat protein yang dapat larut dalam lapisan lipid membran. Contoh difusi dipermudah adalah gula yang diangkut dari lumen usus ke sel epitel usus. Gula merupakan molekul yang dapat larut dalam air, namun, dikarenakan ukuran molekulnya yang lebih besar dari pori pada membran, maka untuk bisa melewati membran tersebut gula memerlukan bantuan protein pembawa yang bersifat khusus (protein pembawa glukosa tidak sama dengan protein pembawa fruktosa). Kelebihan dari difusi dipermudah adalah kemampuannya mengangkut zat yang lebih cepat dibandingkan dengan difusi biasa (Isnaeni, 2006).
d.        Dialisis
Di dalam suatu larutan yang dibatasi oleh membran terdapat beberapa zat terlarut. Membran pembatasnya bersifat permeabel hanya terhadap zat-zat tertentu saja. Bila terdapat perbedaan kadar zat di antara kedua sisi membran, maka akan terjadi aliran zat tersebut melalui membran, dari larutan berkadar lebih tinggi ke bagian larutan berkadar lebih rendah, sehingga zat ini akan terpisah dari zat-zat terlarut lain yang tidak dapat melewati membran. Prinsip dialisis digunakan dalam ginjal buatan. Darah pasien dialirkan ke tabung-tabung dialisis hingga terjadi pemisahan zat-zat toksik terlarut (urea). Proses ini dikenal sebagai hemodialisis (Rumanta, 2009).
e.         Filtrasi
Proses ini terjadi bila terdapat perbedaan tekanan cairan diantara kedua membran. Membran berlaku sebagai saringan yang dapat melewatkan molekul-molekul atas dasar ukurannya dengan bantuan tekanan terhadap membran. Aliran pelarut dan zat-zat terlarut dari kapiler-kapiler darah ke jaringan lain dengan bantuan tekanan darah adalah contoh yang sering terjadi di dalam tubuh manusia (Rumanta, 2009).
2.         Proses Transportasi Aktif
Transpor aktif merupakan perpindahan zat dari larutan dengan konsentrasi lebih rendah ke larutan yang konsentrasinya lebih tinggi, dengan bantuan energi yang berasal dari sel (Isnaeni, 2006). Transport aktif seringkali merupakan pengiriman bahan-bahan ke tempat lain yang mengandung bahan tersebut dengan kadar lebih tinggi; dengan syarat tersedia cukup energi untuk proses tersebut. Karenanya sistem transport aktif ini sering disebut sebagai “pompa”. Dari kenyataan tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa, sel dilibatkan dalam transpor aktif pada tiga hal, yaitu sintesis molekul pengikat (carrier); pembentukan ATP; dan sintesis enzim(Rumanta, 2009).
a.         Endositosis
Sel dapat memperoleh molekul atau bahan lain dari luar, seperti virus, asam inti, bakteri, dan lain-lain. Nama yang umum untuk usaha tersebut dikenal sebagai endositosis. Terdapat dua macam endositosis: pinositosis dan fagositosis(Rumanta, 2009).
1)         Pinositosis terjadi bila membran sel membentuk cekungan sebagai akibat adanya kontak antara molekul asing dengan permukaan membran sel. Akhirnya terbentuk vakuola di dalam sel yang berisi molekul-molekul asing tadi.
2)         Fagositosis terjadi bila sel “menelan” atau melingkari suatu partikel dengan pembentukan pseudopodia hingga akhirnya partikel tadi terdapat di dalam vakuola. Hal ini dapat dilakukan oleh sel darah putih (leukosit).
b.        Eksositosis
Peristiwa ini merupakan kebalikan dari pinositosis; terjadi bila vakuola di dalam sel bergerak ke arah membran, melekat, terbuka, dan mengeluarkan isinya. Proses ini untuk membuang bahan yang tidak diperlukan, bahan beracun atau hasil metabolisme sel itu sendiri atau untuk mengirimkan bahan tertentu seperti lemak ke tempat lain. Dengan terjadinya proses-proses aktif ini, berarti sel dapat mengatur setiap bahan yang melewati membran. Dengan pengaturan ini sel dapat mempertahankan keadaan lingkungan dalamnya hingga dapat melaksanakan fungsinya dengan baik (Rumanta, 2009).

B.       Sistem Sirkulasi Hewan
Difusi saja tidak mencukupi untuk pengangkutan zat-zat kimia dengan jarak makroskopis pada hewan, misalnya, memindahkan glukosa dari saluran pencernaan dan oksigen dari paru-paru ke otak seekor hewan mamalia. Waktu yang dibutuhkan suatu zat untuk berdifusi dari satu tempat ke tempat lain sebanding dengan kuadrat jarak yang akan ditempuh oleh zat tersebut. sistem sirkulasi menyelesaikan permasalahan ini dengan menjamin bahwa tidak ada zat yang harus berdifusi sangat jauh untuk memasuki atau meninggalkan suatu sel., dengan mengangkut cairan ke seluruh tubuh, secara fungsional, sistem itu menghubungkan lingkungan berair sel-sel tubuh dengan organ-organ yang mempertukarkan gas, menyerap nutrien, dan membuang zat-zat sisa. Dalam paru-paru mamalia, misalnya, oksigen dari udara yang dihirup berdifusi melewati epitelium tipis dan kemudian masuk ke dalam darah. Sistem sirkulasi kemudian membawa darah yang kaya oksigen ke seluruh bagian tubuh (Campbell dkk, 2004). Sistem sirkulasi tersusun atas berbagai komponen utama, yaitu jantung, pembuluh, dan cairan tubuh yang beredar (bersirkulasi). Jantung berfungsi sebagai pompa penggerak cairan, sedangkan pembuluh berfungsi sebagai saluran yang akan dilewati/dilalui oleh cairan yang beredar ke seluruh tubuh (Isnaeni, 2006).
Sistem sirkulasi pada hewan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu sistem sirkulasi terbuka dan sistem sirkulasi tertutup.
1.         Sistem Sirkulasi Terbuka
Pada serangga, artropoda lain, dan sebagian besar moluska, darah menggenangi organ internal secara langsung. Pengaturan seperti ini disebut sistem sirkulasi terbuka. Tidak ada perbedaan antara darah dan cairan interstitial, dan cairan tubuh umum tersebut sebenarnya jauh lebih tepat disebut hemolimfa. Satu atau lebih jantung memompakan hemolimfa ke dalam sistem sinus yang saling berhubungan, yang merupakan ruangan yang mengelilingi organ tersebut. di sini, pertukaran kimiawi terjadi antara hemolimfa dan sel-sel tubuh. Pergerakan tubuh yang menekan dan memeras sinus membantu mensirkulasikan hemolimfa (Campbell dkk, 2004).
Artropoda memiliki jantung berbentuk pipa yang terletak di bagian dorsal tubuh, dan dilengkapi dengan sejumlah lubang beserta klep. Lubang yang dinamakan ostia tersebut memberikan peluang kepada darah untuk masuk kembali ke jantung. Relaksasi otot jantung menyebabkan adanya tekanan negatif dalam rongga jantung sehingga menimbulkan kekuatan untuk menghisap darah secara aktif. Pembuluh darah dorsal bagian depan disebut aorta. Dinding aorta bersifat kontraktil dan dapat menimbulkan gelombang peristaltik untuk mendorong darah ke arah depan (arah kepala). Pembuluh ini merupakan cabang pembuluh darah utama, yang berlanjut sampai kepala dan berakhir di bagian tersebut. percabangan pembuluh aorta membawa pasokan darah untuk sebagian besar tubuh. Namun, sistem pembuluh pada sistem sirkulasi terbuka tidak dilengkapi dengan pembuluh darah perifer (kapiler) sehingga pada tingkat jaringan, darah akan keluar dari pembuluh dan selanjutnya mengalir bebas di antara sel jaringan. Pada tahap berikutnya, hemolimfa tersaring dan secara perlahan-lahan kembali ke jantung melalui ostia yang banyak terdapat di bagian tersebut (Isnaeni, 2006).
Sebagai akibat dari tidak adanya pembuluh kapiler, sistem sirkulasi terbuka bekerja dengan tekanan rendah, sehingga setiap kontraksi jantung, volume darah yang dapat dikeluarkan dari jantung hanya sedikit, hal ini secara tidak langsung menyebabkan jumlah sari makanan yang dilepaskan ke sel tubuh terbatas, dan akibatnya aktivitas metabolisme dalam tubuh pun terbatas. Kelemahan lainnya dari sistem ini adalah hewan tidak dapat mengatur aliran darah secara tepat ke berbagai organ yang berbeda (Isnaeni, 2006).
2.         Sistem Sirkulasi Tertutup
Dalam sirkulasi tertutup, darah hanya terdapat secara terbatas dalam pembuluh dan terpisahkan dari cairan interstitial. Satu atau lebih jantung memompa darah ke dalam pembuluh-pembuluh besar yang bercabang menjadi pembuluh-pembuluh yang lebih kecil yang mengalir melalui organ-organ. Di sini, materi-materi dipertukarkan antara darah dan cairan interstitial yang menggenangi sel tersebut (Campbell dkk, 2004). Sistem sirkulasi tertutup dapat dilihat pada Annelida, Moluska jenis Cephalopoda (oktopus dan cumi-cumi), dan vertebrata. Sistem sirkulasi tertutup memiliki beberapa kelebihan apabila dibandingkan dengan sistem sirkulasi terbuka. Pada sistem sirkulasi tertutup. Darah beredar dalam sistem pembuluh yang kontinu, didorong oleh kekuatan yang berasal dari hasil kerja jantung. Sebagai motor penggerak, jantung bekerja dengan melakukan gerakan memompa secara terus-menerus sehingga tekanan dalam pembuluh dapat dipertahankan tetap tinggi. Hasilnya, darah yang keluar dari pembuluh akan segera masuk kembali ke jantung dengan cepat. Selain itu, pada hewan yang memiliki sistem ini, darah akan mengalir dalam pembuluh secara langsung ke setiap sel tubuh (Isnaeni, 2006).

C.      Komposisi Darah
Darah membentuk sekitar 8% dari berat tubuh total dan memiliki volume rerata 5 liter pada wanita dan5,5 liter pada pria. Darah terdiri dari tiga jenis elemen selular khusus, eritrosit (sel darah merah), leukosit(sel darah putih), dan trombosit (keping darah), yang membentuk suspensi dalam cairan kompleks plasma. Eritrosit dan leukosit adalah sel utuh, sementara trombosit adalah fragmen/potongan sel. Untuk memudahkan, kita akan menyebut secara kolektif elemen-elemen selular darah ini sebagai "sel darah". Pergerakan darah yang terus-menerus sewaktu darah mengalir melalui pembuluh darah menyebabkan sel-sel darah relatif tersebar merata di dalam plasma. Namun, jika anda meletakkan suatu sampel darah lengkap dalam tabung reaksi dan mencegahnya membeku, maka sel-sel yang lebih berat akan mengendap ke dasar dan plasma yang lebih ringan akan naik ke atas. Proses ini dapat dipercepat dengan pemusingan, yang secara cepat memampatkan sel-sel ke dasar tabung. Karena lebih dari99% sel adalah eritrosit, maka hematokrit, atau packed cell volume, pada dasarnya mencerminkan persentase eritrosit dalam volume darah total. Nilai hematokrit rerata pada wanita adalah 42% dan pria sedikit lebih tinggi yaitu 45%. Plasma membentuk volume sisanya. Karena itu, volume rerata plasma dalam darah adalah 58% untuk wanita dan 55%untuk pria. Sel darah putih dan trombosit, yang tidak berwarna dan kurang padat dibandingkan eritrosit, termampatkan dalam suatu lapisan tipis berwarna krim yang dinamai “buffy coat”, di atas kolom sel darah merah, Lapisan ini membentuk kurang dari 1% volume darah total (Sherwood, 2009).
1.         Plasma
Plasma merupakan cairan matriks dimana sel-sel darah tersuspensi. Secara umum, penyusun plasma adalah air yang mengandung ion-ion dan molekul organik terlarut seperti protein. Komposisi cairan plasma sangat berbeda dengan cairan intraseluler terutama dalam hal kadar natrium dan kalium (sodium dan potasium) yang lebih tinggi daripada cairan intraseluler. Selain itu juga terdapat berbagai kandungan protein (Santoso, 2009).
Plasma, karena merupakan cairan, terdiri dari 90% air. Air plasma adalah medium transpor untuk banyak bahan inorganik dan organik. Air plasma berfungsi sebagai medium bagi bahan-bahan yang dibawa oleh darah. Karena air juga memiliki kapasitas besar untuk menahan panas, maka plasma dapat menyerap dan menyebarkan sebagian besar dari panas yang dihasilkan oleh proses metabolisme di dalam jaringan, sementara suhu darah itu sendiri hanya mengalami sedikit perubahan. Sewaktu darah mengalir mendekati permukaan kulit, energi panas yang tidak dibutuhkan untuk mempertahankan suhu tubuh dikeluarkan ke lingkungan (Sherwood, 2009).
Kelompok zat terlarut penting yang lain adalah protein plasma, yang mempunyai sejumlah fungsi. Secara kolektif, protein plasma tersebut bertindak sebagai penyangga (buffer) melawan perubahan pH, membantu mempertahankan keseimbangan osmotik antara darah dan cairan interstitial, dan turut mempengaruhi viskositas atau kekentalan darah (Campbell dkk, 2004). Selain itu, protein plasma darah merupakan bahan dasar pembuat trefon yang akan menjadi bahan makanan bagi jaringan yang ditumbuhkan dalam kultur medium. Globulin dalam plasma berperan sebagai protein penolak yang dapat melawan antigen yang masuk ke dalam tubuh. Protein plasma juga berfungsi sebagai protein cadangan seandainya protein dalam makanan berkurang. Selain itu, protein plasma terlibat dalam menstabilkan darah, globulin dan fibrinogen mempengaruhi sel darah merah untuk saling berlekatan membentuk reuleoux. Protein plasma disintesis oleh hati, kecuali globulin gama, yang dihasilkan oleh limfosit, salah satu tipe sel darah putih (Sherwood, 2009).
2.         Elemen Selular
a.        Eritrosit (Sel Darah Merah)
Sel darah merah (red blood cell), atau eritrosit , sejauh ini merupakan sel darah yang paling banyak jumlahnya, jauh melebihi yang lain. Setiap milimeter kubik darah manusia mengandung 5 sampai 6 juta sel darah merah, dan terdapat sekitar 25 triliun jenis sel ini dalam keseluruhan 5 L darah dalam tubuh. Struktur sel darah merah sangat sesuai dengan fungsinya. Sebuah eritrosit manusia berbentuk cakram bikonkaf, bagian tengahnya lebih tipis dibandingkan dengan bagian tepi. Eritrosit mamalia tidak mengandung nukleus (inti) (Campbell dkk, 2004). Bentuk unik ini berperan, melalui dua cara, dalam menentukan efisiensi sel darah merah melakukan fungsi utamanya mengangkut O2 dalam darah: (1) Bentuk bikonkaf menghasilkan luas permukaan yang lebih besar untuk difusi O2 menembus membran dibandingkan dengan bentuk sel bulat dengan volume yang sama. (2) Tipisnya sel memungkinkan O2 cepat berdifusi antara bagian paling dalam sel dan eksterior sel(Sherwood, 2009). Selain itu, sel darah merah juga tidak memiliki mitokondria dan menghasilkan ATP-nya  secara eksklusif melalui metabolisme anaerobik. Seperti yang telah dijelaskan, fungsi utama eritrosit adalah membawa oksigen, akan sangat tidak efisien jika metabolisme eritrosit sendiri bersifat aerobik dan mengkonsumsi sebagian oksigen yang dibawanya (Campbell dkk, 2004).
Salah satu molekul penting yang hanya ada pada sel darah merah adalah hemoglobin. Molekul hemoglobin memiliki dua bagian: (1) bagian globin, suatu protein yang terbentuk dari empat rantai polipeptida yang sangat berlipat-lipat; dan (2) empat gugus nonprotein yang mengandung besi yang dikenal sebagai gugus hem, dengan masing-masing terikat ke salah satu polipeptida di atas. Masing-masing dari keempat atom besi dapat berikatan secara reversibel dengan satu molekul Or; karena itu, setiap molekul hemoglobin dapat mengambil empat penumpangO2di paru. Karena O2 tidak mudah larut dalam plasma maka 98,5% O2 yang terangkut dalam darah terikat ke hemoglobin. Hemoglobin adalah suatu pigmen (yang berwarna secara alami). Karena kandungan besinya maka hemoglobin tampak kemerahan jika berikatan dengan O2 dan keunguan jika mengalami deoksigenasi. Karena itu, darah arteri yang teroksigenasi penuh akan berwarna merah dan darah vena yang telah kehilangan sebagian dari kandungan Or-nya di tingkat jaringan, memiliki rona kebiruan. Selain mengangkut O2, hemoglobin juga dapat berikatan dengan (Sherwood, 2009):
1)        Karbon dioksida. Hemoglobin membantu mengangkut gas ini dari sel jaringan kembali ke paru.
2)        Bagian ion hidrogen asam (H-) dari asam karbonat terionisasi, yang dihasilkan di tingkat jaringan dari CO2. Hemoglobin menyangga asam ini sehingga asam ini tidak banyak menyebabkan perubahan pH darah.
3)        Karbon monoksida (CO). Gas ini dalam keadaan normal tidak terdapat di dalam darah, tetapi jika terhirup maka gas ini cenderung menempati bagian hemoglobin yang berikatan dengan O2 sehingga terjadi keracunan CO.
4)        Nitrat oksida (NO). Di paru, nitrat oksida yang bersifat vasodilator berikatan dengan hemoglobin. NO ini dibebaskan di jaringan, tempar zat ini melemaskan danmelebarkan arteriol lokal. Vasodilatasi ini membantu menjamin bahwa darah kaya O2 dapat mengalir dengan lancar dan juga membantu menstabilkan tekanan darah.
Karena itu, hemoglobin berperan kunci dalam transpor O2 sekaligus memberi kontribusi signifikan pada transpor CO2 dan kemampuan darah menyangga pH. Selain itu, dengan mengangkut vasodilator nya sendiri, hemoglobin membantu menyalurkan O2 yang dibawanya. Untuk memaksimalkan kandungan hemoglobinnya, satu eritrosit dipenuhi oleh lebih dari 250 juta molekul hemoglobin, menyingkirkan hampir semua organel yang lain (Ini berarti bahwa setiap SDM dapat membawa lebih dari semilyar molekul O2). Sel darah merah tidak mengandung nukleus, organel, atau ribosom. Selama perkembangan sel, struktur-struktur ini dikeluarkan untuk menyediakan ruang lebih banyak bagi hemoglobin. Karena itu, SDM terutama adalah suatu kantong penuh hemoglobin yang dibungkus oleh membran plasma (Sherwood, 2009).
Gambar 17. Penampakan mikroskopis dari plasma dan sel darah.
(Sumber: Tortora dkk, 2016)
b.        Leukosit (Sel Darah Putih)
Leukosit (sel darah putih atau SDP) adalah satuan mobile pada sistem pertahanan imun tubuh. Imunitas adalah kemampuan tubuh menahan atau menyingkirkan benda asing yang berpotensi merugikan atau sel abnormal. Leukosit dan turunan-turunannya, bersama dengan berbagai protein plasma, membentuk sistem imun, suatu sistem pertahanan internal yang mengenali dan menghancurkan atau menetralkan benda-benda dalam tubuh yang asing bagi "diri normal". Secara spesifik, sistem imun (l) mempertahankan tubuh dari patogen penginvasi (mikroorganisme penyebab penyakit misalnya bakteri dan virus); (2) mengidentifikasi dan menghancurkan sel kanker yang timbul di tubuh; dan (3) berfungsi sebagai 'petugas kebersihan' yang membersihkan sel-sel tua (misalnya sel darah merah yang sudah uzur) dan sisa jaringan (misalnya jaringan yang rusak akibat trauma atau penyakit). Yang terakhir ini esensial bagi penyembuhan luka dan perbaikan jaringan (Sherwood, 2009).
Terdapat lima jenis utama leukosit (white blood cell), yaitu monosit, neutrofil, basofil, eosinofil, dan limfosit. Fungsinya secara kolektif adalah untuk melawan dan memerangi infeksi dengan berbagai cara. Sebagai contoh, monosit dan neutrofil adalah fagosit, yang menelan dan mencerna bakteri dan serpihan sel-sel mati dari tubuh kita sendiri. Sel darah putih menghabiskan sebagian besar waktunya di luar sistem sirkulasi, berpatroli di dalam cairan interstitial dan sistem limfatik, di mana sebagian besar pertempuran melawan patogen dilakukan. Secara normal satu kubik darah manusia mempunyai sekitar 5.000 sampai 10.000 leukosit. Jumlah sel ini akan meningkat sementara waktu ketika tubuh sedang berperang melawan suatu infeksi (Campbell dkk, 2004).

Gambar 18. Penampakan scanning electron micrograph dari plasma dan sel darah.
(Sumber: Tortora dkk, 2016)
c.         Trombosit (Keping Darah)
Trombosit atau keping darah disebut juga sebagai platelet. Trombosit merupakan fragmen-fragmen sel dengan diameter sekitar 2 sampai 3 m. Trombosit tidak mempunyai nukleus dan bermula sebagai fragmen sitoplasmik yang memisah dari sel besar dan sumsum tulang. Trombosit kemudian memasuki darah dan berfungsi dalam proses penting penggumpalan darah (Campbell dkk, 2004).
Trombosit dilepaskan dari tepi luar sel sumsum tulang yang sangar besar (garis tengah hingga 60 pm) yang dikenal sebagai megakariosit. Satu megakariosit biasanya memproduksi sekitar 1000 trombosit. Megakariosit berasal dari sel punca tak berdiferensiasi yang sama dengan yang menghasilkan turunan eritrosit dan leukosit. Trombosit pada hakikatnya adalah vesikel yang terlepas yang mengandung sebagian sitoplasma megakariosit terbungkus dalam membran plasma. Trombosit tetap berfungsi rata-rata selama 10 hari, setelah itu keping darah ini dibersihkan dari sirkulasi oleh makrofag jaringan, terutama yang terdapat di limpa dan hati, dan diganti oleh trombosit baru yang dibebaskan dari sumsum tulang. Hormon trornbopoietin, yang dihasilkan oleh hati, meningkatkan jumlah megakariosit di sumsum tulang dan merangsang masing-masing megakariosit untuk menghasilkan lebih banyak trombosit. Trombosit tidak meninggalkan pembuluh darah seperti yang dilakukan SDP tetapi pada setiap saat sekitar sepertiga trombosit disimpan di rongga-rongga berisi darah di limpa. Trombosit simpanan ini dapat dibebaskan dari limpa ke dalam sirkulasi sesuai kebutuhan (misalnya selama pendarahan) oleh kontraksi limpa yang dipicu oleh saraf simpatis (Sherwood, 2009).

Gambar 19. Tampilan fotomikrograf sebuah megakariosit yang sedang membentuk trombosit
(Sumber: Sherwood, 2009)

D.      Jantung dan Pembuluh Darah Hewan
Jantung vertebrata mempunyai satu atrium atau dua atria (jamak), yaitu ruangan (bilik) yang menerima darah yang kembali ke jantung, dan satu atau lebih ventrikel, ruangan (bilik) yang memompakan darah keluar dari jantung. Arteri, vena, dan kapiler adalah tiga jenis utama pembuluh darah, yang dalam tubuh manusia panjangnya ditaksir mencapai 100.000 km. Arteri membawa darah meninggalkan jantung menuju organ-organ di seluruh tubuh. Di dalam organ-organ ini, arteri bercabang menjadi arteriola, pembuluh kecil yang mengirimkan darah ke kapiler. Kapiler (capillary), adalah pembuluh mikroskopis dengan dinding yang sangat tipis dan berpori. Jaringan kerja pembuluh ini, yang disebut hamparan kapiler (capillary bed), menginfiltrasi setiap jaringan. Melalui dinding tipis kapiler inilah zat-zat kimia, termasuk gas, dipertukarkan antara darah dan cairan interstitial yang mengelilingi sel-sel tersebut. pada ujung “muara”-nya, kapiler menyatu dan membentuk venula, dan venula menyatu membentuk vena. Vena (vein) mengembalikan darah ke jantung (Campbell dkk, 2004).

Gambar 20. Jantung dan pembuluh darah pada mamalia
(Sumber: Tortora dkk, 2016)
Seekor ikan mempunyai sebuah jantung dengan dua ruangan (bilik) utama, yaitu satu atrium dan satu ventrikel. Pertama, darah yang dipompakan dari ventrikel mengalir ke insang, tempat terjadinya pengambilan oksigen oleh darah dan pembebasan karbon dioksida melewati dinding kapiler. Kapiler insang mengumpul ke dalam suatu pembuluh yang membawa darah yang kaya akan oksigen ke hamparan kapiler di semua bagian tubuh lainnya. Darah itu kemudian kembali melalui vena ke atrium jantung. Pada seekor ikan, darah harus mengalir melalui dua hamparan kapiler selama masing-masing sirkuit (perputaran), satu dalam insang dan yang kedua, yang disebut kapiler sistemik, dalam organ selain insang. Ketika darah mengalir melalui hamparan kapiler, tekanan darah, tekanan hidrostatik yang mendorong darah mengalir melalui pembuluh, menurun tajam. Dengan demikian, darah yang kaya akan oksigen dari insang mengalir ke organ-organ lain dengan sangat lambat pada ikan, tetapi proses tersebut dibantu oleh pergerakan tubuh selama berenang (Campbell dkk, 2004).
Katak dan amfibia lainnya mempunyai jantung berbilik tiga, dengan dua atria dan satu ventrikel. Ventrikel akan memompakan darah ke dalam sebuah arteri bercabang yang mengarahkan darah melalui sirkuit: sirkuit pulmokutaneus dan sirkuit sistemik. Sirkuit pulmokutaneus mengarah ke jaringan pertukaran gas (dalam paru-paru dan kulit pada katak), di mana darah akan mengambil oksigen sembari mengalir melalui kapiler. Darah yang kaya oksigen kembali ke atrium kiri jantung, dan kemudian sebagian besar di antaranya dipompakan ke dalam sirkuit sistemik. Sirkuit sistemik membawa darah yang kaya oksigen ke seluruh organ tubuh dan kemudian mengembalikan darah yang miskin oksigen ke atrium kanan melalui vena. Skema ini disebut sirkulasi ganda (Campbell dkk, 2004).




No comments:

Post a Comment