Sistem
transport pada hewan memindahkan substansi dari tempat mereka tersimpan menuju
ke tempat mereka dibutuhkan untuk tujuan kegiatan metabolik dan fisiologis
lainnya. Sistem transportasi diperlukan karena difusi melalui sistem fluida
adalah proses yang lamban, akibatnya sel tunggal pun tidak dapat hanya
mengandalkan proses ini untuk distribusi bahan metabolik secepat yang dibutuhkan. Hewan paling kecil sekalipun
harus memiliki sarana untuk mengangkut zat-zat termasuk molekul makanan, gas
pernafasan, produk limbah, dan lain-lain di dalam tubuhnya. Sebagai contoh,
oksigen harus berpindah dari lingkungan luar ke dalam tubuh dan ke setiap sel
hewan untuk respirasi. Di saat yang bersamaan hasil pembuangan dari proses metabolisme
yang meliputi karbon dioksida, air, energi panas, dll, harus dibuang dari sel
dan dilepaskan ke lingkungan luar tubuh hewan (Okonkwo, 2015).
Kebanyakan
sel pada organisme multiseluler tidak bisa berpindah untuk memperoleh oksigen
dan nutrien atau mengeluarkan karbon dioksida dan buangan lainnya. Sebagai
gantinya, dua tugas ini dilakukan oleh 2 cairan: darah dan cairan interstitial.
Darah adalah jaringan penghubung cair yang terdiri dari sel-sel yang terapit
oleh cairan matriks ekstraseluler yang disebut plasma darah. Plasma darah
menampung berbagai macam sel dan keping sel. Cairan interstitial adalah cairan
yang membasuh sel-sel tubuh dan senantiasa diperbaharui oleh darah. Darah
mengangkut oksigen dari paru-paru dan nutrien dari saluran pencernaan, yang
kemudian berdifusi dari darah ke dalam cairan interstitial menuju sel-sel
tubuh. Karbon dioksida dan zat buangan lainnya berpindah ke arah sebaliknya,
yaitu dari sel-sel tubuh ke dalam cairan interstitial dan selanjutnya menuju
darah. Darah kemudian mengangkut limbah tersebut menuju berbagai organ
(paru-paru, ginjal, dan kulit) untuk dikeluarkan/dibuang dari tubuh (Tortora
dkk, 2016).
Selain darah, terdapat macam cairan
lainnya yang berfungsi sebagai salah satu media transport di dalam tubuh. Perlu
diketahui, pada semua hewan multiseluler, cairan tubuh dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. Komposisi air di dalam
tubuh hewan berkisar di 70%, di mana 45% berada di dalam sel (intrasel) dan 25%
sisanya berada di luar sel (ekstrasel). Kali ini, kita hanya akan menuliskan
tentang cairan ekstraseluler, yang mana terbagi menjadi empat cairan
ekstraseluler, yaitu cairan jaringan (cairan ekstrasel), limfe, darah, dan
hemolimfe.
Sistem transportasi di dalam tubuh yang
paling dikenal adalah sistem sirkulasi darah, hal ini tidak terlepas dari salah
satu fungsi darah yaitu berperan dalam transportasi di dalam tubuh. Darah dalam
sistem sirkulasi merupakan komponen fisiologis yang menjadi penyokong
substansial bagi keberlangsungan proses-proses fisiologis lainnya seperti
respirasi, reproduksi dan sistem-sistem lain. Darah merupakan jaringan ikat
dengan matriks berupa cairan plasma dan mengandung komponen selular berupa
sel-sel darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit).
Komponen
atau substansi-substansi yang sangat membutuhkan darah dalam proses
transportasinya adalah (Santoso, 2009):
1.
gas-gas respirasi
(oksigen dan karbondioksida).
2.
nutrien-nutrien yang
ditransportasikan dari saluran gastrointestinal ke organorgan penyimpanan dan
ke jaringan atau sel yang membutuhkan.
3.
produk-produk sisa,
misalnya urea yang ditransportasikan dari hepar ke ren atau ginjal dan CO2
yang ditransportasikan dari jaringan ke paru-paru untuk dibuang keluar tubuh.
4.
sel-sel darah yang
terspesialisasi, misalnya leukosit yang berperan dalam pertahanan imunitas
serta trombosit atau paltelet yang berperan penting dalam hemostasis (pembekuan
darah).
5.
hormon-hormon yang
sangat tergantung kepada darah dalam proses transportasinya ke sel target.
Dalam banyak hal, terkadang hormon membutuhkan molekul protein pengangkut
spesifik yang mengikatnya di dalamdarah sehingga dapat ditransportasikan secara
optimal ke sel target.
6.
panas tubuh ditransfer
dari organisme ke lingkungannya atau sebaliknya, juga melibatkan mekanisme aliran
dalam vaskular darah di kulit.
A.
Transportasi
Melalui Membran
Transpor zat melalui membran dapat
terjadi dengan dua cara, yaitu secara pasif (difusi atau osmosis) dan aktif
(menggunakan energi dari sel) (Isnaeni, 2006). Sel-sel dan bagian-bagiannya memperoleh
bahan-bahan yang diperlukan dan mengirimkan berbagai bahan hasil sintesisnya,
melalui membran dan sistem cairan sel. Bila suatu senyawa masuk atau keluar sel
(melalui membran) tanpa memerlukan energi secara khusus, maka proses ini
dikatakan sebagai proses pasif. Bila untuk perpindahan senyawa tersebut
diperlukan energi atau usaha khusus, hal ini dikatakan sebagai proses aktif (Rumanta,
2009).
1.
Proses transportasi
pasif
Transportasi pasif dapat terjadi
karena terdapat perbedaan kadar zat atau energi antara kedua bagian yang
bersebelahan pada membran atau dalam bagian-bagian yang berbeda di dalam suatu
larutan.
a.
Difusi
Difusi
ialah perpindahan molekul/partikel zat terlarut dari larutan yang pekat
(konsentrasi zat terlarut lebih tinggi) ke larutan yang lebih encer
(konsentrasi zat terlarut lebih rendah) (Isnaeni, 2004). Tenaga
utama dalam proses difusi berasal dari keadaan molekul-molekul yang selalu
bergerak, hingga terjadi tumbukan antara molekul atau tumbukan antara molekul
dengan membran. Bila di satu bagian dalam suatu larutan terdapat zat lebih
banyak (lebih pekat) maka frekuensi tumbukan di bagian tersebut akan lebih
tinggi. Akibatnya, zat terlarut tersebut akan terlempar dan tersebar ke bagian
yang kurang pekat konsentrasinya, hingga pada satu saat, di setiap bagian
larutan tersebut terkandung kadar zat yang sama (larutan homogen). Pada larutan
yang telah homogen, tumbukan atau gerakan partikel di setiap bagian akan sama
ke setiap arah(Rumanta, 2009).
Misalkan terdapat membran yang
membatasi daerah lebih pekat dengan daerah kurang pekat. Membran dapat dilewati
zat terlarut. Tumbukan molekul-molekul zat terlarut akan lebih banyak di daerah
yang lebih pekat. Karena membran dapat dilewati zat terlarut, maka gerakan
molekul dapat melewati membran ke arah daerah yang kurang pekat. Dikatakan zat
tersebut berdifusi melewati membran ke arah bagian larutan dengan konsentrasi
yang lebih rendah. Bila konsentrasi larutan di kedua sisi membran telah sama,
maka gerakan zat ke setiap arah akan seimbang. Bila ukuran molekul-molekul zat
yang berdifusi lebih kecil maka difusi akan berlangsung lebih cepat, karena
molekul demikian bergerak lebih cepat dan terlempar lebih jauh akibat dari tumbukan.
Contoh difusi terbaik adalah pertukaran gas O2 dan CO2 di
paru-paru(Rumanta, 2009).
Gambar 15. Difusi pada membran plasma
b.
Osmosis
Proses ini serupa dengan difusi
tetapi yang bergerak melalui membran hanya air, sedangkan zat lain tidak dapat
melewati membran. Membran demikian dikatakan sebagai membran yang semipermeabel,
hanya dapat dilewati air saja, sedang molekul lain tidak dapat lewat. Gerakan
air berasal dari daerah yang mengandung kadar air lebih tinggi ke daerah yang
mengandung kadar air lebih rendah. Di sini terdapat perbedaan kadar air karena
perbedaan kadar zat yang terlarut. Pada suatu larutan yang mengandung senyawa
terlarut lebih banyak, dikatakan memiliki kandungan air lebih rendah di dalam
volume tertentu(Rumanta, 2009).
Sel menganut sistem osmotik karena
membran sel bersifat semi-permeabilitas. Bila sebuah sel diletakkan di dalam
larutan tertentu, sehingga molekul-molekul air akan bergerak melalui membran
dan gerakannya dapat keluar maupun ke dalam sel dalam kecepatan yang sama. Hal
ini berarti, sel ditempatkan di dalam larutan yang isotonis atau isosmotis
(iso=sama). Bila sel berada di dalam larutan yang mempunyai kadar zat
terlarut lebih rendah dibandingkan dengan kadar di dalam sel, sel berada di
dalam larutan yang hipotonis (hipo-osmotis). Dalam keadaan ini molekul-molekul
air bergerak lebih cepat ke dalam sel daripada keluar sel, karena kadar air di
luar sel lebih besar. Sel tersebut akan mengembang dan mungkin pecah,
bila kekuatan membran terlampaui. Keadaan sebaliknya terjadi bila sebuah sel
berada dalam larutan yang hipertonis (hiper-osmotis). Dalam keadaan
demikian, kadar air di dalam sel lebih tinggi daripada di luar sel, sehingga
terjadi aliran air keluar sel, menyebabkan sel berkerut. Dari
kejadian-kejadian tersebut di atas jelaslah bahwa sangat diperlukan adanya
mekanisme pengaturan di dalam tubuh, meliputi pengaturan zat terlarut di dalam
cairan tubuh agar sel-sel tidak menggembung maupun mengkerut, sebagai akibat
dari masuk atau keluarnya air yang berlebihan ke dan dari sel(Rumanta, 2009).
Gambar 16. Osmosis pada sel darah merah dan sel
tumbuhan.
c.
Difusi dipermudah (facilitated diffusion)
Difusi dipermudah ialah proses
pengangkutan zat terlarut dari larutan yang lebih pekat ke larutan yang lebih
encer, dengan dibantu protein pembawa (karier = pengemban) yang terdapat pada
membran. Dalam difusi dipermudah, zat yang akan ditranspor harus dapat
berikatan dengan protein karier pada membran, kemudian membentuk kompleks
substrat protein yang dapat larut dalam lapisan lipid membran. Contoh difusi
dipermudah adalah gula yang diangkut dari lumen usus ke sel epitel usus. Gula
merupakan molekul yang dapat larut dalam air, namun, dikarenakan ukuran
molekulnya yang lebih besar dari pori pada membran, maka untuk bisa melewati
membran tersebut gula memerlukan bantuan protein pembawa yang bersifat khusus
(protein pembawa glukosa tidak sama dengan protein pembawa fruktosa). Kelebihan
dari difusi dipermudah adalah kemampuannya mengangkut zat yang lebih cepat
dibandingkan dengan difusi biasa (Isnaeni, 2006).
d.
Dialisis
Di dalam suatu larutan yang
dibatasi oleh membran terdapat beberapa zat terlarut. Membran pembatasnya
bersifat permeabel hanya
terhadap zat-zat tertentu saja. Bila terdapat perbedaan kadar zat di antara
kedua sisi membran, maka akan terjadi aliran zat tersebut melalui membran, dari
larutan berkadar lebih tinggi ke bagian larutan berkadar lebih rendah, sehingga
zat ini akan terpisah dari zat-zat terlarut lain yang tidak dapat melewati
membran. Prinsip dialisis digunakan dalam ginjal buatan. Darah pasien dialirkan
ke tabung-tabung dialisis hingga terjadi pemisahan zat-zat toksik terlarut
(urea). Proses ini dikenal sebagai hemodialisis
(Rumanta, 2009).
e.
Filtrasi
Proses ini terjadi bila terdapat
perbedaan tekanan cairan diantara kedua membran. Membran berlaku sebagai
saringan yang dapat melewatkan molekul-molekul atas dasar ukurannya dengan
bantuan tekanan terhadap membran. Aliran pelarut dan zat-zat terlarut dari
kapiler-kapiler darah ke jaringan lain dengan bantuan tekanan darah adalah
contoh yang sering terjadi di dalam tubuh manusia (Rumanta, 2009).
2.
Proses Transportasi
Aktif
Transpor
aktif merupakan perpindahan zat dari larutan dengan konsentrasi lebih rendah ke
larutan yang konsentrasinya lebih tinggi, dengan bantuan energi yang berasal
dari sel (Isnaeni, 2006). Transport aktif
seringkali merupakan pengiriman bahan-bahan ke tempat lain yang mengandung
bahan tersebut dengan kadar lebih tinggi; dengan syarat tersedia cukup energi
untuk proses tersebut. Karenanya sistem transport aktif ini sering disebut
sebagai “pompa”. Dari kenyataan tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa,
sel dilibatkan dalam transpor aktif pada tiga hal, yaitu sintesis molekul
pengikat (carrier); pembentukan ATP; dan sintesis enzim(Rumanta, 2009).
a.
Endositosis
Sel dapat memperoleh molekul atau
bahan lain dari luar, seperti virus, asam inti, bakteri, dan lain-lain. Nama
yang umum untuk usaha tersebut dikenal sebagai endositosis. Terdapat dua macam
endositosis: pinositosis dan fagositosis(Rumanta, 2009).
1)
Pinositosis terjadi
bila membran sel membentuk cekungan sebagai akibat adanya kontak antara molekul
asing dengan permukaan membran sel. Akhirnya terbentuk vakuola di dalam sel
yang berisi molekul-molekul asing tadi.
2)
Fagositosis terjadi bila sel “menelan” atau
melingkari suatu partikel dengan pembentukan pseudopodia hingga akhirnya
partikel tadi terdapat di dalam vakuola. Hal ini dapat dilakukan oleh sel darah
putih (leukosit).
b.
Eksositosis
Peristiwa
ini merupakan kebalikan dari pinositosis; terjadi bila vakuola di dalam sel
bergerak ke arah membran, melekat, terbuka, dan mengeluarkan isinya. Proses ini
untuk membuang bahan yang tidak diperlukan, bahan beracun atau hasil
metabolisme sel itu sendiri atau untuk mengirimkan bahan tertentu seperti lemak
ke tempat lain. Dengan terjadinya proses-proses aktif ini, berarti sel dapat
mengatur setiap bahan yang melewati membran. Dengan pengaturan ini sel dapat
mempertahankan keadaan lingkungan dalamnya hingga dapat melaksanakan fungsinya
dengan baik (Rumanta, 2009).
B.
Sistem
Sirkulasi Hewan
Difusi saja tidak mencukupi untuk
pengangkutan zat-zat kimia dengan jarak makroskopis pada hewan, misalnya,
memindahkan glukosa dari saluran pencernaan dan oksigen dari paru-paru ke otak
seekor hewan mamalia. Waktu yang dibutuhkan suatu zat untuk berdifusi dari satu
tempat ke tempat lain sebanding dengan kuadrat jarak yang akan ditempuh oleh zat
tersebut. sistem sirkulasi menyelesaikan permasalahan ini dengan menjamin bahwa
tidak ada zat yang harus berdifusi sangat jauh untuk memasuki atau meninggalkan
suatu sel., dengan mengangkut cairan ke seluruh tubuh, secara fungsional,
sistem itu menghubungkan lingkungan berair sel-sel tubuh dengan organ-organ
yang mempertukarkan gas, menyerap nutrien, dan membuang zat-zat sisa. Dalam
paru-paru mamalia, misalnya, oksigen dari udara yang dihirup berdifusi melewati
epitelium tipis dan kemudian masuk ke dalam darah. Sistem sirkulasi kemudian
membawa darah yang kaya oksigen ke seluruh bagian tubuh (Campbell dkk, 2004).
Sistem sirkulasi tersusun atas berbagai komponen utama, yaitu jantung,
pembuluh, dan cairan tubuh yang beredar (bersirkulasi). Jantung berfungsi
sebagai pompa penggerak cairan, sedangkan pembuluh berfungsi sebagai saluran yang
akan dilewati/dilalui oleh cairan yang beredar ke seluruh tubuh (Isnaeni,
2006).
Sistem sirkulasi pada hewan dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu sistem sirkulasi terbuka dan sistem sirkulasi
tertutup.
1.
Sistem
Sirkulasi Terbuka
Pada serangga, artropoda lain, dan
sebagian besar moluska, darah menggenangi organ internal secara langsung.
Pengaturan seperti ini disebut sistem sirkulasi terbuka. Tidak ada perbedaan
antara darah dan cairan interstitial, dan cairan tubuh umum tersebut sebenarnya
jauh lebih tepat disebut hemolimfa. Satu atau lebih jantung memompakan
hemolimfa ke dalam sistem sinus yang saling berhubungan, yang merupakan ruangan
yang mengelilingi organ tersebut. di sini, pertukaran kimiawi terjadi antara
hemolimfa dan sel-sel tubuh. Pergerakan tubuh yang menekan dan memeras sinus
membantu mensirkulasikan hemolimfa (Campbell dkk, 2004).
Artropoda memiliki jantung
berbentuk pipa yang terletak di bagian dorsal tubuh, dan dilengkapi dengan
sejumlah lubang beserta klep. Lubang yang dinamakan ostia tersebut memberikan
peluang kepada darah untuk masuk kembali ke jantung. Relaksasi otot jantung
menyebabkan adanya tekanan negatif dalam rongga jantung sehingga menimbulkan
kekuatan untuk menghisap darah secara aktif. Pembuluh darah dorsal bagian depan
disebut aorta. Dinding aorta bersifat kontraktil dan dapat menimbulkan
gelombang peristaltik untuk mendorong darah ke arah depan (arah kepala).
Pembuluh ini merupakan cabang pembuluh darah utama, yang berlanjut sampai
kepala dan berakhir di bagian tersebut. percabangan pembuluh aorta membawa
pasokan darah untuk sebagian besar tubuh. Namun, sistem pembuluh pada sistem
sirkulasi terbuka tidak dilengkapi dengan pembuluh darah perifer (kapiler)
sehingga pada tingkat jaringan, darah akan keluar dari pembuluh dan selanjutnya
mengalir bebas di antara sel jaringan. Pada tahap berikutnya, hemolimfa
tersaring dan secara perlahan-lahan kembali ke jantung melalui ostia yang
banyak terdapat di bagian tersebut (Isnaeni, 2006).
Sebagai akibat dari tidak adanya
pembuluh kapiler, sistem sirkulasi terbuka bekerja dengan tekanan rendah,
sehingga setiap kontraksi jantung, volume darah yang dapat dikeluarkan dari
jantung hanya sedikit, hal ini secara tidak langsung menyebabkan jumlah sari
makanan yang dilepaskan ke sel tubuh terbatas, dan akibatnya aktivitas
metabolisme dalam tubuh pun terbatas. Kelemahan lainnya dari sistem ini adalah
hewan tidak dapat mengatur aliran darah secara tepat ke berbagai organ yang
berbeda (Isnaeni, 2006).
2.
Sistem
Sirkulasi Tertutup
Dalam sirkulasi tertutup, darah
hanya terdapat secara terbatas dalam pembuluh dan terpisahkan dari cairan
interstitial. Satu atau lebih jantung memompa darah ke dalam pembuluh-pembuluh
besar yang bercabang menjadi pembuluh-pembuluh yang lebih kecil yang mengalir
melalui organ-organ. Di sini, materi-materi dipertukarkan antara darah dan
cairan interstitial yang menggenangi sel tersebut (Campbell dkk, 2004). Sistem
sirkulasi tertutup dapat dilihat pada Annelida, Moluska jenis Cephalopoda
(oktopus dan cumi-cumi), dan vertebrata. Sistem sirkulasi tertutup memiliki
beberapa kelebihan apabila dibandingkan dengan sistem sirkulasi terbuka. Pada
sistem sirkulasi tertutup. Darah beredar dalam sistem pembuluh yang kontinu,
didorong oleh kekuatan yang berasal dari hasil kerja jantung. Sebagai motor
penggerak, jantung bekerja dengan melakukan gerakan memompa secara
terus-menerus sehingga tekanan dalam pembuluh dapat dipertahankan tetap tinggi.
Hasilnya, darah yang keluar dari pembuluh akan segera masuk kembali ke jantung
dengan cepat. Selain itu, pada hewan yang memiliki sistem ini, darah akan
mengalir dalam pembuluh secara langsung ke setiap sel tubuh (Isnaeni, 2006).
C.
Komposisi
Darah
Darah
membentuk sekitar 8% dari berat tubuh total dan memiliki volume rerata 5 liter
pada wanita dan5,5 liter pada pria. Darah terdiri dari tiga jenis elemen
selular khusus, eritrosit (sel darah merah), leukosit(sel darah putih), dan
trombosit (keping darah), yang membentuk suspensi dalam cairan kompleks plasma.
Eritrosit dan leukosit adalah sel utuh, sementara trombosit adalah
fragmen/potongan sel. Untuk memudahkan, kita akan menyebut secara kolektif
elemen-elemen selular darah ini sebagai "sel darah". Pergerakan darah
yang terus-menerus sewaktu darah mengalir melalui pembuluh darah menyebabkan
sel-sel darah relatif tersebar merata di dalam plasma. Namun, jika anda
meletakkan suatu sampel darah lengkap dalam tabung reaksi dan mencegahnya
membeku, maka sel-sel yang lebih berat akan mengendap ke dasar dan plasma yang
lebih ringan akan naik ke atas. Proses ini dapat dipercepat dengan pemusingan,
yang secara cepat memampatkan sel-sel ke dasar tabung. Karena lebih dari99% sel
adalah eritrosit, maka hematokrit, atau packed
cell volume, pada dasarnya mencerminkan persentase eritrosit dalam volume
darah total. Nilai hematokrit rerata pada wanita adalah 42% dan pria sedikit
lebih tinggi yaitu 45%. Plasma membentuk volume sisanya. Karena itu, volume
rerata plasma dalam darah adalah 58% untuk wanita dan 55%untuk pria. Sel darah
putih dan trombosit, yang tidak berwarna dan kurang padat dibandingkan eritrosit,
termampatkan dalam suatu lapisan tipis berwarna krim yang dinamai “buffy coat”, di atas kolom sel darah
merah, Lapisan ini membentuk kurang dari 1% volume darah total (Sherwood,
2009).
1.
Plasma
Plasma merupakan cairan matriks
dimana sel-sel darah tersuspensi. Secara umum, penyusun plasma adalah air yang
mengandung ion-ion dan molekul organik terlarut seperti protein. Komposisi
cairan plasma sangat berbeda dengan cairan intraseluler terutama dalam hal
kadar natrium dan kalium (sodium dan potasium) yang lebih tinggi daripada
cairan intraseluler. Selain itu juga terdapat berbagai kandungan protein
(Santoso, 2009).
Plasma,
karena merupakan cairan, terdiri dari 90% air. Air plasma adalah medium
transpor untuk banyak bahan inorganik dan organik. Air plasma berfungsi sebagai
medium bagi bahan-bahan yang dibawa oleh darah. Karena air juga memiliki
kapasitas besar untuk menahan panas, maka plasma dapat menyerap dan menyebarkan
sebagian besar dari panas yang dihasilkan oleh proses metabolisme di dalam
jaringan, sementara suhu darah itu sendiri hanya mengalami sedikit perubahan.
Sewaktu darah mengalir mendekati permukaan kulit, energi panas yang tidak
dibutuhkan untuk mempertahankan suhu tubuh dikeluarkan ke lingkungan (Sherwood,
2009).
Kelompok
zat terlarut penting yang lain adalah protein plasma, yang mempunyai sejumlah
fungsi. Secara kolektif, protein plasma tersebut bertindak sebagai penyangga (buffer) melawan perubahan pH, membantu
mempertahankan keseimbangan osmotik antara darah dan cairan interstitial, dan
turut mempengaruhi viskositas atau kekentalan darah (Campbell dkk, 2004).
Selain itu, protein plasma darah merupakan bahan dasar pembuat trefon yang akan
menjadi bahan makanan bagi jaringan yang ditumbuhkan dalam kultur medium.
Globulin dalam plasma berperan sebagai protein penolak yang dapat melawan
antigen yang masuk ke dalam tubuh. Protein plasma juga berfungsi sebagai
protein cadangan seandainya protein dalam makanan berkurang. Selain itu,
protein plasma terlibat dalam menstabilkan darah, globulin dan fibrinogen
mempengaruhi sel darah merah untuk saling berlekatan membentuk reuleoux. Protein plasma disintesis
oleh hati, kecuali globulin gama, yang dihasilkan oleh limfosit, salah satu
tipe sel darah putih (Sherwood, 2009).
2.
Elemen
Selular
a.
Eritrosit
(Sel Darah Merah)
Sel darah merah (red blood cell), atau eritrosit , sejauh
ini merupakan sel darah yang paling banyak jumlahnya, jauh melebihi yang lain.
Setiap milimeter kubik darah manusia mengandung 5 sampai 6 juta sel darah
merah, dan terdapat sekitar 25 triliun jenis sel ini dalam keseluruhan 5 L
darah dalam tubuh. Struktur sel darah merah sangat sesuai dengan fungsinya.
Sebuah eritrosit manusia berbentuk cakram bikonkaf, bagian tengahnya lebih
tipis dibandingkan dengan bagian tepi. Eritrosit mamalia tidak mengandung
nukleus (inti) (Campbell dkk, 2004). Bentuk unik ini berperan, melalui dua
cara, dalam menentukan efisiensi sel darah merah melakukan fungsi utamanya
mengangkut O2 dalam darah: (1) Bentuk bikonkaf menghasilkan luas
permukaan yang lebih besar untuk difusi O2 menembus membran
dibandingkan dengan bentuk sel bulat dengan volume yang sama. (2) Tipisnya sel
memungkinkan O2 cepat berdifusi antara bagian paling dalam sel dan
eksterior sel(Sherwood, 2009). Selain itu, sel darah merah juga tidak memiliki
mitokondria dan menghasilkan ATP-nya
secara eksklusif melalui metabolisme anaerobik. Seperti yang telah
dijelaskan, fungsi utama eritrosit adalah membawa oksigen, akan sangat tidak
efisien jika metabolisme eritrosit sendiri bersifat aerobik dan mengkonsumsi
sebagian oksigen yang dibawanya (Campbell dkk, 2004).
Salah satu molekul penting yang
hanya ada pada sel darah merah adalah hemoglobin. Molekul hemoglobin memiliki
dua bagian: (1) bagian globin, suatu protein yang terbentuk dari empat rantai
polipeptida yang sangat berlipat-lipat; dan (2) empat gugus nonprotein yang
mengandung besi yang dikenal sebagai gugus hem, dengan masing-masing terikat ke
salah satu polipeptida di atas. Masing-masing dari keempat atom besi dapat
berikatan secara reversibel dengan satu molekul Or; karena itu, setiap molekul
hemoglobin dapat mengambil empat penumpangO2di paru. Karena O2 tidak
mudah larut dalam plasma maka 98,5% O2 yang terangkut dalam darah terikat ke
hemoglobin. Hemoglobin adalah suatu pigmen (yang berwarna secara alami). Karena
kandungan besinya maka hemoglobin tampak kemerahan jika berikatan dengan O2
dan keunguan jika mengalami deoksigenasi. Karena itu, darah arteri yang
teroksigenasi penuh akan berwarna merah dan darah vena yang telah kehilangan
sebagian dari kandungan Or-nya di tingkat jaringan, memiliki rona kebiruan.
Selain mengangkut O2, hemoglobin juga dapat berikatan dengan
(Sherwood, 2009):
1)
Karbon dioksida.
Hemoglobin membantu mengangkut gas ini dari sel jaringan kembali ke paru.
2)
Bagian ion hidrogen
asam (H-) dari asam karbonat terionisasi, yang dihasilkan di tingkat jaringan
dari CO2. Hemoglobin menyangga asam ini sehingga asam ini tidak
banyak menyebabkan perubahan pH darah.
3)
Karbon monoksida (CO).
Gas ini dalam keadaan normal tidak terdapat di dalam darah, tetapi jika
terhirup maka gas ini cenderung menempati bagian hemoglobin yang berikatan
dengan O2 sehingga terjadi keracunan CO.
4)
Nitrat oksida (NO). Di
paru, nitrat oksida yang bersifat vasodilator berikatan dengan hemoglobin. NO
ini dibebaskan di jaringan, tempar zat ini melemaskan danmelebarkan arteriol
lokal. Vasodilatasi ini membantu menjamin bahwa darah kaya O2 dapat
mengalir dengan lancar dan juga membantu menstabilkan tekanan darah.
Karena itu, hemoglobin berperan
kunci dalam transpor O2 sekaligus memberi kontribusi signifikan pada
transpor CO2 dan kemampuan darah menyangga pH. Selain itu, dengan
mengangkut vasodilator nya sendiri, hemoglobin membantu menyalurkan O2
yang dibawanya. Untuk memaksimalkan kandungan hemoglobinnya, satu eritrosit
dipenuhi oleh lebih dari 250 juta molekul hemoglobin, menyingkirkan hampir
semua organel yang lain (Ini berarti bahwa setiap SDM dapat membawa lebih dari
semilyar molekul O2). Sel darah merah tidak mengandung nukleus,
organel, atau ribosom. Selama perkembangan sel, struktur-struktur ini
dikeluarkan untuk menyediakan ruang lebih banyak bagi hemoglobin. Karena itu,
SDM terutama adalah suatu kantong penuh hemoglobin yang dibungkus oleh membran
plasma (Sherwood, 2009).
Gambar 17. Penampakan
mikroskopis dari plasma dan sel darah.
(Sumber:
Tortora dkk, 2016)
b.
Leukosit
(Sel Darah Putih)
Leukosit (sel darah putih atau SDP)
adalah satuan mobile pada sistem
pertahanan imun tubuh. Imunitas adalah kemampuan tubuh menahan atau menyingkirkan benda asing yang
berpotensi merugikan atau sel abnormal. Leukosit dan turunan-turunannya,
bersama dengan berbagai protein plasma, membentuk sistem imun, suatu sistem
pertahanan internal yang mengenali dan menghancurkan atau menetralkan
benda-benda dalam tubuh yang asing bagi "diri normal". Secara
spesifik, sistem imun (l) mempertahankan tubuh dari patogen penginvasi
(mikroorganisme penyebab penyakit misalnya bakteri dan virus); (2)
mengidentifikasi dan menghancurkan sel kanker yang timbul di tubuh; dan (3)
berfungsi sebagai 'petugas kebersihan' yang membersihkan sel-sel tua (misalnya
sel darah merah yang sudah uzur) dan sisa jaringan (misalnya jaringan yang
rusak akibat trauma atau penyakit). Yang terakhir ini esensial bagi penyembuhan
luka dan perbaikan jaringan (Sherwood, 2009).
Terdapat
lima jenis utama leukosit (white blood
cell), yaitu monosit, neutrofil, basofil, eosinofil, dan limfosit.
Fungsinya secara kolektif adalah untuk melawan dan memerangi infeksi dengan
berbagai cara. Sebagai contoh, monosit dan neutrofil adalah fagosit, yang
menelan dan mencerna bakteri dan serpihan sel-sel mati dari tubuh kita sendiri.
Sel darah putih menghabiskan sebagian besar waktunya di luar sistem sirkulasi,
berpatroli di dalam cairan interstitial dan sistem limfatik, di mana sebagian
besar pertempuran melawan patogen dilakukan. Secara normal satu kubik darah
manusia mempunyai sekitar 5.000 sampai 10.000 leukosit. Jumlah sel ini akan
meningkat sementara waktu ketika tubuh sedang berperang melawan suatu infeksi
(Campbell dkk, 2004).
Gambar 18. Penampakan
scanning electron micrograph dari
plasma dan sel darah.
(Sumber:
Tortora dkk, 2016)
c.
Trombosit (Keping Darah)
Trombosit atau keping darah disebut juga
sebagai platelet. Trombosit merupakan fragmen-fragmen sel dengan diameter
sekitar 2 sampai 3
m.
Trombosit tidak mempunyai nukleus dan bermula sebagai fragmen sitoplasmik yang
memisah dari sel besar dan sumsum tulang. Trombosit kemudian memasuki darah dan
berfungsi dalam proses penting penggumpalan darah (Campbell dkk, 2004).
Trombosit dilepaskan dari tepi luar sel
sumsum tulang yang sangar besar (garis tengah hingga 60 pm) yang dikenal
sebagai megakariosit. Satu megakariosit biasanya memproduksi sekitar 1000
trombosit. Megakariosit berasal dari sel punca tak berdiferensiasi yang sama
dengan yang menghasilkan turunan eritrosit dan leukosit. Trombosit pada
hakikatnya adalah vesikel yang terlepas yang mengandung sebagian sitoplasma
megakariosit terbungkus dalam membran plasma. Trombosit tetap berfungsi rata-rata
selama 10 hari, setelah itu keping darah ini dibersihkan dari sirkulasi oleh
makrofag jaringan, terutama yang terdapat di limpa dan hati, dan diganti oleh
trombosit baru yang dibebaskan dari sumsum tulang. Hormon trornbopoietin, yang
dihasilkan oleh hati, meningkatkan jumlah megakariosit di sumsum tulang dan
merangsang masing-masing megakariosit untuk menghasilkan lebih banyak
trombosit. Trombosit tidak meninggalkan pembuluh darah seperti yang dilakukan
SDP tetapi pada setiap saat sekitar sepertiga trombosit disimpan di
rongga-rongga berisi darah di limpa. Trombosit simpanan ini dapat dibebaskan
dari limpa ke dalam sirkulasi sesuai kebutuhan (misalnya selama pendarahan)
oleh kontraksi limpa yang dipicu oleh saraf simpatis (Sherwood, 2009).
Gambar 19. Tampilan fotomikrograf sebuah megakariosit
yang sedang membentuk trombosit
(Sumber: Sherwood, 2009)
D.
Jantung
dan Pembuluh Darah Hewan
Jantung vertebrata mempunyai satu
atrium atau dua atria (jamak), yaitu ruangan (bilik) yang menerima darah yang
kembali ke jantung, dan satu atau lebih ventrikel, ruangan (bilik) yang
memompakan darah keluar dari jantung. Arteri, vena, dan kapiler adalah tiga
jenis utama pembuluh darah, yang dalam tubuh manusia panjangnya ditaksir
mencapai 100.000 km. Arteri membawa darah meninggalkan jantung menuju
organ-organ di seluruh tubuh. Di dalam organ-organ ini, arteri bercabang
menjadi arteriola, pembuluh kecil yang mengirimkan darah ke kapiler. Kapiler (capillary), adalah pembuluh mikroskopis
dengan dinding yang sangat tipis dan berpori. Jaringan kerja pembuluh ini, yang
disebut hamparan kapiler (capillary bed),
menginfiltrasi setiap jaringan. Melalui dinding tipis kapiler inilah zat-zat
kimia, termasuk gas, dipertukarkan antara darah dan cairan interstitial yang
mengelilingi sel-sel tersebut. pada ujung “muara”-nya, kapiler menyatu dan
membentuk venula, dan venula menyatu membentuk vena. Vena (vein) mengembalikan darah ke jantung (Campbell dkk, 2004).
Gambar 20. Jantung
dan pembuluh darah pada mamalia
(Sumber:
Tortora dkk, 2016)
Seekor ikan mempunyai sebuah
jantung dengan dua ruangan (bilik) utama, yaitu satu atrium dan satu ventrikel.
Pertama, darah yang dipompakan dari ventrikel mengalir ke insang, tempat
terjadinya pengambilan oksigen oleh darah dan pembebasan karbon dioksida
melewati dinding kapiler. Kapiler insang mengumpul ke dalam suatu pembuluh yang
membawa darah yang kaya akan oksigen ke hamparan kapiler di semua bagian tubuh
lainnya. Darah itu kemudian kembali melalui vena ke atrium jantung. Pada seekor
ikan, darah harus mengalir melalui dua hamparan kapiler selama masing-masing
sirkuit (perputaran), satu dalam insang dan yang kedua, yang disebut kapiler
sistemik, dalam organ selain insang. Ketika darah mengalir melalui hamparan
kapiler, tekanan darah, tekanan hidrostatik yang mendorong darah mengalir
melalui pembuluh, menurun tajam. Dengan demikian, darah yang kaya akan oksigen
dari insang mengalir ke organ-organ lain dengan sangat lambat pada ikan, tetapi
proses tersebut dibantu oleh pergerakan tubuh selama berenang (Campbell dkk,
2004).
Katak dan amfibia lainnya mempunyai
jantung berbilik tiga, dengan dua atria dan satu ventrikel. Ventrikel akan
memompakan darah ke dalam sebuah arteri bercabang yang mengarahkan darah
melalui sirkuit: sirkuit pulmokutaneus dan sirkuit sistemik. Sirkuit
pulmokutaneus mengarah ke jaringan pertukaran gas (dalam paru-paru dan kulit
pada katak), di mana darah akan mengambil oksigen sembari mengalir melalui
kapiler. Darah yang kaya oksigen kembali ke atrium kiri jantung, dan kemudian
sebagian besar di antaranya dipompakan ke dalam sirkuit sistemik. Sirkuit
sistemik membawa darah yang kaya oksigen ke seluruh organ tubuh dan kemudian
mengembalikan darah yang miskin oksigen ke atrium kanan melalui vena. Skema ini
disebut sirkulasi ganda (Campbell dkk, 2004).
Untuk melihat daftar pustaka/sumber referensi dan materi Fisiologi Hewan lainnya, silahkan klik link di bawah ini:
No comments:
Post a Comment