Selain
sirkulasi darah, di dalam tubuh hewan terdapat pula satu sistem sirkulasi
penting lainnya, yaitu sirkulasi gas. Sirkulasi ini sama pentingnya dengan
sirkulasi darah, karena pertukaran gas dalam tubuh hewan harus terjadi secara
terus menerus demi mendukung kegiatan metabolisme dan regulasi lainnya dalam
tubuh, jika sirkulasi gas mengalami gangguan bahkan terhenti, maka akan terjadi
kerusakan, bahkan dapat berujung pada
kematian hewan.
A.
Organ
Respirasi Hewan
Organ
respirasi hewan akuatik dapat berupa kulit, seluruh permukaan tubuh, atau
insang. Permukaan tubuh/kulit sebagai organ respirasi terutama digunakan oleh
hewan inaktif yang bertubuh tipis dan kecil. Sementara, insang lebih sering
ditemukan pada hewan air yang aktif. Insang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
insang luar dan insang dalam. Insang luar antara lain dapat ditemukan pada larva
katak, sedangkan insang dalam dapat ditemukan pada ikan dan sejumlah hewan air
lainnya (Isnaeni, 2006).
Sebagai
medium respirasi, air mengandung konsentrasi oksigen yang jauh lebih rendah
dibandingkan dengan di udara; semakin hangat dan semakin asin air, maka akan
semakin sedikit oksigen yang terlarut di dalamnya, sehingga insang harus sangat
efisien untuk mendapatkan oksigen yang cukup dari air. Salah satu proses yang
membantu adalah ventilasi, yaitu peningkatan aliran medium respirasi di atas
permukaan respirasi. Pengaturan posisi kapiler dalam insang seekor ikan juga
dapat meningkatkan pertukaran gas (Campbell dkk, 2004).
Organ
respirasi terrestrial dapat berupa paru-paru difusi, paru-paru buku, trakea,
dan paru-paru alveolar. Paru-paru difusi merupakan modifikasi dari insang.
Pertukaran gas yang terjadi pada organ tersebut tidak terlalu dipengaruhi oleh
ventilasi/pertukaran udara, tetapi lebih ditentukan oleh laju difusi gas.
Paru-paru difusi dapat berupa mantel yang ditemukan pada bekicot, sedangkan
paru-paru buku terdapat pada Arakhnida (contohnya laba-laba dan kalajengking).
Paru-paru juga dapat ditemukan di amfibia, aves, reptilia, dan mamalia. Amfibi
memiliki paru-paru sederhana yang kurang elastis sehingga kurang dapat memenuhi
kebutuhan fisiologisnya, sehingga amfibia juga menggunakan kulit untuk
pertukaran gasnya. Kelompok makhluk hidup yang telah memiliki paru-paru
sempurna adalah mamalia. Beberapa organ pernapasan khusus lainnya yang terdapat
pada hewan, yaitu trakea pada insekta, gelembung udara pada ikan, dan kantong
udara pada burung. Semua organ pernapasan tersebut memiliki fungsi yang sangat
mendukung kebutuhan fisiologis tubuh, terutama dalam proses pertukaran gas.
Sistem
trakea merupakan salah satu variasi dari permukaan respirasi internal yang
meipat-lipat, terbuat dari pipa udara yang bercabang di seluruh tubuh. Bagi
seekor serangga kecil, proses difusi saja dapat membawa cukup O2 dari udara ke
dalam sistem trakea dan membuang cukup CO2 untuk mendukung respirasi seluler.
Serangga yang lebih besar dengan kebutuhan energi yang lebih tinggi
memventilasi sistem trakeanya dengan gerakan tubuh berirama (ritmik) (Campbell
dkk, 2004).
Berlawanan
dengan saluran respirasi yang bercabang di seluruh tubuh serangga, paru-paru (lung) hanya terbatas pada satu lokasi.
Karena permukaan respirasi paru-paru tidak berhubungan langsung dengan semua
bagiantubuh yang lain, maka kesenjangan itu harus dijembatani oleh sistem
sirkulasi, yang berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru k bagian tubuh yang
lain (Campbell dkk, 2004). Pada manusia yang merupakan kelompok mamalia, organ
pernapasannya terdiri dari (Sherwood, 2009):
1.
rongga hidung yang
menghangatkan, melembapkan, dan menyaring udara inspirasi;
2.
laring (Adam’s appel atau jakun) yang berperan
untuk pembentukan suara dan untuk melindungi jalan napas terhadap masuknya
makanan dan cairan, karena ini dapat menyebabkan batuk bila terangsang;
3.
trakea yang bercabang
menjadi:
a.
dua bronkus, setiap
cabang-cabangnya kemudian bercabang-cabang lagi di dalam paru, akhirnya berujung
dalam kantong berdinding tipis – alveoli,
b.
paru-paru, yang
berstruktur elastis seperti spons. Terdapat dua buah paru, masing-masing dibagi
menjadi beberapa lobus dan masing-masing mendapat satu bronkus. Satu-satunya
otot di dalam paru adalah otot polos di dinding arteriol dan dinding
bronkiolus, di mana keduanya berada di bawah kontrol. Tidak terdapat otot di
dalam dinding alveolus untuk mengembangkan atau mengempiskan alveolus selama
proses bernapas. Perubahan volume paru (dan perubahan volume alveolus yang
menyertainya) ditimbulkan oleh perubahan dalam dimensi rongga thoraks.
B.
Pengaturan
Gas dalam Paru-paru
Tujuan
utama bernapas adalah secara kontinyu memasok O2 segar untuk diserap
oleh darah dan mengeluarkan CO2 dari darah. Darah bekerja sebagai
sistem transpor untuk O2 dan CO2 antara paru dan
jaringan, dengan sel jaringan mengekstraksi O2 dari dar:ah dan
mengeliminasi CO2 ke dalamnya (Sherwood, 2009).
Paru-paru dapat diibaratkan sebuah balon
yang dibungkus bejana pompa dengan leher balon terbuka terhadap udara. Saat
penghisap pompa ditarik, balon mengembang sebagai vakum parsial yang diciptakan
dalam pompa. Udara ditarik ke dalam balon dan mengembangkannya (Cambridge
Communication Limited, 1998).
Gambar
29. Pertukaran
gas di jaringan
(Sumber:
Cambridge Communication Limited, 1998)
Selama pernapasan tenang, kira-kira 500
ml udara atmosfer dimasukkan ke dalam paru pada bernapas. Udara ini terdiri
dari kira-kira 21% oksigen, 79% nitrogen (yang tak berperan pada pernapasan)
dan hampir tanpa CO2. Tekanan berkenaan dengan oksigen dalam udara
kira-kira 150 mmHg. Dari 500 ml udara inspirasi: 150 ml berada di rongga mulut,
hidung, trakea, dan bronkus dan tidak ambil bagian dalam pertukaran gas. 350 ml
mencapai alveoli dan bercampur dengan udara “sisa” yang sudah ada di sana
(Cambridge Communication Limited, 1998).
Gambar 30. Pertukaran
Oksigen dan CO2 menembus kapiler baru dan kapiler sistemik akibat
gradien tekanan parsial
(Sumber:
Sherwood, 2009)
1. Po2
alveolus tetap relatif tinggi dan Pco2 alveolus tetap relatif rendah
karena sebagian dari udara alveolus ditukar dengan udara atmosfer baru setiap
kali bernapas.
2. Sebaliknya,
darah vena sistemik yang masuk ke paru relatif rendah dalam O2 dan
tinggi dalam CO2 karena telah menyerahkan O2 dan menyerap
CO2 di tingkat kapiler sistemik.
3. Hal
ini menciptakan gradien tekanan parsial antara udara alveolus dan darah kapiler
paru yang memicu difusi pasif O2 ke dalam darah dan CO2
keluar darah sampai tekanan parsial darah dan alveolus setara.
4. Karena
itu, darah yang meninggalkan paru relatif mengandung O2 tinggi dan
CO. rendah. Darah ini disalurkan ke jaringan dengan kandungan gas darah yang
sama dengan ketika darah tersebut meninggalkan paru.
5. Tekanan
parsial O2 relatif rendah dan CO, relatif tinggi di sel jaringan
yang mengonsumsi O2 dan memproduksi CO2.
6. Akibatnya,
gradien tekanan parsial untuk pertukaran gas di tingkat jaringan mendorong
perpindahan pasif O2 keluar darah menuju sel untuk menunjang
kebutuhan metabolik sel-sel tersebut dan juga mendorong pemindahan secara
simultan CO2 ke dalam darah.
7. Setelah
mengalami keseimbangan dengan sel-sel jaringan, darah yang meninggalkan
jaringan relatif mengandung O2 rendah dan CO2 tinggi.
8. Darah
ini kemudian kembali ke paru untuk kembali diisi oleh O2 dan
dikeluarkan CO2-nya.
C. Transpor Gas
1.
Transpor
Oksigen
Transpor oksigen dalam
darah terjadi dengan dua cara, yaitu dengan cara sederhana (terlarut dalam
plasma darah) atau dengan cara diikat oleh pigmen respirasi, yaitu senyawa khusus
yang dapat mengikat dan melepas oksigen secara bolak-balik. Beberapa
invertebrata sederhana mentranspor oksigen dengan cara melarutkannya dalam
darah. Cara ini sebenarnya tidak efektif, namun dikarenakan tingkat metabolisme
invertebrata sederhana yang rendah, maka cara tersebut masih dapat memenuhi
kebutuhan fisiologisnya (Isnaeni, 2006).
Oksigen tidak terlalu mudah larut dalam
air dan tidak cukup mudah dibawa dalam larutan air sederhana untuk
mempertahankan kehidupan jaringan. Tetapi jumlah besar dari oksigen dibawa
dalam darah. Darah ini mengandung sel-sel (korpuskel merah) yang padat dengan
pigmen merah yang diketahui sebagai hemoglobin. Hemoglobin merupakan kombinasi
antara haem (suatu ikatan besi-porfirin) dan globin (suatu protein). Hemoglobin
berikatan dengan oksigen membentuk oksihemoglobin (HbO2), bila gas
ini ada pada tekanan tinggi. Oksihemoglobin melepaskan oksigen pada tekanan
rendah untuk membentuk (dikurangi) hemoglobin (Hb) lagi. Pada tekanan oksigen
100mmHg, seperti dalam kapiler alveolar, semua hemoglobin teroksigenisasi (Gambar 31.a). Sedangkan, sangat
sedikit oksigen dilepaskan sampai tekanan oksigen turun di bawah 60 mmHg, dan
kebanyakan dilepaskan pada tekanan oksigen 40 mmHg, sehingga bulk oksigen
dilepaskan dalam jaringan (Gambar 31.b).
Kadar tinggi karbon dioksida dan asam (kondisi ini ditemukan pada jaringan
aktif) keduanya meningkatkan pelepasan oksigen (Cambridge Communication
Limited, 1998). Penggabungan Hb dan O2 menjadi HbO2 atau
proses kebalikannya dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain konsentrasi oksigen di lingkungan hewan, yang akan
menentukan besarnya tekanan parsial gas tersebut. Hal ini akan berpengaruh
terhadap kejenuhan Hb oleh oksigen (Isnaeni, 2006).
Gambar
31. Reaksi
kimia pada transpor oksigen
(Sumber: Cambridge Communication
Limited, 1998)
Semua hemoglobin ditemukan dalam sel-sel
darah merah. Adanya hemoglobin bebas dengan cepat diekskresikan oleh ginjal.
Hemoglobin pada bayi sebelum lahir berbeda dengan hemoglobin dewasa. Hemoglobin
bayi sangat teroksigenisasi pada tekanan rendah dan karenanya membawa oksigen
lebih efisien dari plasenta ke sirkulasi bayi (Cambridge Communication Limited,
1998).
2.
Transpor
Karbon Dioksida
Pada
jaringan tubuh, dimana konsentrasinya relatif tinggi, karbon dioksida
berkombinasi dengan air dalam korpuskel darah merah untuk membentuk ion-ion
bikarbonat (HCO3-) dan ion-ion hidrogen (Gambar
32.a). Korpuskel darah merah ini mengandung suatu enzim, anhidrase
karbonat, yang mempercepat reaksi ini, ion-ion bikarbonat berdifusi keluar dari
korpuskel masuk ke dalam plasma. Bila ion-ion bikarbonat mencapai paru-paru,
dimana konsentrasi karbon dioksida relatif rendah, terbentuk kembali karbon
dioksida dan air, dan karbon dioksida tersebut dilepaskan sebagai gas (Gambar 32.b). Karbon dioksida juga
dibawa dalam darah dalam larutan plasma, dan berkombinasi dengan
molekul-molekul protein (Cambridge Communication Limited, 1998) .
Gambar
32. Reaksi
kimia pada transpor karbon dioksida
(Sumber: Cambridge Communication
Limited, 1998).
Reaksi
pembentukan asam karbonat dapat terjadi dalam cairan jaringan/ruang ekstrasel,
plasma, maupun di dalam sel darah merah. Pembentukan asam karbonat yang terjadi dalam sel darah merah
berlangsung sangat cepat (disebut reaksi cepat) karena di dalamnya terdapat
enzim karbonat anhidrase yang berperan sebagai katalis. Kemudian, pengangkutan
CO2 dalam bentuk senyawa bikarbonat merupakan cara untuk
mempertahankan keseimbangan pH. Mekanisme mempertahankan pH dengan cara seperti
itu disebut mekanisme buffering. Mempertahankan
kesemimbangan pH merupakan tugas tambahan bagi sistem respirasi, di luar tugas utamanya untuk mentranspor O2
dan CO2 (Isnaeni, 2006).
Untuk melihat daftar pustaka/sumber referensi dan materi Fisiologi Hewan lainnya, silahkan klik link di bawah ini:
No comments:
Post a Comment