Beranda

Sunday, September 16, 2018

Fisiologi Hewan: Pertukaran dan Pengaturan Gas


Selain sirkulasi darah, di dalam tubuh hewan terdapat pula satu sistem sirkulasi penting lainnya, yaitu sirkulasi gas. Sirkulasi ini sama pentingnya dengan sirkulasi darah, karena pertukaran gas dalam tubuh hewan harus terjadi secara terus menerus demi mendukung kegiatan metabolisme dan regulasi lainnya dalam tubuh, jika sirkulasi gas mengalami gangguan bahkan terhenti, maka akan terjadi kerusakan, bahkan dapat berujung pada  kematian hewan.
A.      Organ Respirasi Hewan
Organ respirasi hewan akuatik dapat berupa kulit, seluruh permukaan tubuh, atau insang. Permukaan tubuh/kulit sebagai organ respirasi terutama digunakan oleh hewan inaktif yang bertubuh tipis dan kecil. Sementara, insang lebih sering ditemukan pada hewan air yang aktif. Insang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu insang luar dan insang dalam. Insang luar antara lain dapat ditemukan pada larva katak, sedangkan insang dalam dapat ditemukan pada ikan dan sejumlah hewan air lainnya (Isnaeni, 2006).
Sebagai medium respirasi, air mengandung konsentrasi oksigen yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan di udara; semakin hangat dan semakin asin air, maka akan semakin sedikit oksigen yang terlarut di dalamnya, sehingga insang harus sangat efisien untuk mendapatkan oksigen yang cukup dari air. Salah satu proses yang membantu adalah ventilasi, yaitu peningkatan aliran medium respirasi di atas permukaan respirasi. Pengaturan posisi kapiler dalam insang seekor ikan juga dapat meningkatkan pertukaran gas (Campbell dkk, 2004).
Organ respirasi terrestrial dapat berupa paru-paru difusi, paru-paru buku, trakea, dan paru-paru alveolar. Paru-paru difusi merupakan modifikasi dari insang. Pertukaran gas yang terjadi pada organ tersebut tidak terlalu dipengaruhi oleh ventilasi/pertukaran udara, tetapi lebih ditentukan oleh laju difusi gas. Paru-paru difusi dapat berupa mantel yang ditemukan pada bekicot, sedangkan paru-paru buku terdapat pada Arakhnida (contohnya laba-laba dan kalajengking). Paru-paru juga dapat ditemukan di amfibia, aves, reptilia, dan mamalia. Amfibi memiliki paru-paru sederhana yang kurang elastis sehingga kurang dapat memenuhi kebutuhan fisiologisnya, sehingga amfibia juga menggunakan kulit untuk pertukaran gasnya. Kelompok makhluk hidup yang telah memiliki paru-paru sempurna adalah mamalia. Beberapa organ pernapasan khusus lainnya yang terdapat pada hewan, yaitu trakea pada insekta, gelembung udara pada ikan, dan kantong udara pada burung. Semua organ pernapasan tersebut memiliki fungsi yang sangat mendukung kebutuhan fisiologis tubuh, terutama dalam proses pertukaran gas.
Sistem trakea merupakan salah satu variasi dari permukaan respirasi internal yang meipat-lipat, terbuat dari pipa udara yang bercabang di seluruh tubuh. Bagi seekor serangga kecil, proses difusi saja dapat membawa cukup O2 dari udara ke dalam sistem trakea dan membuang cukup CO2 untuk mendukung respirasi seluler. Serangga yang lebih besar dengan kebutuhan energi yang lebih tinggi memventilasi sistem trakeanya dengan gerakan tubuh berirama (ritmik) (Campbell dkk, 2004).
Berlawanan dengan saluran respirasi yang bercabang di seluruh tubuh serangga, paru-paru (lung) hanya terbatas pada satu lokasi. Karena permukaan respirasi paru-paru tidak berhubungan langsung dengan semua bagiantubuh yang lain, maka kesenjangan itu harus dijembatani oleh sistem sirkulasi, yang berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru k bagian tubuh yang lain (Campbell dkk, 2004). Pada manusia yang merupakan kelompok mamalia, organ pernapasannya terdiri dari (Sherwood, 2009):
1.         rongga hidung yang menghangatkan, melembapkan, dan menyaring udara inspirasi;
2.         laring (Adam’s appel atau jakun) yang berperan untuk pembentukan suara dan untuk melindungi jalan napas terhadap masuknya makanan dan cairan, karena ini dapat menyebabkan batuk bila terangsang;
3.         trakea yang bercabang menjadi:
a.         dua bronkus, setiap cabang-cabangnya kemudian bercabang-cabang lagi di dalam paru, akhirnya berujung dalam kantong berdinding tipis – alveoli,
b.        paru-paru, yang berstruktur elastis seperti spons. Terdapat dua buah paru, masing-masing dibagi menjadi beberapa lobus dan masing-masing mendapat satu bronkus. Satu-satunya otot di dalam paru adalah otot polos di dinding arteriol dan dinding bronkiolus, di mana keduanya berada di bawah kontrol. Tidak terdapat otot di dalam dinding alveolus untuk mengembangkan atau mengempiskan alveolus selama proses bernapas. Perubahan volume paru (dan perubahan volume alveolus yang menyertainya) ditimbulkan oleh perubahan dalam dimensi rongga thoraks.

B.       Pengaturan Gas dalam Paru-paru
Tujuan utama bernapas adalah secara kontinyu memasok O2 segar untuk diserap oleh darah dan mengeluarkan CO2 dari darah. Darah bekerja sebagai sistem transpor untuk O2 dan CO2 antara paru dan jaringan, dengan sel jaringan mengekstraksi O2 dari dar:ah dan mengeliminasi CO2 ke dalamnya (Sherwood, 2009).
Paru-paru dapat diibaratkan sebuah balon yang dibungkus bejana pompa dengan leher balon terbuka terhadap udara. Saat penghisap pompa ditarik, balon mengembang sebagai vakum parsial yang diciptakan dalam pompa. Udara ditarik ke dalam balon dan mengembangkannya (Cambridge Communication Limited, 1998).
Gambar 29. Pertukaran gas di jaringan
(Sumber: Cambridge Communication Limited, 1998)

Selama pernapasan tenang, kira-kira 500 ml udara atmosfer dimasukkan ke dalam paru pada bernapas. Udara ini terdiri dari kira-kira 21% oksigen, 79% nitrogen (yang tak berperan pada pernapasan) dan hampir tanpa CO2. Tekanan berkenaan dengan oksigen dalam udara kira-kira 150 mmHg. Dari 500 ml udara inspirasi: 150 ml berada di rongga mulut, hidung, trakea, dan bronkus dan tidak ambil bagian dalam pertukaran gas. 350 ml mencapai alveoli dan bercampur dengan udara “sisa” yang sudah ada di sana (Cambridge Communication Limited, 1998).
Gambar 30. Pertukaran Oksigen dan CO2 menembus kapiler baru dan kapiler sistemik akibat gradien tekanan parsial
(Sumber: Sherwood, 2009)

1.      Po2 alveolus tetap relatif tinggi dan Pco2 alveolus tetap relatif rendah karena sebagian dari udara alveolus ditukar dengan udara atmosfer baru setiap kali bernapas.
2.      Sebaliknya, darah vena sistemik yang masuk ke paru relatif rendah dalam O2 dan tinggi dalam CO2 karena telah menyerahkan O2 dan menyerap CO2 di tingkat kapiler sistemik.
3.      Hal ini menciptakan gradien tekanan parsial antara udara alveolus dan darah kapiler paru yang memicu difusi pasif O2 ke dalam darah dan CO2 keluar darah sampai tekanan parsial darah dan alveolus setara.
4.      Karena itu, darah yang meninggalkan paru relatif mengandung O2 tinggi dan CO. rendah. Darah ini disalurkan ke jaringan dengan kandungan gas darah yang sama dengan ketika darah tersebut meninggalkan paru.
5.      Tekanan parsial O2 relatif rendah dan CO, relatif tinggi di sel jaringan yang mengonsumsi O2 dan memproduksi CO2.
6.      Akibatnya, gradien tekanan parsial untuk pertukaran gas di tingkat jaringan mendorong perpindahan pasif O2 keluar darah menuju sel untuk menunjang kebutuhan metabolik sel-sel tersebut dan juga mendorong pemindahan secara simultan CO2 ke dalam darah.
7.      Setelah mengalami keseimbangan dengan sel-sel jaringan, darah yang meninggalkan jaringan relatif mengandung O2 rendah dan CO2 tinggi.
8.      Darah ini kemudian kembali ke paru untuk kembali diisi oleh O2 dan dikeluarkan CO2-nya.

C.      Transpor Gas
1.         Transpor Oksigen
Transpor oksigen dalam darah terjadi dengan dua cara, yaitu dengan cara sederhana (terlarut dalam plasma darah) atau dengan cara diikat oleh pigmen respirasi, yaitu senyawa khusus yang dapat mengikat dan melepas oksigen secara bolak-balik. Beberapa invertebrata sederhana mentranspor oksigen dengan cara melarutkannya dalam darah. Cara ini sebenarnya tidak efektif, namun dikarenakan tingkat metabolisme invertebrata sederhana yang rendah, maka cara tersebut masih dapat memenuhi kebutuhan fisiologisnya (Isnaeni, 2006).
Oksigen tidak terlalu mudah larut dalam air dan tidak cukup mudah dibawa dalam larutan air sederhana untuk mempertahankan kehidupan jaringan. Tetapi jumlah besar dari oksigen dibawa dalam darah. Darah ini mengandung sel-sel (korpuskel merah) yang padat dengan pigmen merah yang diketahui sebagai hemoglobin. Hemoglobin merupakan kombinasi antara haem (suatu ikatan besi-porfirin) dan globin (suatu protein). Hemoglobin berikatan dengan oksigen membentuk oksihemoglobin (HbO2), bila gas ini ada pada tekanan tinggi. Oksihemoglobin melepaskan oksigen pada tekanan rendah untuk membentuk (dikurangi) hemoglobin (Hb) lagi. Pada tekanan oksigen 100mmHg, seperti dalam kapiler alveolar, semua hemoglobin teroksigenisasi (Gambar 31.a). Sedangkan, sangat sedikit oksigen dilepaskan sampai tekanan oksigen turun di bawah 60 mmHg, dan kebanyakan dilepaskan pada tekanan oksigen 40 mmHg, sehingga bulk oksigen dilepaskan dalam jaringan (Gambar 31.b). Kadar tinggi karbon dioksida dan asam (kondisi ini ditemukan pada jaringan aktif) keduanya meningkatkan pelepasan oksigen (Cambridge Communication Limited, 1998). Penggabungan Hb dan O2 menjadi HbO2 atau proses kebalikannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain konsentrasi oksigen di lingkungan hewan, yang akan menentukan besarnya tekanan parsial gas tersebut. Hal ini akan berpengaruh terhadap kejenuhan Hb oleh oksigen (Isnaeni, 2006).


                                                 (a)                                                         (b)
Gambar 31. Reaksi kimia pada transpor oksigen
(Sumber: Cambridge Communication Limited, 1998)

Semua hemoglobin ditemukan dalam sel-sel darah merah. Adanya hemoglobin bebas dengan cepat diekskresikan oleh ginjal. Hemoglobin pada bayi sebelum lahir berbeda dengan hemoglobin dewasa. Hemoglobin bayi sangat teroksigenisasi pada tekanan rendah dan karenanya membawa oksigen lebih efisien dari plasenta ke sirkulasi bayi (Cambridge Communication Limited, 1998).
2.         Transpor Karbon Dioksida
Pada jaringan tubuh, dimana konsentrasinya relatif tinggi, karbon dioksida berkombinasi dengan air dalam korpuskel darah merah untuk membentuk ion-ion bikarbonat (HCO3-) dan ion-ion hidrogen (Gambar 32.a). Korpuskel darah merah ini mengandung suatu enzim, anhidrase karbonat, yang mempercepat reaksi ini, ion-ion bikarbonat berdifusi keluar dari korpuskel masuk ke dalam plasma. Bila ion-ion bikarbonat mencapai paru-paru, dimana konsentrasi karbon dioksida relatif rendah, terbentuk kembali karbon dioksida dan air, dan karbon dioksida tersebut dilepaskan sebagai gas (Gambar 32.b). Karbon dioksida juga dibawa dalam darah dalam larutan plasma, dan berkombinasi dengan molekul-molekul protein (Cambridge Communication Limited, 1998) .


                                                       (a)                                                 (b)
Gambar 32. Reaksi kimia pada transpor karbon dioksida
(Sumber: Cambridge Communication Limited, 1998).

Reaksi pembentukan asam karbonat dapat terjadi dalam cairan jaringan/ruang ekstrasel, plasma, maupun di dalam sel darah merah. Pembentukan asam karbonat  yang terjadi dalam sel darah merah berlangsung sangat cepat (disebut reaksi cepat) karena di dalamnya terdapat enzim karbonat anhidrase yang berperan sebagai katalis. Kemudian, pengangkutan CO2 dalam bentuk senyawa bikarbonat merupakan cara untuk mempertahankan keseimbangan pH. Mekanisme mempertahankan pH dengan cara seperti itu disebut mekanisme buffering. Mempertahankan kesemimbangan pH merupakan tugas tambahan bagi sistem respirasi, di luar tugas utamanya untuk mentranspor O2 dan CO2 (Isnaeni, 2006).




No comments:

Post a Comment