Beranda

Wednesday, June 17, 2015

Mikrobiologi - Uji Antimikroba


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh senyawa antibakteri dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk, perubahan permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya bahan makanan dari dalam sel, perubahan molekul protein dan asam nukleat, penghambatan kerja enzim, dan penghambatan sintesis asam nukleat dan protein. Di bidang farmasi, bahan antibakteri dikenal dengan nama antibiotik, yaitu suatu substansi kimia yang dihasilkan oleh mikroba dan dapat menghambat pertumbuhan mikroba lain. Senyawa antibakteri dapat bekerja sebagai bakteristatik, bakterisidal, dan bakterilitik (Irianto, 2006).
Zat antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme, yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain, bahkan dapat memusnahkannya. Zat desinfektan adalah suatu senyawa kimia yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan benda mati seperti meja, lantai, dan pisau bedah. Faktor yang mempengaruhi aktifitas antimikroba invitro  antara lain adalah pH lingkungan, komponen-komponen medium, takaran inokulum, lamanya inkubasi dan aktifitas metabolisme organisme (Afrianto, 2008).
Bahan kimia yang umum digunakan sebagai pembersih atau sanitizer dalam industri pangan biasanya mengandung klorin sebagai bahan aktifnya. Bahan kimia yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba disebut bahan pengawet (preservatif) (Afrianto, 2008). Asam benzoat adalah zat pengawet yang sering dipergunakan dalam saos dan sambal. Asam benzoat disebut juga senyawa antimikroba karena tujuan penggunaan zat pengawet ini dalam kedua makanan tersebut untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri terutama untuk makanan yang telah dibuka dari kemasannya (Lutfi, 2004).
Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk menguji aktivitas antimikroba, metode difusi dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu metode silinder, lubang, dan cakram kertas. Metode silinder yaitu meletakkan beberapa silinder yang terbuat dari gelas atau besi tahan karat di atas media agar yang telah diinokulasi dengan bakteri. Tiap silinder ditempatkan sedemikian rupa hingga berdiri di atas media agar, diisi dengan larutan yang akan diuji dan diinkubasi. Setelah diinkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling silinder (Dwidjoseputro, 2005).

1.2  Tujuan
Adapun tujuan dilaksanakannya praktikum Uji Antimikroba ini adalah agar mahasiswa dapat melakukan pengujian daya antimikroba terhadap bakteri serta mengidentifikasi bakteri uji terhadap antimikroba.

















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Antimikroba
Antibiotik ialah zat-zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan zat-zat dalam jumlah yang sedikitpun mempunyai daya penghambat kegiatan mikroorganisme yang lain (Dwidjoseputro, 2005).
Menurut Dwidjoseputro (2005), berdasarkan daya kerjanya, senyawa antibakteri dibagi menjadi dua sifat, yaitu:
1.         Zat yang hanya bersifat menghambat pertumbuhan bakteri tanpa membunuhnya.
2.         Zat yang dapat membunuh bakteri (bakteriosidal).
Kebanyakan antibiotik yang efektif kerjanya mengganggu sintesis, penyusuhan atau fungsi komponen-komponen makromolekul sel. Seperti penghambatan pembentukan dinding sel oleh penisilin, penghambatan sintesis protein oleh kloramfenikol (Irianto, 2006).
Menurut Irianto (2006), diantara banyak faktor yang mempengaruhi aktivitas antibiotik in vitro, hal-hal tersebut dibawah ini perlu diperhatikan, karena sangat mempengaruhi hasil-hasil pengujian, yaitu:
a.         pH lingkungan.
b.         Komponen-komponen medium.
c.         Stabilitas obat.
d.        Takaran inokulum.
e.         Lamanya inkubasi.
f.          Aktifitas metabolisme mikroorganisme.

2.2 Desinfektan dan Antibiotik
Zat yang dapat membunuh bakteri disebut desinfektan, germisida atau bakterisida. Pada umumnya bakteri yang muda itu kurang daya tahannya terhadap desinfektan daripada bakteri yang tua. Pekat encernya konsentrasi, lamanya berada dibawah pengaruh desinfektan, merupakan faktor-faktor yang masuk pertimbangan pula. Kenaikan temperatur menambah daya desinfektan, selanjutnya medium dapat juga menawar daya desinfektan. Susu, plasma darah, dan zat-zat lain yang serupa protein sering melindungi bakteri terhadap pengaruh desinfektan tertentu (Lutfi, 2004).
Hingga sekarang semakin banyak zat-zat kimia yang dipakai untuk membunuh atau mengurangi jumlah mikroorganisme dan penemuan-penemuan baru terus muncul dipasaran. Oleh karena itu, tidak ada bahan kimia yang ideal atau yang dapat dipergunakan untuk segala macam keperluan, maka pilihan jatuh pada bahan kimia yang mampu membunuh organisme yang ada dalam waktu yang tersingkat dan tanpa merusak segala bahan yang didesinfeksi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada desinfeksi secara kimia (Lutfi, 2004):
1.      Rongga yang perlu cukup diantara alat-alat yang di desinfeksi. Sehingga seluruh permukaan alat tersebut dapat berkontak dengan desinfektan.
2.      Lamanya desinfeksi harus tepat, alat-alat yang di desinfeksi jangan diangkat sebelum waktunya.
3.      Sebaiknya menyediakan hand lotion untuk merawat tangan setelah berkontak dengan desinfektan.
Berikut beberapa contoh desinfektan dan antiseptik (Widjajanti, 1996):
a. Logam-logam Berat
Logam berat berfungsi sebagai antimikroba oleh karena dapat mempresipitasikan enzim-enzim atau protein esensial dalam sel. Logam-logam berat yang umum dipakai adalah Hg, Ag, As, Zr dan Cu. Daya antimikroba dari logam berat, dimana pada konsentrasi yang kecil saja dapat membunuh mikroba dinamakan daya oligodinamik. Tetapi garam dari logam berat ini mudah merusak kulit, merusak alat-alat yang terbuat dari logam, dan harganya mahal.

b. Fenol dan Senvawa-senyawa Sejenis
Fenol (asam karbol) untuk pertama kalinya dipergunakan Lister di dalam ruang bedah sebagai germisida, untuk mencegah timbulnya infeksi pasca bedah. Pada konsentrasi yang rendah (2-4%), daya bunuhnya disebabkan karena fenol mempresipitasikan protein secara aktif, dan selain itu juga merusak membran sel dengan cara menurunkan tegangan permukaannya. Fenol merupakan standar pembanding untuk menentukan aktivitas atau khasiat suatu desinfektan.
Kresol (kreolin) lebih baik khasiatnya dari pada fenol. Lisol adalah desinfektan yang berupa campuran sabun dengan kresol, lisol lebih banyak digunakan daripada desinfektan lainnya.

c. Alkohol
Alkohol merupakan zat yang paling efektif dan dapat diandalkan untuk sterilisasi dan disinfeksi. Alkohol mendenaturasikan protein dengan jalan dehidrasi, dan juga merupakan pelarut lemak. Oleh karena itu, membran sel-sel akan rusak, dan enzim-enzim akan dinonaktifkan oleh alkohol. Etanol murni kurang daya bunuhnya terhadap mikroba Jika dicampur dengan air murni, efeknya menjadi lebih baik. Alkohol 50 -70% banyak dipergunakan sebagian desinfektan.

d . Aldehid
Cara bekerjanya aldehid ialah dengan cara membunuh sel mikroba dengan mendenaturasikan protein. Larutan formaldehid (CH2O) 20% dalam 65-70% alkohol merupakan cairan pen-steril yang sangat baik apabila alat-alat direndam selama 18 jam. Akan tetapi karena meninggalkan residu, maka alat-alat tersebut harus dibilas dulu sebelum dipakai. Senyawa lain aldehid, yakni glutaraldehid merupakan solusi se-efektif formaldehid, terutama bila pH-nya 7,5 atau lebih. Stafilokokus dan Iain-lain sel vegetatif akan dimatikan dalam waktu 5 menit, Mycobacterium tuberculosis dan virus dalam waktu 10 menit, sedangkan untuk membunuh spora diperlukan 3-12 jam. Senyawa tersebut bersifat nontoksik dan tidak iritatif bagi manusia.

e. Yodium
Larutan yodium, baik dalam air maupun dalam alkohol bersifat sangat antiseptik dan telah lama dipakai sejak lama sebagai antiseptik kulit sebelum proses pembedahan.

2.3 Metode Uji Antimikroba
1. Metoda Difusi Agar
Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar yang digunakan untuk menentukan aktivitas antimikroba. Kerjanya dengan mengamati daerah yang bening, yang mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh antimikroba pada permukaan media agar. Metoda difusi ini dibagi atas beberapa cara (Dwidjoseputro, 2005):
a.         Cara Silinder Plat
Cara ini dengan memakai alat penghadang berupa silinder kawat. Pada permukaan media pembenihan mikroba dibiakkan secara merata lalu diletakkan pencadang silinder harus benar-benar melekat pada media, kemudian di inkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Setelah inkubasi, pencadang silinder diangkat dan diukur daerah hambat pertumbuhan mikroba.
b.      Cara cakram
Cakram kertas yang berisi antibiotik diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut.
c.       Cara Cup  Plat
Cara ini juga sama dengan cara cakram, dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi antibiotik yang akan di uji.

2. Metoda Dilusi
Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitory concentration atau kadar hambat minimum, KHM) dan MBC (minimum bactercidal concentration atau kadar bunuh minimum, KBM). Caranya dengan membuat pengenceran antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji antibiotik pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun antibiotik, dan diikubasi selam 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM (Dwidjoseputro, 2005).

3. Metode Bioautografi
Merupakan metode spesifik untuk mendeteksi bercak pada kromatogram hasil KLT (kromatografi lapis tipis) yang mempunyai aktivitas antibakteri, antifungi, dan antivirus. Keuntungan metode ini adalah sifatnya yang efisien untuk mendeteksi senyawa antimikroba karena letak bercak dapat ditentukan walaupun berada dalam campuran yang kompleks sehingga memungkinkan untuk mengisolasi senyawa aktif tersebut. Kerugiannya adalah metode ini tidak dapat digunakan untuk menentukan KHM dan KBM (Dwidjoseputro, 2005).



BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Mikrobiologi dengan judul Uji Antimikroba dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 23 Desember 2013 pada pukul 13.20 WIB hingga selesai. Praktikum ini bertempat di Laboratorium Biologi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah Palembang.

3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan yaitu:
1.      Paper disk
2.      Pipet ukur
3.      Cawan petri
4.      Pinset
5.      Jangka sorong
6.      Bunsen
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan yaitu:
1.      Biakan murni bakteri E.coli dan Bacillus sp. dalam media nutrient cair tang berumur 1x24 jam
2.      Media nutrient agar (NA)
3.      Berbagai zat antimikroba (kloramfenikol, betadin, iodium, dan wipol/rinso cair)
4.      Alkohol 70%

3.3 Cara Kerja
            1.      Sediakan media NA dan kultur cair bakteri uji.
           2.      Inokulasikan bakteri uji 1 ml dan tambahkan media NA ke dalam cawan petri dengan metode pour plate.
        3.      Buatlah modifikasi paper disk dari kertas saring dengan diameter 0,5-1 cm dan siapkan sejumlah zat antimikroba tanpa menentukan konsentrasi masing-masing larutan, kemudian paper disk dicelupkan selama 15 menit.
       4.      Media uji yang telah disiapkan dibagi menjadi 3 sektor sebagai bentuk ulangan dalam praktikum.
         5.      Paper disk yang telah dicelupkan/direndam zat antimikroba diletakkan pada media NA yang telah diinokulasikan bakteri uji.
           6.      Hasil yang diperoleh di inkubasi pada suhu 37 selama 1x24 jam.
        7.      Amati dan ukur diameter zona hambat pada masing-masing perlakuan dengan cara luas diameter zona hambat seluruhnya dikurangi dengan luas paper disk. Catat hasilnya.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
            1.      Pengamatan pada bakteri Bacillus sp.
No
Zat Antimikroba
Warna
Luas zona hambat
1
Betadyne
Buram
0,5 cm
2
Baycline
Buram
0,87 cm
3
Alkohol
-
-
      
Zona hambat = luas zona diameter  yang terbentuk – diameter paper disk
       Diameter paper disk yang digunakan adalah 0,5 cm
a.       Zona hambat untuk betadyne
= 1+ (0 x 0,01) – 0,5
= 0,5 cm
b.      Zona hambat untuk baycline
=  1+(3,7 x 0,01) – 0,5
= 0,87 cm

           2.      Pengamatan pada bakteri Serratia marcescens
No
Zat Antimikroba
Warna
Luas zona hambat
1
Betadyne
Bening
1,02 cm
2
Baycline
Buram
2,03 cm
3
Alkohol
-
-
      
Zona hambat = luas zona diameter  yang terbentuk – diameter paper disk
       Diameter paper disk yang digunakan adalah 0,5 cm
a.       Zona hambat untuk betadyne
= 1+ (7x 0,01) – 0,5
= 1, 02 cm

b.      Zona hambat untuk baycline
=  1+(53 x 0,01) – 0,5
= 2, 03 cm

4.2  Pembahasan
Percobaan ini dilakukan untuk menguji daya zat antimikroba terhadap bakteri. Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh organisme (mikroorganisme) hidup, yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain, bahkan dapat memusnahkannya (Irianto, 2006).
Pada percobaaan antimikroba ini dilakukan dengan menggunakan tiga bahan antimikroba uji yaitu betadyne, baycline, dan alkohol terhadap dua jenis bakteri yang berbeda yaitu bakteri Bacillus sp. dan bakteri Serratia mercescens. Dengan meletakkan paper disk yang telah dicelupkan sebelumnya ke bahan antimikroba lalu diletakkan pada media NA yang berisi biakan bakteri tersebut.
 Percobaan  antimikroba  pada bakteri Bacillus sp setelah dilakukan pengamatan didapatkan bahwa zat antimikroba betadyne membentuk zona hambat yang berwarna buram dengan luas zona hambat setelah dihitung adalah 0,5 cm, dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa betadyne  mampu menghambat pertumbuhan mikroba yang dalam hal ini adalah bakteri Bacillus sp., sedangkan pada zat antimikroba baycline luas zona hambat yang terbentuk adalah 0,87 cm sedikit lebih besar dari zona hambat yang terbentuk pada betadyne namun zona yang terbentuk juga berwarna buram, hal ini juga menandakan bahwa baycline dapat menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus sp. Berbeda dengan kedua zat antimikroba tersebut pada alkohol tidak terjadi perubahan apapun sehingga tidak terbentuk zona hambatnya. Hal ini terjadi karena adanya kesalahan saat melakukan prosedur praktikum atau dikarenakan paper disk alkohol diletakkan pada daerah yang tidak ada bakterinya sehingga antara alkohol dan bakteri tidak terjadi kontak langsung.
Berdasarkan hasil diatas diketahui bahwa bakteri Bacillus sp. paling sensitif terhadap zat antibiotik baycline karena zona hambat yang terbentuk lebih luas dari pada zona hambat betadyne. Prinsip dari percobaan ini adalah penghambatan terhadap pertumbuhan mikroorganisme, yaitu zona hambatan akan terlihat sebagai daerah jernih di sekitar daerah yang mengandung zat antibakteri. Diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap zat antibakteri. Selanjutnya dikatakan bahwa semakin lebar diameter zona hambatan yang terbentuk bakteri tersebut semakin sensitif (Gaman, 1992).
Uji antimikroba pada bakteri Serratia mercescens setelah dilakukan pengamatan, di dapatkan bahwa zat antimikroba betadyne  membentuk zona hambat yang berwarna bening dengan luas zona hambat setelah dihitung adalah 1,02 cm, dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa betadyne  mampu mematikan mikroba yang dalam hal ini adalah bakteri Serratia mercescens, sedangkan pada zat antimikroba baycline luas zona hambat yang terbentuk adalah 2,03 cm dan zona hambat yang terbentuk berwarna buram hal ini juga menandakan bahwa baycline dapat menghambat pertumbuhan bakteri Serratia mercescens. Berbeda dengan kedua zat antimikroba tersebut pada alkohol tidak terjadi perubahan apapun sehingga tidak terbentuk zona hambatnya. Hal ini terjadi karena adanya kesalahan yang sama seperti percobaan pada bakteri Bacillus sp. atau karena disebabkan zona hambat yang terbentuk terlalu bening sehingga zana hambatnya sulit dilihat dan dilakukan pengamatan.
Berdasarkan hasil tersebut diketahui bakteri Serratia mercescens paling sensitif terhadap betadyne, walaupun zona hambat pada baycline lebih besar jika dibandingkan dengan zona hambat pada betadyne namun betadyne dapat membunuh atau mematikan bakteri tersebut hal ini dapat dilihat dari warna zona hambatnya yang bening, sedangkan pada baycline hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri ini, hal itu dapat dilihat dari warna zona hambatnya yang buram.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan zat anti mikroba dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu zat yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan zat yang mampu mematikan atau membunuh bakteri. Pada percobaan uji antimikroba tersebut zat yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus sp. adalah betadyne dan baycline yang dapat diamati melalui warna zona hambatnya yang buram, sedangkan pada bakteri Serratia mercescens yang mampu menghambat pertumbuhannya adalah baycline dan yang mampu mematikannya adalah betadyne. Luas zona hambat juga menentukan tingkat sensitivitas bakteri terhadap zat antimikroba, semakin luas zona hambatnya maka semakin tinggi tingkat sensitivitas bakteri tersebut terhadap zat antimikroba. Pada percobaan tersebut luas zona hambat bakteri terbesar yaitu pada baycline.

5.2 Saran
Sebaiknya praktikan harus memperhatikan dengan benar prosedur praktikum agar tidak terjadi kesalahan pada hasil praktikum, serta praktikan harus lebih teliti saat mengamati warna dan mengukur zona hambat yang terbentuk.

2 comments: