BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Mekanisme
penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh senyawa antibakteri dapat berupa
perusakan dinding sel dengan cara menghambat pembentukannya atau mengubahnya
setelah selesai terbentuk, perubahan permeabilitas membran sitoplasma sehingga
menyebabkan keluarnya bahan makanan dari dalam sel, perubahan molekul protein
dan asam nukleat, penghambatan kerja enzim, dan penghambatan sintesis asam
nukleat dan protein. Di bidang farmasi, bahan antibakteri dikenal dengan nama
antibiotik, yaitu suatu substansi kimia yang dihasilkan oleh mikroba dan dapat
menghambat pertumbuhan mikroba lain. Senyawa antibakteri dapat bekerja sebagai
bakteristatik, bakterisidal, dan bakterilitik (Irianto, 2006).
Zat
antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme, yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain, bahkan dapat memusnahkannya. Zat
desinfektan adalah suatu senyawa kimia yang dapat menekan pertumbuhan
mikroorganisme pada permukaan benda mati seperti meja, lantai, dan pisau bedah.
Faktor yang mempengaruhi aktifitas antimikroba invitro antara lain adalah pH lingkungan, komponen-komponen
medium, takaran inokulum, lamanya inkubasi dan aktifitas metabolisme organisme
(Afrianto, 2008).
Bahan kimia
yang umum digunakan sebagai pembersih atau sanitizer
dalam industri pangan biasanya mengandung klorin sebagai bahan aktifnya. Bahan
kimia yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba disebut bahan
pengawet (preservatif) (Afrianto, 2008). Asam benzoat adalah zat
pengawet yang sering dipergunakan dalam saos dan sambal. Asam benzoat disebut
juga senyawa antimikroba karena tujuan penggunaan zat pengawet ini dalam kedua
makanan tersebut untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri terutama untuk
makanan yang telah dibuka dari kemasannya (Lutfi, 2004).
Metode
difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk menguji
aktivitas antimikroba, metode difusi dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu
metode silinder, lubang, dan cakram kertas. Metode silinder yaitu meletakkan
beberapa silinder yang terbuat dari gelas atau besi tahan karat di atas media
agar yang telah diinokulasi dengan bakteri. Tiap silinder ditempatkan
sedemikian rupa hingga berdiri di atas media agar, diisi dengan larutan yang
akan diuji dan diinkubasi. Setelah diinkubasi, pertumbuhan bakteri diamati
untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling silinder
(Dwidjoseputro, 2005).
1.2
Tujuan
Adapun
tujuan dilaksanakannya praktikum Uji Antimikroba ini adalah agar mahasiswa
dapat melakukan pengujian daya antimikroba terhadap bakteri serta
mengidentifikasi bakteri uji terhadap antimikroba.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Pengertian Antimikroba
Antibiotik ialah zat-zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme
dan zat-zat dalam jumlah yang sedikitpun mempunyai daya penghambat kegiatan
mikroorganisme yang lain (Dwidjoseputro, 2005).
Menurut Dwidjoseputro (2005), berdasarkan daya
kerjanya, senyawa antibakteri dibagi menjadi dua sifat, yaitu:
1.
Zat yang hanya bersifat menghambat
pertumbuhan bakteri tanpa membunuhnya.
2.
Zat yang dapat membunuh bakteri
(bakteriosidal).
Kebanyakan antibiotik yang efektif kerjanya mengganggu
sintesis, penyusuhan atau fungsi komponen-komponen makromolekul sel. Seperti penghambatan
pembentukan dinding sel oleh penisilin, penghambatan sintesis protein oleh
kloramfenikol (Irianto, 2006).
Menurut Irianto (2006), diantara banyak faktor yang
mempengaruhi aktivitas antibiotik in
vitro, hal-hal tersebut dibawah ini perlu diperhatikan, karena sangat mempengaruhi
hasil-hasil pengujian, yaitu:
a.
pH lingkungan.
b.
Komponen-komponen medium.
c.
Stabilitas obat.
d.
Takaran inokulum.
e.
Lamanya inkubasi.
f.
Aktifitas metabolisme mikroorganisme.
2.2
Desinfektan dan Antibiotik
Zat yang dapat membunuh bakteri disebut desinfektan,
germisida atau bakterisida. Pada umumnya bakteri yang muda itu kurang daya
tahannya terhadap desinfektan daripada bakteri yang tua. Pekat encernya
konsentrasi, lamanya berada dibawah pengaruh desinfektan, merupakan faktor-faktor
yang masuk pertimbangan pula. Kenaikan temperatur menambah daya desinfektan,
selanjutnya medium dapat juga menawar daya desinfektan. Susu, plasma darah, dan
zat-zat lain yang serupa protein sering melindungi bakteri terhadap pengaruh
desinfektan tertentu (Lutfi, 2004).
Hingga sekarang semakin banyak zat-zat kimia yang
dipakai untuk membunuh atau mengurangi jumlah mikroorganisme dan
penemuan-penemuan baru terus muncul dipasaran. Oleh karena itu, tidak ada bahan
kimia yang ideal atau yang dapat dipergunakan untuk segala macam keperluan,
maka pilihan jatuh pada bahan kimia yang mampu membunuh organisme yang ada
dalam waktu yang tersingkat dan tanpa merusak segala bahan yang didesinfeksi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada desinfeksi secara kimia (Lutfi, 2004):
1. Rongga yang
perlu cukup diantara alat-alat yang di desinfeksi. Sehingga seluruh permukaan
alat tersebut dapat berkontak dengan desinfektan.
2.
Lamanya desinfeksi harus tepat,
alat-alat yang di desinfeksi jangan diangkat sebelum waktunya.
3. Sebaiknya
menyediakan hand lotion untuk merawat
tangan setelah berkontak dengan desinfektan.
Berikut beberapa contoh desinfektan dan
antiseptik (Widjajanti, 1996):
a.
Logam-logam Berat
Logam berat
berfungsi sebagai antimikroba oleh karena dapat mempresipitasikan enzim-enzim
atau protein esensial dalam sel. Logam-logam berat yang umum dipakai adalah Hg,
Ag, As, Zr dan Cu. Daya antimikroba dari logam berat, dimana pada konsentrasi
yang kecil saja dapat membunuh mikroba dinamakan daya oligodinamik. Tetapi
garam dari logam berat ini mudah merusak kulit, merusak alat-alat yang terbuat
dari logam, dan harganya mahal.
b. Fenol dan
Senvawa-senyawa Sejenis
Fenol (asam
karbol) untuk pertama kalinya dipergunakan Lister
di dalam ruang bedah sebagai germisida, untuk mencegah timbulnya infeksi pasca
bedah. Pada konsentrasi yang rendah (2-4%), daya bunuhnya disebabkan karena
fenol mempresipitasikan protein secara aktif, dan selain itu juga merusak
membran sel dengan cara menurunkan tegangan permukaannya. Fenol merupakan
standar pembanding untuk menentukan aktivitas atau khasiat suatu desinfektan.
Kresol
(kreolin) lebih baik khasiatnya dari pada fenol. Lisol adalah desinfektan yang
berupa campuran sabun dengan kresol, lisol lebih banyak digunakan daripada
desinfektan lainnya.
c. Alkohol
Alkohol
merupakan zat yang paling efektif dan dapat diandalkan untuk sterilisasi dan
disinfeksi. Alkohol mendenaturasikan protein dengan jalan dehidrasi, dan juga
merupakan pelarut lemak. Oleh karena itu, membran sel-sel akan rusak, dan
enzim-enzim akan dinonaktifkan oleh alkohol. Etanol murni kurang daya bunuhnya
terhadap mikroba Jika dicampur dengan air murni, efeknya menjadi lebih baik.
Alkohol 50 -70% banyak dipergunakan sebagian desinfektan.
d . Aldehid
Cara
bekerjanya aldehid ialah dengan cara membunuh sel mikroba dengan
mendenaturasikan protein. Larutan formaldehid (CH2O) 20% dalam 65-70%
alkohol merupakan cairan pen-steril yang sangat baik apabila alat-alat direndam
selama 18 jam. Akan tetapi karena meninggalkan residu, maka alat-alat tersebut
harus dibilas dulu sebelum dipakai. Senyawa lain aldehid, yakni glutaraldehid merupakan solusi se-efektif
formaldehid, terutama bila pH-nya 7,5 atau lebih. Stafilokokus dan
Iain-lain sel vegetatif akan dimatikan dalam waktu 5 menit, Mycobacterium
tuberculosis dan virus dalam waktu 10 menit, sedangkan untuk membunuh spora
diperlukan 3-12 jam. Senyawa tersebut bersifat nontoksik dan tidak iritatif bagi
manusia.
e. Yodium
Larutan
yodium, baik dalam air maupun dalam alkohol bersifat sangat antiseptik dan
telah lama dipakai sejak lama sebagai antiseptik kulit sebelum proses
pembedahan.
2.3
Metode Uji Antimikroba
1. Metoda Difusi
Agar
Metode yang paling sering digunakan adalah
metode difusi agar yang digunakan untuk menentukan aktivitas antimikroba.
Kerjanya dengan mengamati daerah yang bening, yang mengindikasikan adanya
hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh antimikroba pada permukaan media agar. Metoda difusi ini dibagi atas beberapa cara (Dwidjoseputro, 2005):
a.
Cara Silinder Plat
Cara ini dengan
memakai alat penghadang
berupa silinder kawat. Pada permukaan media pembenihan mikroba dibiakkan secara
merata lalu diletakkan pencadang silinder harus benar-benar melekat pada media,
kemudian di inkubasi
pada suhu dan waktu tertentu. Setelah inkubasi, pencadang silinder diangkat dan
diukur daerah hambat pertumbuhan mikroba.
b. Cara
cakram
Cakram kertas yang berisi antibiotik
diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan
berdifusi pada media agar tersebut.
c. Cara
Cup Plat
Cara ini juga sama
dengan cara cakram, dimana dibuat sumur pada
media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut
diberi antibiotik yang akan di uji.
2. Metoda Dilusi
Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitory concentration atau kadar hambat
minimum, KHM) dan MBC (minimum bactercidal concentration atau kadar
bunuh minimum, KBM). Caranya dengan membuat pengenceran antimikroba pada medium
cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji antibiotik pada kadar
terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan
sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM selanjutnya dikultur ulang
pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun antibiotik, dan diikubasi
selam 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi
ditetapkan sebagai KBM (Dwidjoseputro, 2005).
3. Metode Bioautografi
Merupakan metode spesifik untuk mendeteksi
bercak pada kromatogram hasil KLT (kromatografi lapis tipis) yang mempunyai
aktivitas antibakteri, antifungi, dan antivirus. Keuntungan metode ini adalah
sifatnya yang efisien untuk mendeteksi senyawa antimikroba karena letak bercak
dapat ditentukan walaupun berada dalam campuran yang kompleks sehingga
memungkinkan untuk mengisolasi senyawa aktif tersebut. Kerugiannya adalah
metode ini tidak dapat digunakan untuk menentukan KHM dan KBM (Dwidjoseputro,
2005).
BAB
III
METODOLOGI
PRAKTIKUM
3.1
Waktu dan Tempat
Praktikum
Mikrobiologi dengan judul Uji Antimikroba dilaksanakan pada hari Senin, tanggal
23 Desember 2013 pada pukul 13.20 WIB hingga selesai. Praktikum ini bertempat
di Laboratorium Biologi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah
Palembang.
3.2
Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat
yang digunakan yaitu:
1.
Paper
disk
2. Pipet
ukur
3. Cawan
petri
4. Pinset
5. Jangka
sorong
6. Bunsen
3.2.2 Bahan
Bahan
yang digunakan yaitu:
1. Biakan
murni bakteri E.coli dan Bacillus sp. dalam media nutrient cair
tang berumur 1x24 jam
2. Media
nutrient agar (NA)
3. Berbagai
zat antimikroba (kloramfenikol, betadin, iodium, dan wipol/rinso cair)
4. Alkohol
70%
3.3
Cara Kerja
1.
Sediakan media NA dan
kultur cair bakteri uji.
2. Inokulasikan
bakteri uji 1 ml dan tambahkan media NA ke dalam cawan petri dengan metode pour plate.
3. Buatlah
modifikasi paper disk dari kertas
saring dengan diameter 0,5-1 cm dan siapkan sejumlah zat antimikroba tanpa
menentukan konsentrasi masing-masing larutan, kemudian paper disk dicelupkan selama 15 menit.
4. Media
uji yang telah disiapkan dibagi menjadi 3 sektor sebagai bentuk ulangan dalam
praktikum.
5. Paper disk
yang telah dicelupkan/direndam zat antimikroba diletakkan pada media NA yang
telah diinokulasikan bakteri uji.
6. Hasil
yang diperoleh di inkubasi pada suhu 37 selama 1x24 jam.
7.
Amati dan ukur diameter
zona hambat pada masing-masing perlakuan dengan cara luas diameter zona hambat
seluruhnya dikurangi dengan luas paper
disk. Catat hasilnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
1.
Pengamatan
pada bakteri Bacillus sp.
No
|
Zat
Antimikroba
|
Warna
|
Luas zona hambat
|
1
|
Betadyne
|
Buram
|
0,5
cm
|
2
|
Baycline
|
Buram
|
0,87
cm
|
3
|
Alkohol
|
-
|
-
|
Zona
hambat = luas zona diameter yang
terbentuk – diameter paper disk
Diameter paper disk
yang digunakan adalah 0,5 cm
a.
Zona hambat untuk betadyne
= 1+ (0 x 0,01) – 0,5
=
0,5 cm
b.
Zona hambat untuk
baycline
= 1+(3,7 x 0,01) – 0,5
=
0,87 cm
2.
Pengamatan
pada bakteri Serratia marcescens
No
|
Zat
Antimikroba
|
Warna
|
Luas zona hambat
|
1
|
Betadyne
|
Bening
|
1,02
cm
|
2
|
Baycline
|
Buram
|
2,03
cm
|
3
|
Alkohol
|
-
|
-
|
Zona
hambat = luas zona diameter yang
terbentuk – diameter paper disk
Diameter paper disk
yang digunakan adalah 0,5 cm
a.
Zona hambat untuk betadyne
= 1+ (7x 0,01) – 0,5
=
1, 02 cm
b.
Zona hambat untuk baycline
= 1+(53 x 0,01) – 0,5
=
2, 03 cm
4.2 Pembahasan
Percobaan
ini dilakukan untuk menguji daya zat antimikroba terhadap bakteri. Antibiotik
adalah zat yang dihasilkan oleh organisme (mikroorganisme) hidup, yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain, bahkan dapat memusnahkannya
(Irianto, 2006).
Pada percobaaan antimikroba ini
dilakukan dengan menggunakan tiga bahan antimikroba uji yaitu betadyne,
baycline, dan alkohol terhadap dua
jenis bakteri yang berbeda yaitu bakteri Bacillus
sp. dan bakteri Serratia mercescens.
Dengan meletakkan paper disk yang
telah dicelupkan sebelumnya ke bahan antimikroba lalu diletakkan pada media NA
yang berisi biakan bakteri tersebut.
Percobaan
antimikroba pada bakteri Bacillus sp setelah dilakukan pengamatan
didapatkan bahwa zat antimikroba betadyne membentuk zona hambat yang berwarna
buram dengan luas zona hambat setelah dihitung adalah 0,5 cm, dari hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa betadyne
mampu menghambat pertumbuhan mikroba
yang dalam hal ini adalah bakteri Bacillus
sp., sedangkan pada zat antimikroba baycline luas zona hambat yang terbentuk adalah 0,87 cm sedikit lebih besar
dari zona hambat yang terbentuk pada betadyne namun zona yang terbentuk juga
berwarna buram, hal ini juga menandakan bahwa baycline dapat menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus sp. Berbeda dengan kedua zat antimikroba tersebut pada
alkohol tidak terjadi perubahan apapun sehingga tidak terbentuk zona hambatnya.
Hal ini terjadi karena adanya kesalahan saat melakukan prosedur praktikum atau
dikarenakan paper disk alkohol
diletakkan pada daerah yang tidak ada bakterinya sehingga antara alkohol dan
bakteri tidak terjadi kontak langsung.
Berdasarkan hasil diatas diketahui bahwa bakteri Bacillus sp. paling
sensitif terhadap zat antibiotik baycline karena zona hambat yang terbentuk
lebih luas dari pada zona hambat betadyne. Prinsip dari percobaan ini adalah
penghambatan terhadap pertumbuhan mikroorganisme, yaitu zona hambatan akan
terlihat sebagai daerah jernih di sekitar daerah yang mengandung zat
antibakteri. Diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri menunjukkan
sensitivitas bakteri terhadap zat antibakteri. Selanjutnya dikatakan bahwa
semakin lebar diameter zona hambatan yang terbentuk bakteri tersebut semakin
sensitif (Gaman, 1992).
Uji antimikroba pada bakteri Serratia mercescens setelah dilakukan
pengamatan, di dapatkan bahwa zat antimikroba betadyne membentuk zona hambat yang
berwarna bening dengan luas zona hambat setelah dihitung adalah 1,02 cm, dari
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa betadyne mampu mematikan mikroba
yang dalam hal ini adalah bakteri Serratia
mercescens, sedangkan pada zat antimikroba baycline luas zona hambat yang terbentuk adalah 2,03 cm dan zona hambat
yang terbentuk berwarna buram hal ini juga menandakan bahwa baycline dapat menghambat pertumbuhan bakteri Serratia mercescens. Berbeda dengan
kedua zat antimikroba tersebut pada alkohol tidak terjadi perubahan apapun
sehingga tidak terbentuk zona hambatnya. Hal ini terjadi karena adanya
kesalahan yang sama seperti percobaan pada bakteri Bacillus sp. atau karena disebabkan zona hambat yang terbentuk
terlalu bening sehingga zana hambatnya sulit dilihat dan dilakukan pengamatan.
Berdasarkan hasil tersebut diketahui
bakteri Serratia mercescens paling
sensitif terhadap betadyne, walaupun zona hambat pada baycline lebih besar jika
dibandingkan dengan zona hambat pada betadyne namun betadyne dapat membunuh
atau mematikan bakteri tersebut hal ini dapat dilihat dari warna zona hambatnya
yang bening, sedangkan pada baycline hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri
ini, hal itu dapat dilihat dari warna zona hambatnya yang buram.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum
yang dilakukan zat anti mikroba dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu zat yang
mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan zat yang mampu mematikan atau membunuh
bakteri. Pada percobaan uji antimikroba tersebut zat yang mampu menghambat
pertumbuhan bakteri Bacillus sp. adalah betadyne dan
baycline yang dapat diamati melalui warna zona hambatnya yang buram, sedangkan
pada bakteri Serratia mercescens yang
mampu menghambat pertumbuhannya adalah baycline dan yang mampu mematikannya
adalah betadyne. Luas zona hambat juga menentukan tingkat sensitivitas bakteri
terhadap zat antimikroba, semakin luas zona hambatnya maka semakin tinggi
tingkat sensitivitas bakteri tersebut terhadap zat antimikroba. Pada percobaan
tersebut luas zona hambat bakteri terbesar yaitu pada baycline.
5.2
Saran
Sebaiknya praktikan
harus memperhatikan dengan benar prosedur praktikum agar tidak terjadi
kesalahan pada hasil praktikum, serta praktikan harus lebih teliti saat
mengamati warna dan mengukur zona hambat yang terbentuk.
Dapusnya kok gak ada..???
ReplyDeleteassalamualaikum, ka mau daftar pustakanya dong
ReplyDelete