BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkecambahan
dan pemantapan adalah saat-saat yang genting dalam kehidupan tumbuhan, karena
dalam tingkatan inilah selama siklus hidup setiap spesies maka jumlah terbesar
individunya mati. Bahaya dalam lingkungan demikian besarnya sehingga hanya beberapa
tumbuhan yang dapat mempertahankan spesiesnya karena bijinya terdapat dalam
jumlah besar (Tjitrosomo, 1983).
Perkecambahan
adalah pengulangan kembali tentang pertumbuhan janin, dan akan dilengkapi
dengan keluarnya radikula di luar biji. Disini akan diuraikan periode yang
dimulai dengan akhir perkecambahan dan berakhir dengan semaian yang tidak
bergantung pada akumulasi makanan di dalam biji (Tjitrosomo, 1983).
Bagi
tumbuhan biji (Spermatophyta), biji
ini merupakan alat perkembangbiakan yang utama, karena biji mengandung calon
tumbuhan baru (lembaga). Dengan dihasilkannya biji, tumbuhan dapat
mempertahankan jenisnya, dan dapat pula terpencar ke lain tempat (Tjitrosoepomo,
1995).
Pada
biji umumnya dapat kita bedakan bagian-bagiannya yaitu kulit biji (spermodermis), tali pusar (funiculus), dan inti biji atau biji (nucleus seminis). Pada dasarnya biji
mempunyai susunan yang tidak berbeda dengan bakal biji, tetapi digunakan nama-nama
yang berlainan untuk bagian-bagian yang sama asalnya, misalnya: integumentum pada bakal biji, kalau
sudah menjadi biji merupakan kulit biji (spermodermis)
(Tjitrosoepomo, 1995).
1.2. Tujuan
Adapun
tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengenal dan
membedakan organ-organ vegetatif tumbuhan melalui pengamatan pada kecambah
tumbuhan monokotil dan dikotil.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Biji (Semen)
Biji
(benih) dan bibit tumbuhan dapat dimakan oleh serangga, burung, dan rodentia,
atau mamalia lainnya. Bibit tanaman gagal bertumbuh sebab kurang air atau
cahaya, atau disebabkan suhu yang tidak menyenangkan untuk kelangsungan
hidupnya (Tjitrosomo, 1983).
Setelah terjadi
penyerbukan yang diikuti dengan pembuahan, bakal buah akan tumbuh menjadi buah
dan bakal biji tumbuh menjadi buah, dan bakal biji tumbuh menjadi biji (spermatophyta), biji ini merupakan alat
perkembang biakan yang utama, karena biji mengandung calon tumbuhan baru
(Campbell, 2008).
Pada biji ada beberapa struktur yang
dapat berfungsi sebagai jaringan penyimpan cadangan makanan, yaitu :
1.
Kotiledonn,
misalnya pada kacang-kacangan, semangka dan labu.
2.
Endosperma,
misal pada jagung, gandum, dan golongan serelia lainnya. Pada kelapa bagian
dalamnya yang berwarna putih dan dapat dimakan merupakan endospermnya.
3.
Perisperma,
misal pada famili Chenopodiaceae dan Caryophyllaceae
4.
Gametophytic
betina yang haploid misal pada kelas Gymnospermae
yaitu pinus (Kusdianto, 2013).
Pada
biji umumnya dapat kita bedakan bagian-bagian berikut:
2.1.1.
Kulit
biji
Kulit
biji berasal dari selaput bakal biji (integumentum),
oleh sebab itu biasanya kulit biji dari tumbuhan biji tertutup (angiospermae) terdiri atas dua lapisan
yaitu: lapisan kulit luar (testa),
mempunyai sifat yang bermacam-macam, merupakan pelindung utama bagi bagian biji
yang ada di dalam; lapisan kulit dalam (tegmen),
disebut juga kulit ari (kulit tipis) (Tjitrosoepomo, 1995).
Pada
tumbhan biji telanjang (gymnospermae),
biji mempunyai tiga lapisan yaitu: kulit luar (sarcotesta), kulit tengah (scelorotesta),
dan kulit dalam (endotesta) (Tjitrosoepomo,
1995).
Jika
diadakan pemeriksaan yang lebih teliti terhadap keadaan kulit luar biji
berbagai jenis tumbuhan, maka pada kulit luar biji itu masih dapat ditemukan
bagian-bagian lain misalnya (Tjitrosoepomo, 1995):
a.
sayap (ala)
b.
bulu (coma)
c.
salut biji (arillus)
d.
salut biji semu (arillodium)
e.
pusar biji (hilus)
f.
liang biji (micropyle)
g.
bekas berkas pembuluh
pengangkutan (chalaza)
h.
tulang biji (raphe).
2.1.2.
Tali
Pusar
Tali
pusar merupakan bagian yang menghubungkan biji dengan tembuni, jadi merupakan
tangkainya biji (Tjitrosoepomo, 1995).
2.1.3.
Inti Biji (Nucleus
Seminis)
Yang
dinamakan inti biji ialah semua bagian biji yang terdapat di dalam kulitnya,
oleh sebab itu inti biji juga dapat dinamakan isi biji. Inti biji terdiri atas
(Tjitrosoepomo, 1995):
a.
Lembaga (embryo), yang merupakan calon individu
baru.
b.
Putih lembaga (albumen), jaringan berisi cadangan
makanan untuk masa permulaan kehidupan tumbuhan baru (kecambah).
Kedalaman
suatu biji dibenamkan dalam tanah, baik yang sengaja ditanam ataupun secara
kebetulan tumbuh, merupakan faktor yang penting dalam perkecambahan. Biji yang
terdapat di permukaan tidak memiliki persediaan air yang cukup untuk melengkapi
perkecambahannya. Kalau terlalu dalam maka biji urung berkecambah, atau mungkin
menghabiskan sama sekali persediaan makanan untuk menembus tanah dan mendapat
cahaya. Biji-biji besar, sebab berisi banyak makanan, dapat ditanam lebih dalam
daripada biji-biji yang kecil, sehingga beruntung dapat lebih banyak suplai air
yang uniform (Tjitrosomo, 1983).
2.2.
Perkecambahan
Kalau
keadaan menguntungkan, penyerapan air oleh biji diikuti oleh banyak kegiatan. Protoplasma mengalami rehidrasi dan
enzim-enzimnya mulai berfungsi. Zat pati diurai menjadi gula, lemak menjadi
zat-zat yang dapat dilarutkan, dan protein mnjadi asam amino. Persediaan
bahan-bahan ini memungkinkan pembebasan energi oleh respirasi, translokasi bahan makanan ke janin, dan mulailah embrio
bertumbuh (Tjitrosomo, 1983).
Respirasi
pada biji dorman lagi kering
berlangsung teramat perlahan. Mungkin juga respirasi berhenti pada biji-biji
yang sama sekali kering tetapi masih hidup. Membasahi biji-biji itu
memungkinkan respirasi meningkat
dengan cepat, dan pada saat perkecambahan berlangsung dengan baik maka
respirasi dapat menjadi ratusan kali. Pengaruh luar biasa hidrasi ini terhadap
respirasi merupakan sebab utama betapa amat pentingnya kelembaban rendah padi
biji dan padi-padian yang disimpan di gudang. Sebagai akibat meningkatnya
kegiatan enzim dan tersedianya bahan makanan serta energi pada biji yang
berkecambah, maka pemanjangan sel mulai dalam janin, dan perkecambahan tumbuhan
baru yang telah dimulai itu berlangsung lagi (Tjitrosomo, 1983).
2.2.1. Perkembangan
Kecambah Dikotil
Kotiledon tumbuhan
dikotil yang kaya akan makanan akan tetap tertinggal dalam tanah saat
berkecambah bila perkembangannya hipogeal, contohnya adalah kapri; atau muncul
ke permukaan tanah secara epigeal, contohnya pada kacang-kacangan, lobak dan
selada. Dalam kedua kasus tersebut, bengkokan yang terbentuk di dekat apeks
batang mendorong tanah ke atas sambil menarik daun atau kotiledom muda yang
lunak itu. Bengkokan pada batang ini terbentuk akibat pertumbuhan tak imbang di
kedua sisi hipokotil atau epikotil, sebagai responsnya terhadap etilen segera
setelah berkecambah. Saat bengkokan muncul dari tanah, cahaya merah yang
bekerja melalui Pfr memacu meluruskan bengkokan (Salisbury, 1995).
Tampaknya
melurusnya bengkokan diakibatkan oleh terhambatnya sintesis etilen oleh cahaya
di dalam bengkokan tersebut. Perbedaan pertumbuhan yang disebabkan oleh
pemanjangan sel yang lebih cepat di sisi bawah (cekung) dibandingkan dengan
sisi atas (cembung) menyebabkan bengkokan menjadi lurus. Bersamaan dengan
pelurusan ini, cahaya meningkatkan pembukaan helai daun, pemanjangan tangkai
daun, pembentukan klorofil dan
perkembangan kloroplas, seperti
terjadi juga pada daun rumputan (Salisbury, 1995).
Sebagian
besar pertumbuhan daun yang terpacu cahaya setidaknya pada tumbuhan dikotil,
disebabkan oleh HIR. Contoh yang baik ditunjukkan oleh daun primer kacang-kacangan.
Tumbuhan yang tumbuh di bawah cahaya merah redup selama sepuluh hari memiliki
daun yang agak lebih lebar dan jumlah selnya juga beberapa kali lebih banyak
daripada daun yang tumbuh di tempat gelap. Ketika tumbuhan itu dipindahkan ke
cahaya putih, pemelaran sel dan pertumbuhan daun sangat meningkat. Dalam hal
ini cahaya biru yang bekerja melalui sistem HIR lah yang menyebabkan pemelaran
sel dengan cara mengasamkan dinding sel epidermis;
jadi merenggangkan sel-sel tersebut sehingga seluruh daun melar lebih cepat
meskipun dengan tekanan turgor tetap (Salisbury, 1995).
Ketika
fotosintesis mulai terjadi di daun dan kotiledon
batang menjadi lebih pendek dan lebih kekar. Tentu saja, kecambah yang
tumbuh di tempat gelap tak dapat memanjang setelah pasokan makanannya habis;
tapi, bila karbohidrat atau lemak masih mencukupi, cahaya masih juga menghambat
pemanjangan batang (Salisbury, 1995).
2.2.2. Perkembangan
Kecambah Monokotil
Bahan
makanan yang terkumpul pada biji-biji terdapat dalam endosperma, dan kegiatan utama kotiledon
ialah peruraian dan translokasi cadangan makanan ini untuk pertumbuhan bibit
tanaman. Pada perkecambahan jagung dan beberapa famili rumput-rumputan, butir-butirnya
yang mengandung perisai atau scutelum
dan sisa-sisa endosperma, tetap
tertinggal di dalam tanah. Koleoptilnya,
yang dianggap sebagai bagian dari kotiledon,
menutupi dan melindungi plumula sewaktu tumbuh ke atas melalui tanah
(Tjitrosomo, 1983).
Sistem
perakaran primer, yang dibentuk dari radikula,
tidak pernah menjadi besar dan dapat digunakan untuk sementara. Akar-akar
primer ini dilengkapi oleh sistem perakaran sekunder yang lebih kuat, asalnya
liar, yang terbentuk dari buku-buku bawah pada batang. Buku-buku ini adalah
bagian dari plumula yang dengan
demikian didorong menembus ke atas tanah pada waktu perkecambahan. Jika
akar-akar sekunder timbul pada saat gerakan ini, maka dapat dipastikan bahwa
akar-akar tersebut akan rusak. Juga, daun-daun muda tumbuhan rumput-rumputan
tidak akan mampu mendorong tanah untuk keluar kecuali kalau tetap di lindungi
oleh koleoptil. Mekanisme yang
mengendalikan dan menggabungkan berbagai perkembangan tersebut merupakan
peristiwa yang menarik (Tjitrosomo, 1983).
Bila
ujung koleoptil menembus permukaan
tanah, maka laju pembentukan auksinnya sangat dikurangi oleh adanya cahaya.
Maka proses-proses pertumbuhan menjadi kebalikannya,. Perpanjangan ujung mesokotil berhenti, plumula timbul dari koleoptil,
dan akar tumbuh dari buku pertama (Tjitrosomo, 1983).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Waktu Dan Tempat
Praktikum
ini dilaksanakan pada hari
Selasa, 24 Desember 2013 mulai pukul 15.00-16.30 WIB. Praktikum ini
dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam
Negeri Raden Fatah Palembang.
3.2. Alat Dan Bahan
3.2.1. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan ialah
baki/nampan, silet/pisau cutter,
pensil warna, mistar, kertas A4, lup, 4 gelas plastik, kapas,
3.2.2. Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah
air, 4 biji jagung (Zea mays), 4 biji
kacang hijau (Phaseolus radiatus), 4
biji kacang merah (Phaseolus vulgaris), dan 4 biji kacang kedelai (Glycine max).
3.3. Prosedur kerja
1.
Mengambil biji yang
baru untuk diletakkan didalam gelas yang telah diisi kapas yang telah disiram
air
2. Meletakkan
biji tersebut didalam gelas plastik
3. Mengamati
dari hari ke-1 – hari ke-5
4. Memberi
keterangan dari hari ke hari
5. Memfoto
dan menggambar hasil pengmatan yang telah dilakukan
6. Mengambil
satu persatu biji yang telah disiapkan, membelahnya dan mengamati kotiledon, plumula, dan radikula
7. Gambar
hasil pengamatan tersebut pada kertas
8.
Memberi keterangan pada
bagian-bagiannya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
4.1.1 Tabel hasil pengamatan Biji
No
|
Gambar Pengamatan
|
Dikotil
|
Monokotil
|
1.
|
Morfologi
Biji Kacang Merah
(Phaseolus vulgaris)
Anatomi
Biji Kacang Merah
(Phaseolus vulgaris)
|
√
|
|
2.
|
Morfologi
Biji Jagung (Zea mays L)
Anatomi
Biji Jagung (Zea mays L)
|
√
|
|
3.
|
Morfologi
Biji Kacang Hijau
(Vigna Radiata)
Anatomi
Biji Kacang Hijau
(Vigna Radiata)
|
√
|
|
4.
|
Morfologi
Biji Kedelai
(Glycine max)
Anatomi
Biji Kedelai
(Glycine max)
|
√
|
4.1.2 Tabel hasil pengamatan Perkecambahan
1.
Biji Kacang Merah (Phaseolus
vulgaris)
No
|
Hari
|
Ukuran
(cm)
|
|
Plumula
|
Radikula
|
||
1
|
ke-1
|
-
|
-
|
2
|
ke-2
|
-
|
1,3 cm
|
3
|
ke-3
|
-
|
2 cm
|
4
|
ke-4
|
-
|
7 cm
|
5
|
ke-5
|
-
|
8 cm
|
6
|
ke-6
|
-
|
9 cm
|
2. Biji Jagung (Zea
mays L)
No
|
Hari
|
Ukuran
(cm)
|
|
Plumula
|
Radikula
|
||
1
|
ke-1
|
-
|
-
|
2
|
ke-2
|
0,5 cm
|
1,2 cm
|
3
|
ke-3
|
0,7 cm
|
2 cm
|
4
|
ke-4
|
1 cm
|
7 cm
|
5
|
ke-5
|
4 cm
|
8 cm
|
6
|
ke-6
|
5,5 cm
|
9 cm
|
3. Biji Kacang Hijau (Vigna Radiata)
No
|
Hari
|
Ukuran
(cm)
|
|
Plumula
|
Radikula
|
||
1
|
ke-1
|
0,1 cm
|
-
|
2
|
ke-2
|
1 cm
|
1 cm
|
3
|
ke-3
|
2,8 cm
|
2 cm
|
4
|
ke-4
|
3,7 cm
|
3 cm
|
5
|
ke-5
|
6,3 cm
|
4 cm
|
4.
Biji
Kacang Kedelai (Glycine max)
No
|
Hari
|
Ukuran
(cm)
|
|
Plumula
|
Radikula
|
||
1
|
ke-1
|
-
|
0,2 cm
|
2
|
ke-2
|
1 cm
|
1,2 cm
|
3
|
ke-3
|
1,5 cm
|
2 cm
|
4
|
ke-4
|
4,5 cm
|
3,5 cm
|
5
|
ke-5
|
8 cm
|
4 cm
|
4.2 Pembahasan
Pada
praktikum tentang mengenal organ vegetatif
pada kecambah, dilakukan dua kali pengamatan. Pengamatan pertama mengamati
morfologi dan anatomi beberapa contoh biji monokotil
dan dikotil. Contoh dari biji monokotil adalah biji jagung, sedangkan
contoh biji dikotil adalah biji
kacang hijau, biji kacang kedelai, dan biji kacang merah. Selanjutnya untuk pengamatan
kedua dilakukan dengan membuat perkecambahan pada masing-masing biji tersebut
5-6 hari sebelum praktikum dimulai.
Organ-organ
vegetatif yang membentuk tubuh
tumbuhan merupakan fase sporofit dari
siklus hidup tumbuhan tersebut. Keberadaan tubuh tumbuhan ini biasanya dimulai
dari sel telur yang dibuahi zigot,
yang selanjutnya berkembang menjadi embrio.
Berdasarkan pola perkembangannya, embrio
memiliki bentuk yang khas di mana terdapat suatu sumbu tubuh dan satu atau dua
buah tonjolan serupa daun yang disebut kotiledon.
Sumbu tubuh di atas kotiledon disebut
epikotil (plumula). Pada ujung epikotil
ini terdapat sekelompok sel yang aktif membelah yang disebut meristem apeks pucuk. Sumbu tubuh
dibawah kotiledon disebut hipokotil dan radikula. Pada bagian kulit biji terdapat lapisan kulit luar (testa) dan lapisan kulit dalam (tegma) (Tjitrosoepomo, 2011).
Berdasarkan
uraian diatas maka, dapat dilakukan analisis sebagai berikut :
- Biji Kacang Merah (Phaseolus vulgaris)
Pada pengamatan yang dilakukan terhadap morfologi dan anatomi biji
kacang merah, diketahui bahwa pada biji kacang merah termasuk biji dikotil yang
terdiri dari testa yang berwarna merah, tegma yang berwarna putih
kekuningan, pusar biji dan kotiledon, sedangkan pengamatan pada
anatominya terdapat plumula yang merupakan bakal daun, epikotil
bagian batang yang tumbuh ke atas, hipokotil bagian batang yang tumbuh
ke bawah, radikula yang merupakan bakal akar, tali pusar, kotiledon
yang merupakan cadangan makanan bagi embrio, dan kulit biji yang
melindungi biji bagian dalam.
- Biji Jagung (Zae mays L)
Biji jagung termasuk jenis tanaman monokotil. Pada pengamatan
morfologinya terdapat testa yang berwarna kuning, tegma berwarna
putih, dan endosperm, sedangkan pengamatan pada anatominya terdapat plumula
yang merupakan bakal daun, epikotil bagian batang yang tumbuh ke atas, hipokotil
bagian batang yang tumbuh ke bawah, radikula yang merupakan bakal akar,
tali pusar, endosperm yang merupakan cadangan makanan bagi embrio,
dan kulit biji yang melindungi bagian dalam dari biji.
- Biji Kacang Hijau (Phaseolus radikulus)
Biji kacang hijau termasuk tumbuhan dikotil. Pada saat
pengamatan morfologinya terdapat testa yang berwarna hijau, tegma
berwarna putih, pusar biji yang berwarna putih dan kotiledon yang
berwarna hijau, sedangkan pengamatan pada anatominya terdapat plumula yang
merupakan bakal daun, epikotil bagian batang yang tumbuh ke atas, hipokotil
bagian batang yang tumbuh ke bawah, radikula yang merupakan bakal akar,
tali pusar, kotiledon yang merupakan cadangan makanan bagi embrio,
dan kulit biji yang melindungi biji bagian dalam.
- Biji Kacang Kedelai (Glycine max)
Biji kacang kedelai termasuk jenis tumbuhan dikotil. Pada saat
dilakukan pengamatan morfologinya terdapat testa yang berwarna kuning,
pusar biji yang berwarna hitam dan kotiledon yang berwarna kuning,
sedangkan pengamatan pada anatominya terdapat plumula yang merupakan
bakal daun, epikotil bagian batang yang tumbuh ke atas, hipokotil
bagian batang yang tumbuh ke bawah, radikula yang merupakan bakal akar,
tali pusar, kotiledon yang merupakan cadangan makanan bagi embrio,
dan kulit biji yang melindungi biji bagian dalam.
Adapun pengamatan perkecambahannya yaitu sebagai
berikut:
1. Perkecambahan Kacang Merah (Phaseolus vulgaris)
Pada pengamatan yang dilakukan terhadap
perkecambahan biji kacang merah, pada hari ke-1 baik plumula maupun radikula
belum menunjukkan pertumbuhannya, pada hari ke-2 radikula mulai tumbuh
sepanjang 1,3 cm namun untuk plumula tidak
mengalami pertumbuhnan sampai hari ke-6,
radikula pada hari ke-3 tumbuh sepanjang 0,7 cm sehingga totalnya
menjadi 2 cm, pada hari ke-4 radikula bertambah panjangnya secara cepat
hingga mencapai 5 cm jadi totalnya 7 cm, pada hari ke-5 panjang radikula
menjadi 8 cm, sedangkan pada hari terakhir pengamatan panjang radikula
keseluruhan adalah 9 cm.
2. Perkecambahan Biji Jagung (Zea mays)
Pada pengamatan yang dilakukan terhadap
perkecambahan biji jagung, pada hari ke-1 baik plumula maupun radikula
belum menunjukkan pertumbuhannya, pada hari ke-2 radikula mulai tumbuh
sepanjang 1,2 cm sedangkan plumula tumbuh sepanjang 0,5 cm, radikula
pada hari ke-3 tumbuh dengan panjang totalnya 1,5 cm dan plumula bertambah
panjang menjadi 0,7 cm, pada hari ke-4 radikula bertambah panjangnya 0,5
cm jadi totalnya 2 cm sedangkan panjang plumula menjadi 1 cm, pada hari
ke-5 panjang radikula menjadi 3 cm, sedangkan plumula panjangnya
menjadi 4 cm pada hari terakhir pengamatan panjang radikula keseluruhan
adalah 4 cm sedangkan plumula menjadi 5,5 cm.
3. Perkecambahan Kacang Hijau (Phaseolus
radikulus)
Pada pengamatan yang dilakukan terhadap
perkecambahan biji kacang hijau, pada hari pertama timbul radikula dari
kulit biji panjangnya 0,1 cm. Pada hari kedua pada radikula, tumbuh akar
primernya dengan panjang 1 cm. Pada hari ketiga panjang akar menjadi 2,8 cm,
pada akar primer keluar rambut-rambut akar yang merupakan calon akar sekunder.
Kemudian pada hari ke empat, hipokotil memanjang dan menjadi lengkung, plumula
keluar dari kotiledon, panjang keseluruhan menjadi 6,7 cm. Pada hari
terakhir pengamatan, hipokotil menjadi lurus dan mengangkat plumula
dan kotiledon ke atas, sehingga panjang keseluruhan setelah pengamatan
adalah 8,3 cm.
4. Perkecambahan Kacang Kedelai (Glysine max)
Pada pengamatan yang dilakukan terhadap biji kacang
kedelai, pada hari pertama belum tumbuh plumula, kotiledon sudah
tumbuh dengan panjang 1,2 cm, dan radikula 0,2 cm, sedangkan testa masih menempel. Pada
hari kedua plumula mulai tumbuh dengan panjang 1 cm, kotiledonnya
bertambah panjangnya menjadi 1,5 cm, sedangkan radikulanya menjadi 1,2
cm, dan untuk testa biji kacang kedelai mulai sedikit terkelupas. Pada hari ketiga plumula
biji kacang kedelai panjangnya menjadi 1,5 cm, kotiledonnya yang tadinya
kuning menjadi hijau, radikulanya bertambah panjang menjadi 2 cm,
sedangkan testa makin terkelupas namun masih menempel. Pada hari keempat
plumula bertambah panjang menjadi 4,5 cm, kotiledon berwarna
hijau, radikula menjadi 3,5 cm dan terbentuk cabang akar, dan testanya
terkelupas. Pada hari terakhir pengamatan plumula yang terbentuk memiliki
panjang 8 cm, kotiledonnya hampir
membuka, panjang radikula 4 cm, dan daun mulai terlihat.
Berdasarkan pengamatan pada masing-masing perkecambahan tersebut,
pertumbuhan pada masing-masing biji tidaklah sama hal, tersebut dikarenakan
oleh beberapa faktor baik dari kondisi biji itu sendiri maupun dari lingkungan
seperti kelembaban dan air. Hal tersebut sesuai dalam Kusdianti (2013) faktor-faktor yang mempengeruhi perkecambahan adalah faktor
dalam yaitu gen, tingkat kemasakan biji, hormon, dan dormansi, sedangkan faktor
dari luar meliputi air, temperatur, oksigen, media. Jadi sangatlah jelas jika
keempat biji tersebut memiliki perbedaan tingkat pertumbuhan perkecambahannya.
Begitu juga pada sistem perkecambahannya, biji dikotil memiliki perkecambahan epigeal
sedangkan biji monokotil memiliki
sistem perkecambahan hipogeal, hal
tersebut dapat terlihat pada perkecambahan jagung kotiledonnya tidak terangkat keatas saat mengalami perkecambahan
yang tumbuh hanyalah plumulanya,
sedangkan pada perkecambahan dikotil misal
pada kacang hijau saat mengalami perkecambahan kotiledonnya ikut terangkat keatas saat pertumbuhan berlangsung.
BAB V
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Umumnya bagian
dari morfologi dari biji adalah testa
(bagian kulit luar biji), tegma
(bagian dalam kulit biji), kotiledon
(cadangan makanan pada biji dikotil),
endosperm (cadangan makanan pada biji
monokotil), dan pusar biji, serta
tali pusar pada biji yang masih muda. Anatomi biji umumnya terdiri dari kotiledon, plumula, radikula, hipokotil,
dam epikotil. Proses perkecambahan
biji memerlukan kondisi lingkungan yang baik untuk pertumbuhannya. Pada setiap
jenis biji tingkat pertumbuhannya berbeda-beda saat berkecambah hal ini
dipengaruhi oleh faktor dalam seperti tingkat kemasakan biji dan lain-lain
serta faktor dari luar seperti suhu, kelembaban, air dan lain-lain.
5.2.
Saran
Sebaiknya
praktikan lebih teliti dalam mengamati morfologi dan anatomi dari masing-masing
biji karena biji tersebut kecil, serta teliti dalam mengamati pertumbuhan dari
perkecambahan masing-masing biji tersebut agar tidak terjadi kesalahan dalam
penulisan datanya.
Campbell, Neil A dkk. 2008. Biologi Edisi kedelapan Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Rosanti, Dewi. 2013. Morfologi Tumbuhan. Jakarta: Erlangga.
Salisburry,
Frank B. dan Cleon W Koss. 1995. Fisiologi
Tumbuhan Jilid 3. Bandung: ITB.
Tjitrosoepomo,
Gembong. 1995. Morfologi
Tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press.
Tjitrosomo,
Siti Sutarmi dkk. 1983. Botani Umum 1.
Bandung: Angkasa.
Kusdianti.
2012. Handout Mortum 3. pdf. Website: http://file.upi.edu/Direktorat/
KUSDIANTI/Handout.mortum.3.pdf. Diakses pada hari Kamis, tanggal 4
Januari 2014, pada pukul 10.30 WIB.
No comments:
Post a Comment